Ketua Program Pendidikan Profesi Akuntan Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada Slamet Sugiri. (Foto: FEB UGM)
YOGYAKARTA, DDTCNews—Perkembangan teknologi informasi di era 4.0 telah membuat dunia akuntansi berubah. Karena itu, pembelajaran akuntansi sejak dini harus ikut berubah menyesuaikan diri dengan perkembangan tersebut.
Slamet Sugiri, Ketua Program Pendidikan Profesi Akuntan Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, mengatakan perkembangan teknologi itu sudah sedemikian cepat. Jika pembelajaran akuntansi sejak dini tidak berubah, para akuntan akan ketinggalan zaman.
“Kelak, peran akuntan dalam pencatatan akan tergantikan oleh artificial intelligence. Karena itu, pembelajaran akuntansi musti berubah,” ujarnya dalam lokakarya bertajuk ‘Inovasi Pembelajaran Akuntansi Sekolah Menengah’ di Gedung Pertamina Tower FEB UGM, Selasa (23/7/2019).
Lokakarya itu digelar Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Yogyakarta dan Forum Diskusi Sistem Informasi - IAI Kompartemen Akuntan Pendidik dan Pendidikan Profesi Akuntan Fakultas Ekonomika dan Bisnis FEB UGM, serta Pusat Kajian Edukasi Akuntansi-Laboratorium Departemen Akuntansi FEB UGM.
Slamet mengatakan profesi akuntan saat ini sudah semakin berkembang dan masuk ke berbagai sektor bisnis di berbagai lapisan. Dia mencontohkan sektor Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang kini mampu menyediakan 97% lapangan pekerjaan.
Berkaitan dengan pencatatan akuntansi UMKM, sambungnya, IAI telah menerbitkan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Mikro Kecil Menengah (SAK EMKM) yang merupakan laporan keuangan yang dirancang secara khusus sebagai patokan standar akuntansi keuangan pada UMKM.
Laporan keuangan EMKM ini berkontribusi besar dalam proses pengambilan keputusan, pembiayaan perbankan, akuntabilitas, dan pelaporan pajak. Laporan keuangan itu minimum mencakup laporan posisi keuangan akhir periode, laporan laba rugi selama periode, dan catatan atas laporan keuangan.
Namun, seiring dengan perkembangan zaman, EMKM ternyata memiliki beberapa batu sandungan, seperti kesulitan akses sumber pendanaan dari perbankan, lebih bergantung pada satu jenis produk, sistem pengendalian anggaran kurang memadai, dan kurangnya teknologi serta peralatan baru.
Karena itu, Slamet mengungkapkan Internet of Things dapat menjadi solusi yang dapat dilirik pelaku EMKM dalam memasarkan produk, misalnya melalui toko, pemasaran, dan online. EMKM juga dapat mengadopsi cloud computing sehingga perusahaan tidak perlu membeli software akuntansi.
Semua hal ini jelas memunculkan tantangan baru dalam pembelajaran akuntansi, yang harus mampu mengintegrasikan isu-isu tersebut ke dalam materi pembelajaran. “Dengan kata lain, sekolah harus mampu mengintegrasikan pendidikan dengan kebutuhan industri,” kata Slamet.
Sukirno D.S, dosen akuntansi Universitas Negeri Yogyakarta, menambahkan adanya perkembangan teknologi informasi yang semakin masif menuntut seseorang memiliki kompetensi untuk bekerja, berwirausaha, berkolaborasi, dan berkomunikasi dengan teknologi digital.
“Revolusi 4.0 membawa tantangan pendidikan mulai dari akses yang belum merata hingga kapasitas mengintegrasikan internet dan informasi dengan lini industri yang rendah. Karena itu, kurikulum dalam bentuk education 4.0 akan mampu bergerak dinamis mengikuti kebutuhan zaman,” katanya seperti dilansir laman resmi FEB UGM.
Melalui sistem ini, sambungnya, teknologi informasi dan internet dapat diakses oleh siapa pun dan di mana pun. Karena itu, investasi dalam human resource harus diutamakan, dan lembaga universitas dapat dijadikan dasar perkembangan teknologi dengan didukung kolaborasi internasional. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.