Ketua Umum Perkumpulan Tax Center dan Akademisi Pajak Seluruh Indonesia (PERTAPSI) Darussalam.
JAKARTA, DDTCNews - Penerimaan pajak 2023 diperkirakan bakal kembali mencatatkan kinerja yang positif meski terdapat sejumlah tantangan yang perlu diwaspadai pada tahun depan.
Ketua Umum Perkumpulan Tax Center dan Akademisi Pajak Seluruh Indonesia (PERTAPSI) Darussalam mengatakan penerimaan pajak telah mengalami pemulihan yang kuat dalam 2 tahun terakhir, bahkan mencapai target yang ditetapkan.
"Saya tetap merasa optimistis apa yang ditargetkan akan tercapai meski kondisi ekonomi 2023 yang orang bilang itu disebut tahun politik," katanya dalam webinar nasional bertajuk Tax Outlook 2023 yang diselenggarakan oleh Tax Center STIE YKPN, Jumat (23/12/2022).
Apabila ditilik ke belakang, penerimaan pajak pada 2008 hingga 2020 kerap kali tidak tercapai atau mengalami shortfall. Namun, realisasi penerimaan pajak pada 2021 justru mampu mencapai 103,9% dari target.
Tren positif tersebut kembali terulang pada tahun ini. Hingga 14 Desember 2022, realisasi penerimaan pajak bahkan sudah mencapai Rp1.634,36 triliun atau setara dengan 110,06% dari target dalam Perpres 98/2022 senilai Rp1.485 triliun.
Darussalam menilai capaian tersebut layak diapresiasi. Menurutnya, tren kinerja penerimaan pajak pada 2021 dan 2022 bakal memainkan peran penting sebagai bekal untuk mengejar penerimaan pada tahun depan.
Terlebih, pemerintah juga memiliki agenda pajak yang krusial pada 2023. Pertama, merampungkan digitalisasi administrasi perpajakan sebelum diimplementasikan secara penuh pada 2024.
Menurut Darussalam, tantangan digitalisasi tersebut tak hanya menjadi tantangan Ditjen Pajak sebagai otoritas, tetapi juga pemangku kepentingan yang lain seperti perguruan tinggi.
Dalam hal ini, lanjutnya, perguruan tinggi bertanggung jawab untuk lebih menyiapkan mahasiswanya sehingga siap menghadapi digitalisasi administrasi perpajakan ketika lulus.
"Bahkan saya selalu menantang perguruan tinggi untuk berani membuka program studi baru yang basisnya digitalisasi perpajakan, tidak hanya sekadar mata kuliah, tetapi sudah saatnya kita berani menjadikannya sebagai program studi digitalisasi perpajakan," ujarnya.
Kedua, kehadiran aturan teknis atau turunan dari UU No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang akan terbit pada 2023, baik berupa peraturan pemerintah (PP) maupun peraturan menteri keuangan (PMK).
Dalam penyusunannya, Darussalam berharap partisipasi publik lebih dikedepankan sehingga regulasi yang dirilis mendapatkan penerimaan dari masyarakat secara luas.
Ketiga, penyelesaian kesiapan administrasi penggunaan NIK sebagai NPWP pada wajib pajak orang pribadi. Integrasi NIK sebagai NPWP ditargetkan telah berjalan penuh pada 2024. Untuk itu, semua persiapannya harus rampung pada tahun depan.
Keempat, agenda optimalisasi kepatuhan dan mengamankan penerimaan pajak. Walaupun reformasi terus berlangsung, Darussalam meyakini agenda optimalisasi kepatuhan dan penerimaan akan secara rutin akan terus berjalan pada tahun depan.
"Terkait dengan kepatuhan, tentu harapan kita kepatuhan yang secara sukarela yang dikedepankan," ujar Darussalam yang juga menjabat sebagai Managing Partner DDTC.
Kelima, persiapan Indonesia menyambut konsensus global perihal arsitektur baru pajak internasional. Kesiapan menyambut konsensus global tersebut salah satunya juga dituangkan dalam PP 55/2022 yang dirilis baru-baru ini.
Selain itu, pemerintah juga memiliki 3 agenda lain di sektor perpajakan, yakni mengenai kepastian penyusunan roadmap dan implementasi pajak karbon, agenda ekstensifikasi cukai, serta penyusunan perda pajak daerah untuk melaksanakan UU 1/2022.
Sementara itu, Kepala Bidang P2Humas Kanwil DJP DIY Agung Subchan Kurnianto menyebut target penerimaan pajak 2023 telah disusun lebih realistis. Sebab, target tersebut tidak mempertimbangkan faktor yang tidak akan berulang seperti kenaikan harga komoditas dan pelaksanaan PPS.
Tahun depan, lanjut Agung, perlambatan ekonomi dunia diperkirakan masih berlanjut. Dalam kondisi ini, pemerintah akan mengandalkan pajak konsumsi, setelah tarif PPN naik menjadi 11% dan adanya perluasan basis pajak.
"Tentunya kondisi ini menuntut kita semua untuk bekerja lebih cerdas dan lebih keras lagi," katanya.
Agung juga menegaskan DJP tidak dapat bekerja sendiri dalam meningkatkan penerimaan pajak. Dia menilai DJP membutuhkan mitra dari berbagai pihak dalam menumbuhkan kesadaran pajak dan kepatuhan sukarela wajib pajak sehingga meningkatkan penerimaan pajak. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.