Ilustrasi.
JUMAT, 29 Maret 2019. Wajib pajak terlihat memadati Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Tebet. Beberapa dari mereka juga bisa berinteraksi dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang tengah berkunjung untuk meninjau aktivitas pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.
Kunjungan wajib pajak ke kantor pajak memang selalu meningkat pada musim pelaporan SPT Tahunan. Meskipun Ditjen Pajak (DJP) sudah menyediakan saluran digital, wajib pajak masih memilih untuk berkunjung dengan alasan agar lebih pasti jika ada asistensi petugas.
Namun, bisa jadi, situasi tersebut tidak akan terlihat pada masa mendatang. Bukan hanya dampak dari pembatasan interaksi langsung karena pandemi, melainkan juga faktor kualitas layanan digital yang terus diperkuat DJP. Berbagai video tutorial juga disediakan untuk memudahkan wajib pajak.
Digitalisasi layanan memang sudah dimulai DJP sebelum pandemi terjadi. Bersamaan dengan rencana penyesuaian berbagai kebijakan, dalam reformasi perpajakan jilid III, otoritas juga telah mencanangkan Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP).
Dari sini terlihat DJP telah memanfaatkan peluang adanya perkembangan teknologi digital. Langkah ini patut diapresiasi karena membawa harapan terciptanya sistem informasi administrasi perpajakan yang mudah, andal, terintegrasi, akurat, dan pasti untuk optimalisasi pelayanan.
Dengan compliance risk management (CRM) serta berbagai instrumen teknologi terbaru, seperti big data, advanced analytics, artificial intelligence, dan robotic process automation, digitalisasi administrasi pajak dapat membentuk profil wajib pajak. Treatment pelayanan akan lebih personal.
Tidak hanya pelayanan, proses bisnis pengawasan juga akan menjadi lebih efektif dan efisien. Pengembangan implementasi data analytics yang terus berjalan akan membuat sistem administrasi pajak juga dapat memberikan rekomendasi treatment yang tepat dalam pengawasan wajib pajak.
Bagaimanapun, digitalisasi administrasi pajak akan menciptakan transparansi antara otoritas dan wajib pajak. Transparansi tersebut sudah seharusnya diikuti dengan pemberian kepastian sehingga semua aspek, termasuk risikonya, bisa diprediksi.
Namun, perlu diingat, kepastian yang dimaksud juga menyangkut jaminan kerahasiaan data wajib pajak. Transparansi yang tercipta dari digitalisasi administrasi pajak tetap dibatasi dengan berbagai prosedur yang ketat. Apalagi, sesuai dengan UU KUP, data wajib pajak bersifat rahasia.
Penanganan terhadap data memang krusial. Terlebih, DJP sudah memiliki akses yang sangat luas untuk mendapatkan data dan informasi dari berbagai pihak. Otoritas juga telah memanfaatkan skema kerja sama pertukaran informasi (exchange of information) dengan negara lain.
Dalam laporan bertajuk Keeping It Safe yang dirilis Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dinyatakan kerahasiaan informasi wajib pajak selalu menjadi landasan mendasar dari sistem perpajakan.
Untuk memiliki keyakinan dalam sistem perpajakan dan mematuhi kewajiban berdasarkan hukum, wajib pajak perlu memiliki keyakinan adanya jaminan informasi tidak diungkapkan secara tidak tepat, baik sengaja maupun tidak sengaja.
Mudah untuk mengidentifikasinya. Pengungkapan secara sengaja bisa muncul dari sistem dan prosedur yang diterapkan pada level internal otoritas. Oleh karena itu, prosedur mengenai akses terhadap pengolahan hingga pemanfaatan data harus dibuat ketat.
Sementara pengungkapan secara tidak sengaja bisa muncul dari faktor eksternal seperti risiko kejahatan siber (cyber crime). Pemantauan operasional teknologi digital harus terus berjalan sehingga kebocoran data tidak terjadi.
Mengutip kembali pidato Sri Mulyani dalam DJP IT Summit 2021, “Penggalian potensi tetap dilakukan. Namun, pada saat yang sama juga menjaga privacy, secrecy atau kerahasiaan … untuk terus meningkatkan kepercayaan publik pada Direktorat Jenderal Pajak.” (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.