Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah berupaya menyelesaikan ketentuan teknis yang diperlukan untuk menerapkan prinsip ultimum remedium atau sanksi pidana sebagai upaya terakhir dalam menangani pelanggaran di bidang cukai.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC Nirwala Dwi Heryanto mengatakan ketentuan teknis tersebut akan berupa peraturan pemerintah (PP) dan peraturan menteri keuangan (PMK). Ketentuan tersebut ditargetkan dapat berlaku mulai 2023.
"PP dan PMK tersebut ditargetkan dapat selesai pada akhir Desember 2022 dan akan diberlakukan pada 1 Januari 2023," katanya, Jumat (21/10/2022).
Nirwala menuturkan penerapan prinsip ultimum remedium dalam pelanggaran cukai telah diatur dalam UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Dalam hal ini, 1 PP dan 2 PMK akan diterbitkan untuk mengimplementasikannya.
Dia mencontohkan rancangan PMK terkait dengan tata cara penghentian penyidikan tindak pidana cukai sudah disiapkan dan difinalisasi. Menurutnya, rancangan PMK tersebut masih harus menunggu RPP, yang juga baru difinalisasi pekan depan.
UU HPP merevisi UU 39/2007 tentang Cukai dengan memperkenalkan prinsip ultimum remedium dalam menangani pelanggaran cukai. UU HPP juga mengatur penyesuaian sanksi administrasi dalam upaya pemulihan kerugian pendapatan negara pada saat penelitian dan penyidikan.
Melalui ketentuan dalam UU HPP, pejabat DJBC berwenang meneliti dugaan pelanggaran di bidang cukai. Dalam hal ini, hasil penelitian merupakan pelanggaran administratif di bidang cukai maka bisa diselesaikan dengan membayar sanksi administratif.
Penelitian atas dugaan pelanggaran di bidang cukai hanya dibatasi pada 5 pasal yaitu Pasal 50, Pasal 52, Pasal 54, Pasal 56, dan Pasal 58 UU Cukai.
Kelima pasal tersebut terkait dengan pelanggaran perizinan, pengeluaran barang kena cukai, barang kena cukai tidak dikemas, barang kena cukai yang berasal dari tindak pidana, dan jual beli pita cukai.
Hasil penelitian yang tidak berujung pada penyidikan mewajibkan pelaku membayar sanksi administratif berupa denda sebesar 3 kali jumlah cukai yang seharusnya dibayar.
Kemudian, perubahan juga berlaku untuk Pasal 64 UU Cukai yang terkait dengan pemulihan kerugian pendapatan negara pada tahap penyidikan. Pada UU Cukai yang berlaku, penghentian penyidikan wajib membayar pokok cukai ditambah sanksi denda 4 kali cukai kurang dibayar.
Namun, melalui UU HPP, pemulihan kerugian pendapatan negara saat tahap penyidikan dilakukan dengan membayar sanksi denda sebesar 4 kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
Pelaku juga bisa terhindar dari pidana penjara saat perkara sudah masuk ke pengadilan dan sudah membayar sanksi administratif. Simak ‘Besaran Sanksi Ultimum Remedium atas Pidana Cukai di UU HPP’ (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.