MIKHAIL S. GORBACHEV:

'Dana Pajak Ini untuk Meredam Dampak Ekonomi Pasar'

Redaksi DDTCNews | Rabu, 14 April 2021 | 13:50 WIB
'Dana Pajak Ini untuk Meredam Dampak Ekonomi Pasar'

(Foto: achievement.org/achiever/mikhail-s-gorbachev/)

11 BULAN sebelum membubarkan Uni Soviet, ia menerbitkan satu keputusan. Mulai 1 Januari 1991, di negara terluas di dunia itu berlaku pajak penjualan 5%. Bersama dengan pajak omzet yang eksis sejak 1932, kedua pajak itu menjadi pajak barang dan jasa di negara tersebut.

Berlakunya pajak penjualan itu tentu tidak datang dari ruang hampa. Pemerintah Uni Soviet, yang saat itu sudah ditinggal Estonia, Latvia, Lituania, Armenia, dan Rusia yang mendeklarasikan kedaulatannya, terlalu miskin untuk membiayai besarnya APBN 1991.

Memang, APBN Uni Soviet dalam kesulitan besar. DPR yang dipilih demokratis telah menetapkan program pensiun senilai US$50 miliar. Namun di sisi lain, defisit APBN 1991, ditambah beban defisit tahun-tahun sebelumnya, sudah melampaui US$162 miliar!

Baca Juga:
‘Presumptive Tax Memastikan Orang Setor Pajak Sesuai Porsinya’

Kesulitan likuiditas ini diperparah transisi menuju glasnost (keterbukaan politik) dan perestroika (restrukturisasi ekonomi) yang gamang. Pada 1991 itu, meski di luar negeri Uni Soviet menuai banyak puja-puji akibat perubahan kebijakannya, laju inflasi di dalam negerinya melejit hingga 300%.

Tak pelak, terjadi kelangkaan makanan berkepanjangan yang mengerek kemiskinan. “Waktu saya ke sana, perempuan di sana masih mau ‘menjual’ dirinya untuk ditukar roti,” kenang seorang wartawan satu harian nasional, saat mengikuti Menteri Perindustrian Tunky Ariwibowo ke Rusia pada 1993.

Dengan merosotnya perekonomian diikuti dengan susutnya nilai mata uang, defisit APBN Uni Soviet bisa melampaui perkiraan US$162 miliar. Namun, ia yakin, dengan penerapan pajak penjualan, defisit APBN Uni Soviet akan susut US$90 miliar sehingga menjadi US$72 miliar.

Baca Juga:
‘Apa yang Diharapkan Jika Pegawai Pajak Hanya Nongkrong di Kantor?’

“Dana pajak ini untuk meredam dampak perpindahan ke ekonomi pasar dengan memberikan subsidi kepada industri yang akan terpukul keras karena harga negara diganti dengan yang didasarkan pada harga pasar,” kata Presiden Uni Soviet Mikhail Sergeyevich Gorbachev (1931-).

Lalu apa hasil kebijakan pajak penjualan itu? Tidak seperti 3 tahun sebelumnya, ketika Sekretaris Jenderal Partai Komunis Uni Soviet ini mengerek tarif cukai minuman keras dan sukses mengerek naik usia harapan hidup penduduk Uni Soviet, kali ini hasil yang diterimanya sungguh di luar dugaan.

Orang-orang di jalanan mengolok pajak itu sebagai ‘pajak presiden’. Di satu toko di Moskow, seorang perempuan yang mengantre untuk membeli cangkir, begitu tiba di kasir dengan tagihan 5% lebih banyak, langsung mencerca Gorbachev seraya mengembalikan cangkir itu, lalu beranjak.

Baca Juga:
‘Keluarga Ultra-Kaya Perlu Family Office dengan Privasi Tinggi’

“Kurasa mereka akan berlayar, mungkin ke Yunani,” kata seorang perempuan mengomentari rencana liburan Gorbachev bersama istrinya, Raisa, tahun itu. “Tidak,” jawab rekannya sinis. “Raisa akan mendapat mantel bulu baru dan dia akan memiliki beberapa setelan buatan Italia.” (Fein, 1991)

Gorbachev lahir 2 Maret 1931 di Privolnoye, Stavropol Krai, Rusia, Uni Soviet. Ayahnya petani etnis Rusia, ibunya etnis Ukraina. Keduanya datang dari keluarga miskin. Semula ia dinamai Victor, tetapi ibunya, seorang Kristen Ortodoks yang taat, membaptisnya dengan nama Mikhail.

Meski miskin, Gorbachev adalah pembaca yang rakus. Tidak hanya berjilid-jilid buku Marxisme-Leninisme, ia bisa dengan cepat berpindah dari membaca novel-novel barat ke karya sastra Uni Soviet, dari novel Thomas Mayne Reid ke novel Vissarion Belinsky atau Alexander Pushkin.

Baca Juga:
‘Pegawai Pajak Harus Dipisahkan dari Pengaruh Politik’

Pada 1946, ia bergabung dengan Komsomol (Kommunistícheskiy Soyúz Molodyozhi) Stavropol Krai, divisi pemuda Partai Komunis Uni Soviet, yang belakangan dipimpinnya. Lalu ia bertolak ke Moskow karena diterima tanpa tes di Fakultas Hukum Universitas Negeri Moskow. (Taubman, 2017).

Ia dilantik menjadi pemimpin tertinggi Uni Soviet pada 11 Maret 1985 dan menjadi satu-satunya calon presiden pada pleno Central Committee pada 14 Maret 1990. Pemilu Presiden ini digelar setahun setelah Pemilu Legislatif secara langsung pertama sepanjang sejarah Uni Soviet.

Hanya 8 bulan setelah merilis pajak penjualan itu, di tengah kesulitan ekonomi dan gonjang-ganjing politik, ia dikudeta. Tidak tanggung-tanggung, yang mengudetanya mantan Wakil Presiden yang dipilihnya dan Kepala KGB (Komitet Gosudarstvennoy Bezopasnosti), agen intelejen Rusia.

Baca Juga:
‘Kami Ingin Memangkas Pajak, Bukan Peluang’

Beruntung, sebagian besar rakyat Uni Soviet menolak kudeta tersebut. Mereka menggelar demonstrasi. Presiden Rusia Boris Yeltsin juga menolak kudeta itu. Akhirnya, kudeta itu berakhir setelah 3 hari. Namun, alih-alih mereda, kasak-kusuk politik justru makin kencang.

Tanpa sepengetahuan Gorbachev, pada 8 Desember 1991 Yeltsin bertemu Presiden Ukraina Leonid Kravchuk dan Presiden Belarusia Stanislav Shushkevich di Belovezha, Belarusia. Mereka menganggap Uni Soviet bubar dan membentuk Commonwealth of Independent States (CIS).

Gorbachev baru mengetahui ini saat Stanislav mengontaknya. Ia sangat marah, lalu merilis pernyataan yang menyebut CIS ilegal dan berbahaya. Namun, arah angin telanjur berubah. Pada 20 Desember, 11 pemimpin dari 12 republik Uni Soviet bertemu di Alma-Ata, Kazakhstan.

Baca Juga:
'Selama Terjajah Banyak Bercita-Cita, Setelah Merdeka Kehilangan Rupa'

Mereka sepakat membubarkan Uni Soviet dan secara resmi mendirikan CIS. Mereka juga menerima pengunduran diri Gorbachev sebagai Presiden dari sisa-sisa Uni Soviet. Pada saat yang sama, Gorby, demikian pers barat menyebutnya, malah sedang berfoto bersama band rock Scorpions.

Pada 25 Desember 1991, Gorbachev mengundurkan diri. “Saya menghentikan aktivitas saya sebagai Presiden. Saya menyesal atas bubarnya Uni Soviet, tetapi ada yang kita capai, yaitu kebebasan politik, agama, demokrasi, ekonomi, serta berakhirnya totalitarianisme dan Perang Dingin." (Bsi)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:25 WIB LUIGI EINAUDI:

‘Presumptive Tax Memastikan Orang Setor Pajak Sesuai Porsinya’

Minggu, 14 Juli 2024 | 11:00 WIB MENTERI KEUANGAN ALI WARDHANA

‘Apa yang Diharapkan Jika Pegawai Pajak Hanya Nongkrong di Kantor?’

Kamis, 11 Juli 2024 | 17:28 WIB CEO DUBAI INTERNATIONAL FINANCIAL CENTRE ARIF AMIRI:

‘Keluarga Ultra-Kaya Perlu Family Office dengan Privasi Tinggi’

Selasa, 04 Juni 2024 | 13:00 WIB HARRY S. TRUMAN:

‘Pegawai Pajak Harus Dipisahkan dari Pengaruh Politik’

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:30 WIB THAILAND

Negara Tetangga Ini Bakal Bebaskan Hutan Mangrove dari Pajak