Dirjen Pajak Filipina 1975-1980 Efren I. Plana (Foto: Quezon City)
SESEORANG yang meninggalkan legacy biasanya punya banyak fans dan kalimat yang tak mudah dilupakan. Tapi mungkin Efren I. Plana adalah perkecualian. Mantan hakim yang soliter bagaikan serigala menyendiri ini memilih menjauhi publikasi, termasuk wawancara-ria yang tak perlu.
Tentu itu bukan karena kacamatanya yang tebal dan wajahnya yang tak ekspresif. Sampai pada September 1975, ketika Presiden Marcos mengangkatnya untuk membenahi institusi dan memimpin perlawanan terhadap korupsi di salah satu sumber utamanya: Ditjen Pajak Filipina.
“Jika Anda ingin melihat kumpulan mobil yang paling mahal, paling beragam, dan paling mewah,” demikian kata seorang pejabat Ditjen Pajak Filipina (Bureau of Internal Revenue/ BIR) kepada seorang peneliti, “datanglah ke halaman parkir kami.”
Plana menemukan lebih dari sekadar mobil mentereng di halaman parkir. Ia kemudian juga tahu bagaimana korupsi berjalan. Ada uang semir untuk mempercepat pemrosesan dokumen pajak, ada pengurangan utang pajak, suap peredam gertakan pemeriksa pajak, dan banyak lagi.
Robert Klitgaard, seorang dosen Harvard, kemudian menulis apa yang dilakukan alumnus Fakultas Hukum Universitas Filipina pada 1954 itu di buku Controlling Corruption yang terbit 1988, dan diterjemahkan ke Indonesia pada tahun sama dengan judul Membasmi Korupsi.
Di buku itu Klitgaard barangkali memang terlalu banyak memuji. Tapi harus diakui, Dirjen Pajak Lana terbilang sukses menekan korupsi, dan sekaligus—ini agaknya yang dilupakan Klitgaard—menggenjot penerimaan pajak pada waktu yang bersamaan.
Saat Plana bertugas di BIR (1976-1980), penerimaan pajak yang direalisasikan rata-rata 102% dari target. Memang, ada faktor pertumbuhan ekonomi Filipina, yang baru keluar dari krisis. Tapi apapun, itu tetap sebuah prestasi, apalagi di tengah redamnya kebiasaan korupsi.
Lalu apa kunci sukses Plana? “Moral tentu berperan. Tapi yang pasti, makin besar diskresi, makin besar peluang korupsi. Karena itu, ia perlu dibatasi,” katanya dalam sebuah wawancara yang jarang, 9 tahun silam. Kita tahu, serigala menyendiri itu memang tak menyukai publikasi.(Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.