TAX EXPENDITURE (2)

Manajemen Tax Expenditure

Nora Galuh Candra Asmarani | Sabtu, 23 Mei 2020 | 12:00 WIB
Manajemen Tax Expenditure

MANAJEMEN tax expenditure memegang peranan penting dalam menjaga konsistensi dan ketajaman analisis. Terlebih, saat ini telah ada banyak negara yang menerapkan tax expenditure meskipun dapat menjadi pengurang penerimaan pajak.

Selain itu, tax expenditure juga merupakan hidden subsidy yang apabila tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan pengeluaran yang tidak efektif. Oleh karena itu, tata kelola tax expenditure yang baik diperlukan agar dapat menghasilkan pelaporan yang tepat sasaran dan akurat.

Laporan tersebut pada akhirnya dapat menjadi bahan pertimbangan dalam melakukan perumusan kebijakan pajak maupun nonpajak. Merujuk pada penjabaran dari Miranda Steward (2012), manajemen tax expenditure yang baik harus mencakup lima hal.

Baca Juga:
Veteran dan Pensiunan Dapat Insentif, Setoran PBB Tetap Capai Target

Pertama, definisi yang jelas dan memadai atas benchmark tax law dan tax expenditure. Kedua, identifikasi yang komprehensif atas seluruh jenis dan komponen tax expenditure. Ketiga, metode pengukuran yang jelas terhadap tax expenditure.

Adapun metode pengukuran tersebut harus mampu mengestimasi besarnya penerimaan pajak yang tidak dapat diperoleh negara akibat adanya tax expenditure. Selain itu, metode tersebut harus kredibel dan dapat memberikan hasil yang akurat. Anda juga dapat menyimak artikel ‘Metode Pengukuran Tax Expenditure’.

Keempat, upaya pelaporan yang mencakup seluruh tax expenditure. Secara lebih terperinci, laporan tersebut harus mengelompokkan tax expenditure berdasarkan sektor (misalnya, kesehatan, tunjangan sosial, lingkungan, dan sebagainya) yang disajikan secara terpisah maupun agregat.

Baca Juga:
Diperpanjang hingga 2030, Lahan Pertanian di Negara Ini Bebas Pajak

Selain itu, laporan tersebut juga harus menyajikan data antarwaktu dan harus disajikan dalam setiap tingkatan pemerintah (misalnya tingkat pusat, daerah, lokal) maupun secara agregat. Kelima, informasi yang dilaporkan atas setiap tax expenditure harus mencakup tujuh hal berikut:

  1. keandalan perhitungan dan kualitas data yang digunakan;
  2. sumber ketentuan tax expenditure yang berlaku (hukum pajak yang berlaku, praktik otoritas, ataupun tax treaty);
  3. durasi berlakuknya tax expenditure;
  4. jenis tax expenditure (pengurangan, keringanan, insentif, dan sebagainya);
  5. argumen kebijakan;
  6. implikasinya terhadap distribusi pendapatan;
  7. untuk tax expenditure yang nilainya besar atau utama, harus disertakan keterangan kapan terakhir kali dilakukan penilaian atas tax expenditure tersebut.

Lebih lanjut, manajemen yang efektif juga memerlukan bentuk pelaporan yang sistematis dan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan perumusan kebijakan dan pengembangan analisis tax expenditure. Hal ini berguna terutama dalam rangka memberikan informasi yang berharga atas belanja pemerintah melalui sistem perpajakan (Steward, 2012).

Lebih lanjut, informasi dari laporan tax expenditure dapat membentuk kerangka acuan dalam rangka mempertimbangkan kebijakan pajak. Informasi itu juga dapat berguna untuk pengembangan atau penataan masalah perpajakan serta untuk memantau hasil kebijakan perpajakan.

Baca Juga:
Negara Ini Bebaskan Pajak untuk Pengusaha Beromzet hingga Rp1 Miliar

Terdapat beberapa elemen penting dari laporan tax expenditure, seperti deskripsi norma pajak, basis pajak, objek pajak, tarif pajak, periode, dan estimasi besaran tax expenditure. Ketersediaan informasi dari pelaporan keuangan juga dapat memudahkan analisis biaya dan manfaat dari suatu program tax expenditure.

Namun, format pelaporan yang efektif dan efisien juga harus dipertimbangkan. Pelaporan yang memadai pada akhirnya dapat mempermudah evaluasi program. Dengan demikian, laporan tersebut dapat digunakan untuk analisis kebijakan pajak, diantaranya sebagai acuan perumusan dan kebijakan pajak.

Laporan yang efektif dan efisien juga dapat memudahkan pengambilan keputusan anggaran serta dapat menjadi dasar desain kebijakan untuk masing-masing jenis pajak dan kelompok wajib pajak tertentu.

Baca Juga:
Soal Daya Saing RI saat Tarif PPN Jadi 12 Persen, Ini Kata Kepala BKF

Di sisi lain, evaluasi juga merupakan bagian yang tak terlepas dari sistem tax expenditure yang baik. Hasil evaluasi tersebut nantinya akan berguna untuk terus mempertahankan, memperbaiki, hingga menghentikan ketentuan khusus terkait dengan tax expenditure yang telah dijalankan.

Secara lebih terperinci, menurut Harris dan Hicks (1992), evaluasi tax expenditure sedikitnya perlu mengkaji tiga ihwal. Pertama, prinsip kemampuan membayar dan efek redistribusi. Kedua, analisis dampak terhadap aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh wajib pajak. Ketiga, perbandingan direct expenditure dan tax expenditure. Keempat, efisiensi tax expenditure.

Cara lain dalam mengevaluasi tax expenditure yaitu melalui mekanisme sunset dates. Adapun yang dimaksud dengan sunset dates adalah jangka waktu berlakunya suatu ketentuan khusus dalam perpajakan (Datta dan Graso, 1998).

Baca Juga:
Alternatif Optimalisasi PPN: Simulasi Ketika Threshold PKP Diturunkan

Tax expenditure yang akan habis masa berlakunya memaksa pengambil kebijakan untuk mengevaluasi implementasi program tersebut dan memikirkan rencana aksi selanjutnya. Meskipun demikian, sunset dates belum tentu menciptakan mekanisme evaluasi.

Dalam konteks minimnya evaluasi, sunset dates dapat menjadi cara otomatis dalam menghentikan suatu ketentuan. Dengan demikian, tax expenditure yang salah sasaran dapat berhenti tanpa perlu evaluasi lebih jauh.

Pada intinya, kerangka evaluasi atas tax expenditure yang baik mencakup relevansi, keefektifan, dan efisiensi program. Namun, terdapat beberapa isu dalam penyusunan kerangka evaluasi, yaitu ketersediaan data, incrementally, biaya dari pengukuran pajak, serta kelebihan beban perpajakan.

Baca Juga:
DJP Klaim Insentif Pajak 2025 Sudah Akomodir Rumah Tangga dan UMKM

Sebagai informasi, topik tax expenditure juga menjadi salah satu topik pembahasan atau kajian DDTC. Pada 2014, DDTC merilis working paper bertajuk ‘Tax expenditure atas Pajak Penghasilan: Rekomendasi bagi Indonesia’.

Working paper itu disusun lantaran pada waktu itu belum ada definisi dan cakupan yang jelas mengenai tax expenditure di Indonesia. Oleh sebab itu, DDTC membuat kajian dan mempublikasikan hasilnya guna mengisi kekosongan tersebut.

Berselang empat tahun setelah itu, atau lebih tepatnya pada 2018, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan merilis Tax Expenditure Report perdana untuk belanja perpajakan pada 2016-2017.*


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 23 Desember 2024 | 17:30 WIB KABUPATEN SIDOARJO

Veteran dan Pensiunan Dapat Insentif, Setoran PBB Tetap Capai Target

Minggu, 22 Desember 2024 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Soal Daya Saing RI saat Tarif PPN Jadi 12 Persen, Ini Kata Kepala BKF

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra