TAJUK PAJAK

Memperkuat Pajak Individu, Kenapa Tidak?

Redaksi DDTCNews | Rabu, 30 September 2020 | 08:52 WIB
Memperkuat Pajak Individu, Kenapa Tidak?

Suasana di salah satu kantor pelayanan pajak. (foto: DDTCNews)

SATU-SATUNYA kejutan pada data penerimaan pajak per Agustus 2020 dalam rilis APBN Kita, Selasa (22/9/2020), adalah penerimaan pajak penghasilan (PPh) orang pribadi nonkaryawan yang masih tumbuh positif pada saat pos penerimaan pajak lain terkontraksi.

Penerimaan PPh orang pribadi nonkaryawan tumbuh 2,46%. Memang jumlahnya masih sangat-sangat kecil, hanya Rp9,12 triliun atau 1,35% dari total penerimaan pajak. Capaian tersebut juga melambat jika dibandingkan dengan kinerja periode sama tahun lalu yang tumbuh lumayan, 15,37%.

Adapun realisasi penerimaan pajak hingga Agustus 2020 mencapai Rp676,9 triliun atau setara dengan 56,5% dari target Perpres 72/2020. Realisasi itu mencatat pertumbuhan negatif 15,6% dibandingkan dengan kinerja periode yang sama tahun lalu Rp802,5 triliun.

Baca Juga:
Menunggu Formula Kebijakan Pajak UMKM Pemerintah Baru

Perinciannya, PPh 21 terkontraksi 5,27% dari 10,65%. PPh impor susut 38,44% dari 0,57%. PPh badan tergerus 27,52% dari 0,81%. PPh 26 -3,06% membaik dari -5,53%. PPh final -5,57% dari 6,1%, Pajak pertambahan nilai (PPN) dalam negeri -6,20% dari -6,12%. PPN impor -17,63% dari -6,02%.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama mengatakan tidak adanya penurunan tarif dan sedikitnya pemanfaatan insentif oleh wajib pajak orang pribadi nonkaryawan membuat penerimaannya relatif stabil.

Untuk itu, DJP akan terus melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap orang pribadi. DJP, sambungnya, juga telah banyak mengirimkan surat imbauan kepada orang pribadi nonkaryawan sebagai upaya meningkatkan kepatuhan dan pembayaran pajaknya.

Baca Juga:
Meminimalkan Ekonomi Tunai di Indonesia dengan Kebijakan Pajak

Dirjen Pajak Suryo Utomo menambahkan pengawasan berbasis individu itu akan terus dilakukan bersamaan dengan pengawasan berbasis kewilayahan. Pengawasan rutin tersebut merupakan salah satu upaya untuk mengamankan penerimaan pajak dan meningkatkan tax ratio.

“Kami terus melakukan pengawasan ke wajib pajak berbasis individu wajib pajak. Satu-satu wajib pajak kami lihat. Kami juga akan terus memperluas basis pemajakan, baik dari subjek maupun objek. Pada saat yang sama, reformasi perpajakan akan terus dijalankan,” ujarnya.

Penerimaan PPh orang pribadi nonkaryawan yang masih positif itu dengan sendirinya menyiratkan urgensi peningkatan kontribusi penerimaan dari pos tersebut. Langkah ini juga akan memperbaiki struktur penerimaan negara yang masih bergantung pada PPh badan dan PPN.

Baca Juga:
Quo Vadis Pengelolaan PNBP

Apalagi, Indonesia sudah masuk ke dalam fase bonus demografi serta memiliki pertumbuhan kelas menengah yang tinggi. Rendahnya kepatuhan dan kontribusi PPh orang pribadi nonkaryawan adalah justifikasi terpenting bagi pemerintah untuk fokus pada kelompok tersebut.

Selain untuk diversifikasi sumber penerimaan pajak, pembenahan kepatuhan PPh orang pribadi nonkaryawan juga akan meningkatkan tax ratio dan membuat sistem pajak kita menjadi lebih adil. Hal ini karena beban pajak bisa didistribusikan ke masyarakat secara lebih merata.

Sampai di sini, ada beberapa alternatif pemajakan yang bisa ditempuh. Selama pandemi Covid-19 ini, paling tidak sudah 10 negara yang mengajukan proposal pemajakan individu yang memiliki penghasilan tinggi (High Net-Worth Individuals/HNWI) (CEPA, April 2020). Atau juga pajak digital.

Baca Juga:
Family Office: Rezim Baru, Jangan Buru-Buru

Memang, selama krisis ini banyak orang bertanya seperti apa sistem pajak saat kita keluar dari krisis nanti. Di satu sisi, ada pertanyaan tentang struktur perpajakan, ada jenis pajak baru atau basis pajak baru. Di sisi lain, ini terkait dengan kecakapan pemerintah dalam menggenjot penerimaan.

Dalam cakupan yang lebih luas, krisis akibat pandemi Covid-19 ini juga dapat dimaknai sebagai upaya menata kembali fundamental sistem pajak di banyak negara. Pada titik inilah, upaya DJP memperkuat pajak orang pribadi mendapatkan momentumnya. Jadi, kenapa tidak?

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 09 Oktober 2024 | 14:00 WIB OPINI PAJAK

Menunggu Formula Kebijakan Pajak UMKM Pemerintah Baru

Minggu, 29 September 2024 | 11:01 WIB OPINI PAJAK

Reformasi Pajak dalam Transisi Suksesi Pimpinan Nasional

Jumat, 27 September 2024 | 14:25 WIB OPINI PAJAK

Menyoal Asas Primum Remedium dalam Hukum Pajak

Selasa, 06 Agustus 2024 | 15:22 WIB OPINI PAJAK

Meminimalkan Ekonomi Tunai di Indonesia dengan Kebijakan Pajak

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja