Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan akan mengevaluasi kebijakan tarif PPh final 0,5% bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Selasa (3/9/2024).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan evaluasi diperlukan untuk mempertimbangkan perlu tidaknya insentif pajak untuk UMKM—yang berlaku sejak tahun pajak 2018—dilanjutkan lagi oleh pemerintah.
"Insentif pajak ini sebenarnya tetap, cuma fasilitas menggunakan PPh final ini kita evaluasi. Apakah masih dibutuhkan atau UMKM memang sudah makin punya kapasitas sehingga bisa diperlakukan secara lebih adil," katanya.
Sri Mulyani menjelaskan skema PPh final tersebut sesungguhnya tidak sepenuhnya adil bagi UMKM. Sebab, skema ini mewajibkan wajib pajak untuk membayar pajak berdasarkan pada omzet, bukan berdasarkan pada laba bersih yang sebenarnya.
"Ini tidak mencerminkan 100% keadilan. Bisa saja omzetnya Rp600 juta, di atas setengah miliar, tapi dia cost-nya gede banget sehingga sebetulnya dia beroperasi berat, atau impas, atau rugi bahkan. Itu dia tetap harus bayar pajak, kan tidak adil," ujar Sri Mulyani.
UMKM sesungguhnya dapat membayar pajak berdasarkan laba bersih apabila mereka memilih untuk menghitung dan membayar pajaknya sesuai dengan ketentuan umum. Namun, UMKM yang hendak membayar pajak sesuai dengan ketentuan umum harus melaksanakan pembukuan.
Selain evaluasi kebijakan PPh final UMKM, ada pula ulasan mengenai rencana pemerintah untuk meredesain insentif pajak. Ada pula ulasan mengenai kontribusi BUMN terhadap penerimaan pajak dan pelantikan pejabat eselon II Kementerian Keuangan.
Anggota Komite IV DPD Evi Zainal Abidin mendorong pemerintah memperpanjang jangka waktu pemanfaatan skema PPh final UMKM, utamanya bagi wajib pajak orang pribadi yang telah memakai skema PPh final UMKM sejak tahun pajak 2018.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) 55/2022, wajib pajak orang pribadi yang memanfaatkan skema PPh final UMKM sejak 2018 berhak memanfaatkan skema tersebut maksimal hingga tahun pajak 2024.
"Saya banyak ditanya, insentif PPh final UMKM 0,5% akan berakhir tahun ini, dilanjutkan tidak? Sebagai insan yang juga mewakili koperasi, saya harap pemerintah mendatang bisa memformulasikan insentif pajak untuk UMKM dan koperasi," kata Evi. (DDTCNews)
Pemerintah berencana mendesain ulang kebijakan insentif pajak agar sejalan dengan implementasi Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan rencana redesain kebijakan insentif pajak ini mulai dibahas bersama Menteri Investasi/Kepala BKPM Rosan Roeslani. Alasannya, rencana implementasi pajak minimum global akan memengaruhi pola arus investasi di level global.
"Untuk itu, pemerintah perlu mendesain kebijakan secara cermat sehingga dapat memanfaatkan momentum tersebut," katanya. (DDTCNews)
Kementerian BUMN mencatat perusahaan-perusahaan milik negara telah menyetorkan pajak hingga Rp1.391,4 triliun sepanjang periode 2020 sampai dengan 2023.
Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan setoran pajak dari BUMN-BUMN ke kas negara tersebut terus meningkat dari tahun ke tahun sejalan dengan naiknya profitabilitas.
"Tentu kontribusi perpajakan bisa terus meningkat tersebut tidak lain karena kinerja perusahaan sendiri membaik," tuturnya. (DDTCNews)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati resmi melantik 49 pejabat pimpinan tinggi pratama atau pejabat eselon II dan pejabat noneselon setara dengan pejabat pimpinan tinggi pratama di lingkungan Kementerian Keuangan.
Sri Mulyani mengatakan pelantikan ini menjadi bagian dari rotasi, promosi, dan pengisian posisi yang kosong akibat purnatugas. Menurutnya, rotasi dan promosi pegawai juga dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan organisasi.
"Semuanya memiliki tugas yang sama, yaitu harus menjadi pemimpin di unit yang Anda akan kelola. Anda bukan sekedar pejabat, tetapi harus menjadi pemimpin di mana role model akan selalu dilihat oleh anak buahnya," ujarnya. (DDTCNews)
Pengeluaran masyarakat kelas menengah di Indonesia mengalami perubahan dalam 5 tahun terakhir. Salah satunya ialah porsi pengeluaran kelas menengah untuk membayar pajak atau iuran.
Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang diolah BPS menunjukkan bahwa masyarakat kelas menengah di Indonesia lebih banyak merogoh kocek untuk membayar pajak atau iuran pada 2024 ketimbang pada 2019.
Pembayaran pajak atau iuran pada 2019 mencapai 3,48% dari total pengeluaran. Sementara itu, pada 2024, pembayaran pajak atau iuran oleh masyarakat kelas menengah meningkat menjadi 4,53%. (Kontan)
Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur Indonesia pada Agustus 2024 tercatat di level 48,9 atau kembali mengalami kontraksi posisi bulan sebelumnya sebesar 49,3.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan kontraksi PMI manufaktur Indonesia pada Agustus 2024 dipengaruhi oleh penurunan pada output dan permintaan baru yang tajam sejak Agustus 2021.
Menurutnya, kontraksi PMI manufaktur yang lebih dalam tersebut tidak mengherankan karena belum ada kebijakan signifikan untuk mendorong kinerja industri. (DDTCNews/Kompas)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.