KAMBOJA

Kenakan Tarif Preferensial, Negara Ini Kehilangan Setoran Rp11 Triliun

Dian Kurniati | Minggu, 07 Agustus 2022 | 11:30 WIB
Kenakan Tarif Preferensial, Negara Ini Kehilangan Setoran Rp11 Triliun

Ilustrasi.

PHNOM PENH, DDTCNews - Pemerintah Kamboja mencatat nilai potensi penerimaan negara yang hilang karena penerapan tarif bea masuk preferensial sudah hampir mencapai US$800 juta atau setara dengan Rp11,9 triliun dalam beberapa tahun terakhir.

Wakil Dirjen Bea dan Cukai Pha Engveng mengatakan tarif bea masuk preferensial diberikan berdasarkan perjanjian perdagangan bebas (FTA). Menurutnya, insentif ini dimaksudkan mendorong investasi di sektor otomotif dan elektronik, serta mendukung pengusaha lokal.

"Kamboja telah menandatangani FTA di bawah Asean dan Asean Plus. Pada semester I/2022 saja, kami telah memperhitungkan impor bebas bea dari negara-negara Asean sudah mendekati US$200 juta," katanya, dikutip pada Minggu (7/8/2022).

Baca Juga:
Bertambah! Aspek Penelitian Restitusi Dipercepat WP Kriteria Tertentu

Engveng menuturkan penerimaan kepabeanan akan selalu tergantung pada kegiatan perdagangan internasional. Menurutnya, pengumpulan jenis penerimaan ini akan optimal apabila tren ekonomi global juga mencatatkan kinerja positif.

Meski demikian, penerimaan kepabeanan juga dipengaruhi kebijakan yang berlaku. Salah satunya ialah kebijakan pemberlakuan tarif bea masuk preferensial yang membuat potensi penerimaan negara menyusut.

Tarif bea masuk preferensial misalnya diberikan atas impor bahan baku dan penolong asal negara tertentu yang digunakan dalam produksi produk substitusi di dalam negeri. Untuk tujuan ini, potensi penerimaan negara yang hilang karena tarif preferensial mencapai lebih dari US$500 juta.

Baca Juga:
Ajukan NPWP Non-Efektif, WP Perlu Cabut Status PKP Dahulu

Lalu, pemerintah kehilangan potensi penerimaan sekitar US$60-US$70 juta pada tahun ini karena implementasi peta jalan untuk mendorong sektor otomotif dan elektronik.

"Peta jalan ini disiapkan pemerintah untuk mengalihkan manufaktur dari proses produksi padat karya ke model produksi berteknologi tinggi," ujar Engveng dilansir phnompenhpost.com. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Minggu, 02 Februari 2025 | 15:30 WIB PMK 119/2024

Bertambah! Aspek Penelitian Restitusi Dipercepat WP Kriteria Tertentu

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Ajukan NPWP Non-Efektif, WP Perlu Cabut Status PKP Dahulu

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

DJP Terbitkan Buku Manual Coretax terkait Modul Pembayaran

BERITA PILIHAN
Minggu, 02 Februari 2025 | 15:30 WIB PMK 119/2024

Bertambah! Aspek Penelitian Restitusi Dipercepat WP Kriteria Tertentu

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Ajukan NPWP Non-Efektif, WP Perlu Cabut Status PKP Dahulu

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:30 WIB KEPALA BPPK ANDIN HADIYANTO

‘Tak Hanya Unggul Teknis, SDM Kemenkeu Juga Perlu Berintegritas’

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

DJP Terbitkan Buku Manual Coretax terkait Modul Pembayaran

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:15 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Lima Hal yang Membuat Suket PP 55 Dicabut Kantor Pajak

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:00 WIB KOTA BANTUL

Banyak Penambang Tak Terdaftar, Setoran Pajak MBLB Hanya Rp20,9 Juta

Minggu, 02 Februari 2025 | 12:00 WIB CORETAX DJP

PIC Kini Bisa Delegasikan Role Akses Pemindahbukuan di Coretax DJP

Minggu, 02 Februari 2025 | 11:30 WIB KOTA MEDAN

Wah! Medan Bisa Kumpulkan Rp784,16 Miliar dari Opsen Pajak

Minggu, 02 Februari 2025 | 10:30 WIB PMK 116/2024

Organisasi dan Tata Kerja Setkomwasjak, Unduh Peraturannya di Sini