KANDIDAT KETUA UMUM IKPI 2019—2024 EDDY FAISAL

‘Konsultan Pajak Harus Bisa Jadi Manusia Super Hebat’

Kurniawan Agung Wicaksono | Senin, 19 Agustus 2019 | 07:00 WIB
‘Konsultan Pajak Harus Bisa Jadi Manusia Super Hebat’

JAKARTA, DDTCNews – Tergerak untuk membenahi beberapa aspek di internal organisasi, Eddy Faisal mencalonkan diri sebagai kandidat Ketua Umum (Ketum) Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) periode 2019—2024.

Berbekal pengalaman di pemerintahan, parlemen, dan dunia usaha, dia mengaku mempunyai beberapa ide brilian yang mampu membuat IKPI menjadi organisasi profesi kelas dunia yang disegani dan dihormati.

DDTCNews berkesempatan mewawancarai President Director PT Duta Pratama Konsulindo tersebut pada pekan lalu di kantornya. DDTCNews ingin mengetahui lebih lanjut tentang latar belakang pencalonan diri, rencana program kerja, hingga pandangan mereka terkait kondisi lanskap pajak saat ini. Berikut kutipannya:

Apa yang mendorong Anda untuk maju sebagai kandidat Ketum IKPI periode 2019—2024?

Pendorong awalnya adalah ada rasa kecewa yang muncul karena beberapa hal yang saya coba inisiasi kepada pengurus hari ini tidak bisa dilaksanakan karena pertimbangan satu dan lain hal. Kemudian, saya melihat ada klasterisasi anggota yang tidak sehat bagi organisasi.

Selain itu, saya melihat betapa terbelakangnya administrasi di IKPI saat ini. Saya harus benahi administrasi ini. Saya meyakini punya beberapa ide yang mampu membuat IKPI menjadi organisasi profesi kelas dunia yang hebat.

Fenomena berikutnya yang saya lihat adalah pengurus hari ini hanya melihat DJP, DJP, dan DJP. Kok enggak melihat Kadin, Hipmi, dan seluruh stakeholder yang ada di dalam dunia perpajakan ini. ini mitra kerja yang harus kita rangkul dan kita ajak bicara agar asosiasi profesi ini dihormati dan hargai.

Kebetulan juga, saya ikut membantu RUU Konsultan Pajak. Saya punya cara untuk mengegolkan RUU Konsultan Pajak. Bayangkan, IKPI sudah 54 tahunan, masak sih UU Konsultan Pajak enggak bisa diwujudkan. Sedih saja, kemana saja kepengurusan yang ada selama ini.

Menurut Anda, apakah itu yang permasalahan yang mendesak untuk dibenahi di tubuh IKPI?

Iya, harus. Contohnya, pada 2018—2019, kita itu sibuk mengejar seminar nasional. Semnas itu kan mahal sekali, Rp2 juta sampai Rp3 juta misalnya. Bagi konsultan gede sih enggak ada masalah, tapi kalau temen-teman yang enggak punya klien, untuk bayar segitu mahal.

Makanya, saya punya ide simplifikasi. Training-training kita bisa dilakukan dengan cara berbasis web. Jadi mau dapat SKPPL gampang, tinggal buka salurannya, kelar. Itu IKPI yang punya. Masyarakat luas boleh belajar pajak dengan sangat mudah dan berbayar.

Itu kan untuk uang masuknya IKPI juga. Sebagai asosiasi profesi, dia harus punya pembiayaan yang mandiri di luar anggota. Anggota-anggota ini juga menjadi lebih mudah, tidak perlu berangkat dari Papua sana hanya untuk mengejar SKPPL menuju Jakarta.

Seperti sekarang, untuk update perizinan dan update kartu anggota, kalau belum ditandatangani ketua ya belum bisa. Sementara hari ini, di jajaran pengurus IKPI belum ada yang namanya chief executive officer (CEO), semua bergantung pada si A. B, dan C, repot. Masih ortodok sekali cara pengelolaan organisasinya. Ini yang harus kita benahi.

Sinkronisasi data antara pengurus pusat, pengda, dengan cabang saja belum apik. Pengda ini sering sekali diabaikan fungsinya. Padahal, kalau kita lihat dari fungsinya, pengda ini kan setara sama kanwil. Harusnya dari cabang di-collect dulu sama Pengda, sebelum ke kantor pusat. Itu baru bener. Kalau sekarang ini, dari cabang langsung ke pusat, fungsi pengdanya hilang.

Belum lagi urusan konsolidasi laporan keuangan. Giliran mau kongres, baru ada audit report sekarang. Lah, kemarin-kemarin ke mana saja? Kalaupun ada audit, harusnya yang menunjuk auditor itu dewan pengawas, bukan dewan pengurus. Ada apa kok salah kaprah dalam pengelolaan?

Apa visi yang Anda bawa untuk maju sebagai kandidat Ketum IKPI?

Saya ingin mewujudkan IKPI yang mendunia, yang dihargai asosiasi profesi dunia dan menjadi asosiasi profesi pijakan bagi asosiasi profesi perpajakan di belahan dunia lain. Caranya? Ayo rangkul seluruh stakeholder yang ada, jelaskan mengapa kita bisa punya kontribusi.

Kantor saya yang kecil begini saja, paling tidak saya bisa berkontribusi Rp1 triliun untuk uang tebusan tax amnesty kemarin. Artinya, para konsultan pajak adalah kontributor buat penerimaan negara. Kalau konsultan pajaknya tidak bisa dijadikan mitra oleh DJP dan Kemenkeu, itu pertanda ada sesuatu hal yang tidak harmoni.

Idealnya konsultan pajak ini menjadi mitra sharing, mitra untuk adu rembug, diskusi, debat. Itu semua untuk mencari solusi. Konsultan pajak harus menjadi sparring partner DJP, Bea Cukai, Kementerian Keuangan untuk membangun sinergitas.

Terkait RUU Konsultan Pajak, menurut Anda, apakah draf yang ada sudah ideal?

Kalau menurut saya sudah cukup bagus, walaupun dari pihak pemerintah memandang ini masih belum komprehensif. Mengapa sudah cukup bagus? Karena ada beberapa roh dari RUU Konsultan Pajak di dalamnya.

Pertama, kami menghendaki wadah tunggal konsultan pajak. Kita tidak mau konsultan pajak ini terbelah-belah dalam banyak organisasi yang ujung-ujungnya tidak terorganisasi dengan baik. Ini agar para konsultan pajak mengurusi dapur, administrasi, keuangan, dan kelembagaannya sendiri. Kalau memang mau ditambahkan, tambahkan di fungsi pengawasan dan displin, enggak apa-apa.

Kedua, para konsultan pajak ini minta dilindungi dalam berprofesi. Para konsultan pajak ini bisa menjadi manusia yang terlalu mudah untuk dipenjarakan apabila tidak dilindungi di dalam undang-undang. Kalau per hari ini, saya katakan konsultan pajak itu teramat mudah untuk dipersalahkan dan dipenjarakan kalau salah berprofesi.

Ketiga, para konsultan pajak ingin ditegaskan bahwa ruang lingkupnya tidak hanya sebatas sebuah kota tertentu. Wilayah kerja kami NKRI. Ketika konsultan pajak ini beracara, dia sudah punya pattern yang harus dia taati. Dia pun diawasi. Di situ ada angka kredit yang harus dipenuhi. Dia harus mengikuti pengembangan profesional berkelanjutan (PPL), serta harus dipantau dalam beretika saat beracara. Jadi, ini tidak mudah.

Roh-roh besar RUU Konsultan Pajak ini tujuannya baik. Jadi, ketika pemerintah menganggap ini belum komprehensif, di situlah perlu adanya DIM (daftar inventarisasi masalah). Kalau memang ada kekurangan di dalam draf RUU ini, tambahkan di situ, enggak apa-apa. Paling tidak, sudah ada kajian akademisnya.

Adanya UU Konsultan Pajak dikhawatirkan mengembalikan skema monopoli karena IKPI akan menjadi wadah tunggal konsultan pajak se-Indonesia. Bagaimana tanggapan Anda?

Jangan dikatakan memonopoli ya, saya lebih tepat menyebut unity atau menyatukan karena kita kan seprofesi, mitra kerja kita DJP, BC, dan Menteri Keuangan. Ketika kita berurusan dengan mereka, mereka hanya tahu, konsultan pajak. Kalau sekarang kan mereka bagi lagi, konsultan pajak ada IKPI, ada AKP2I [Asosiasi Konsultan Pajak Publik Indonesia]. Kan jadi enggak baik.

Kalau menurut saya, konsultan pajak ya konsultan pajak. Kita sebagai konsultan pajak seharusnya punya standar kemampuan, standar beretika, dan standar beracara yang sama. Jadi tidak ada dualisme seperti ini. Secara prinsip, kami sudah coba bicara dengan teman-teman di AKP2I karena kami juga ingin ada penyatuan seperti dulu. Kalau menyatu, kita betul-betul kuat, tidak ada gap. Jadi jangan disebut memonopoli. Kita hanya ingin membuat standarisasi konsultan pajak yang kuat.

Menurut pandangan Anda, bagaimana lanskap perpajakan saat ini?

The world without wall hari ini. Dunia sudah tanpa batas jadi kebutuhan transparansi itu harus dilakukan. Saya senangnya Indonesia masuk salah satu negara yang cukup akomodatif dengan urusan transparansi. Itu pula sebuah kesuksesan Kementerian Keuangan kita hari ini.

Artinya apa? Apa yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan, dalam hal ini DJP, cukup oke. Cuma, ada satu hal, sistem perpajakan kita harus sederhana dan low cost. Ketika mewajibkan masyarakat untuk bikin TP Doc [Transfer Pricing Documentation], guidance-nya terbatas dan source-nya tidak ada, harus beli. Nah, itu sebuah kegagalan bagi saya. Harusnya ada open source data. Negara harus memfasilitasi.

Saya juga ingin mengingatkan DJP. Tolong, kebiasaan lama jangan dilakukan. Jangan berburu di kebun binatang. Ketika sudah transparan, masyarakatya sudah terbuka, sudah patuh, tolong jangan diobok-obok lagi. Yang belum bayar pajak, tidak ma uber-NPWP, tidak mau ikut tax amnestydan punya aset di mana-mana itu masih banyak. Harusnya yang seperti ini yang digarap oleh pemerintah.

AEOI sudah berlaku sehingga pemerintah seharusnya sudah tidak bisa dikibulin lagi sama pengemplang pengemplang pajak ini. Jadi, ketika pemeriksaan dilakukan, saya berharap pendekatannya sudah bukan punishment, tapi edukatif. Arahkan mereka untuk benar.

Lantas, apa yang seharusnya dilakukan konsultan pajak sebagai respons perubahan lanskap pajak?

Konsultan pajak suka tidak suka masih sangat dibutuhkan bagi masyarakat wajib pajak. Kita tidak perlu bersaing dengan account representative (AR) karena berbeda. Konsultan pajak itu harus punya nilai jual berbeda dengan DJP karena kita ini menjadi manusia yang super hebat.

Konsultan pajak itu harus bisa jadi manusia super hebat. Super hebat mengapa? Pertama, tahu aturan, regulasi, beserta update-nya. Kedua, dia punya trik dan tips. Kalau petugas pajak tidak bisa menerapkan yang namanya tax management, konsultan pajak boleh terapkan. Kita bikin tax management yang mumpuni atau lebih terkenal dengan sebutan tax planning dengan cara legal.

Bagaimana Anda menggambarkan hubungan antara DJP, konsultan pajak, dan wajib pajak?

Idealnya hubungan antara ketiganya adalah harus mampu bersinergi. Sinerginya di level Kementerian Keuangannya bukan di level teknisnya. Saat ini, IKPI banyak koordinasi dengan DJP. Ini harus diubah, IKPI harusnya banyak berkoodinasi dengan Kementerian Keuangan.

IKPI harus mampu menjadi agen, komunikator dengan para pihak lain. Dia nanti komunikasi dengan, misalnya ada satu kebijakan, dia coba bicara dengan Hipmi dan Kadin. Lebih banyak menjadi mediator untuk menyelesaikan request yang dibutuhkan pemerintah.

Kepatuhan wajib pajak Indonesia masih rendah. Menurut Anda, apa penyebabnya?

Compliance rendah karena salah treatment. Seperti sekarang, dulu kita waktu tax amnesty mengatakan ini bukan jebakan. Tapi justru orang yang ikuttax amensty diperiksa terus. Harusnya ditahan dulu lah, nanti aja diperiksanya, kasih nafas dulu. Justru yang belum ikut tax amnesty yang harusnya diuber.

Akibatnya dengan kejadian-kejadian ini, orang jadi menilai pemerintah bohong terus. Akibatnya, orang jadi malas. Ditambah lagi ada mindset orang yang ikut tax amnesty berpikir tidak perlu lagi lapor. Nah, ini yang menyebabkan compliance-nya rendah lagi.

Apa prinsip hidup yang masih Anda pegang hingga saat ini?

Saya punya satu falsafah hidup ‘your life is your legacy’. Hidupmu adalah warisan bagi generasi berikutmu. Di dalam hidup, saya berusaha untuk selalu berbuat yang terbaik, tentunya semampu saya.

Saya sebagai manusia tentu punya keterbatasan dan punya banyak kekurangan. Namun, bagaimanapun, saya berusaha coba untuk membuat sesuatu yang berbeda, membuat seuatu hal yang orang bisa mengingat saya dengan baik.

Apa yang membuat Anda lebih unggul dibandingkan kandidat lain sehingga layak untuk dipilih?

Pertama, saya masih muda. Saya energik. Kedua, saya punya ide-ide brilian buat IKPI karena saya seorang organisatoris. Ketiga, saya mantan aparatur DJP, yang tahu persis seperti apa birokrasi di Kemenkeu, khususnya DJP.

Keempat, saya pernah di legislasi di DPR RI. Artinya, saya paham proses legislasi di Parlemen. Saya bisa berkomunikasi dengan partai politik karena sampai hari ini masih menjadi anggota dari salah satu partai politik.

Kelima, saya punya ide-ide yang milenial. Ide-ide yang mensimplikasi temen-temen muda di dalam berorganisasi. Saya menghargai temen-temen yang senior dari saya untuk menjadi pengurus, saya akan tempatkan di dewan pengawas sehingga bisa mengawasi yang muda-muda yang bekerja ini dengan baik. Biarkan yang muda ambil peran. Kalau bukan hari ini anak muda diberi kesempatan, kapan lagi? *

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 19 Desember 2024 | 15:05 WIB KONSULTAN PAJAK

Hasil USKP Periode III/2024 Sudah Diumumkan! 450 Peserta Lulus

Rabu, 18 Desember 2024 | 14:00 WIB KONSULTASI CORETAX

Karyawan yang Diberikan Kuasa untuk Coretax, Apakah Harus Ikut USKP?

Kamis, 05 Desember 2024 | 17:17 WIB RUU KONSULTAN PAJAK

Dorong Pembahasan RUU Konsultan Pajak, Asosiasi Perlu Ajak Pemerintah

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:30 WIB KOTA BATAM

Ada Pemutihan, Pemkot Berhasil Cairkan Piutang Pajak Rp30 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Bagaimana Cara Peroleh Diskon 50 Persen Listrik Januari-Februari 2025?

Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan