REVOLUSI teknologi informasi dan komunikasi hari ini telah berkembang sangat pesat dan keterbukaannya saat ini seakan menjadi indikator tumbuh berkembangnya suatu negara.
Para pelaku bisnis pun mulai memanfaatkan perkembangan teknologi untuk memperoleh penghasilan semaksimal mungkin dari aktivitas usaha yang dilakukan. Salah satu kegiatan yang biasa dilakukan tetapi seringkali dianggap remeh adalah kegiatan paid promote dan endorsement.
Dari berbagai sumber di internet, paid promote dapat diartikan sebagai aktivitas membayar seseorang yang biasanya memiliki jumlah followers banyak di sosial media (seperti instagram) untuk mempromosikan barang atau jasa milik penjual. Sedangkan endorsement adalah mempromosikan barang/jasa yang diberikan gratis oleh pihak penjual kepada pemilik akun sosial media tersebut.
Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak dalam posting-an di halaman resminya menyebut endorsement ini sebagai salah satu bentuk model bisnis classified ads. Hal ini diatur dalam Surat Edaran (SE) Dirjen Pajak No. SE/62/PJ/2013 tentang Penegasan Ketentuan Perpajakan atas Transaksi E-Commerce.
Menurut SE-62/2013, classified ads adalah kegiatan menyediakan tempat dan/atau waktu untuk memajang content (teks, grafik, video penjelasan, informasi, dan lain-lain) barang dan/atau jasa bagi pengiklan untuk memasang iklan yang ditujukan kepada pengguna iklan melalui situs uang disediakan oleh penyelenggara classified ads.
Di sisi lain, saat ini lebih dari 50% penduduk Indonesia telah terhubung kejaringan internet (BPS, 2017) dengan didominasi oleh kalangan milenial. Hal ini diprediksi akan semakin meningkat seiring dengan majunya teknologi. Konsekuensinya, akan terjadi perubahan pola hidup masyarakat modern dalam bergaul, bersosialisasi, berpolitik, bahkan beraktifitas dalam melakukan kegiatan ekonomi.
Artinya, dapat diperkirakan aktivitas paid promote/endorsement ini akan semakin marak, menjamur dan bahkan dapat menjadi tren yang dapat dilakukan oleh siapa pun dengan perolehan penghasilan yang beragam, mulai puluhan ribu hingga jutaan rupiah.
Potensi Pajak dari Transaksi Aktivitas Paid Promote dan Endorsement
Potensi penghasilan dari aktivitas iklan yang di posting lewat dunia maya ini sangat besar. Aktivitas iklan ini dapat tersebar dalam jangkauan yang luas, dari domestik hingga global. Dilihat dari sisi perpajakan, aktivitas ini menimbulkan penghasilan atau tambahan ekonomis, sehingga wajib dikenakan pajak.
Masih dalam SE-62/2013, penghasilan dari jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media lain untuk penyampaian informasi merupakan objek PPh yang wajib dilakukan pemotongan PPh Pasal 23, Pasal 21 atau Pasal 26 sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Termasuk dalam pengertian media lain untuk penyampaian informasi adalah situs internet yang digunakan untuk mengoperasikan toko, memajang content (kalimat, grafik, video penjelasan, informasi, dan lain-lain) barang dan/atau jasa, dan/atau melakukan penjualan.
Hal ini juga selaras dengan yang diatur dalam PMK No.244/PMK.03/2008 terkait jasa penyediaan tempat dan atau waktu dalam media massa, media luar ruang atau media lain untuk menyampaikan informasi, dengan tarif PPh Pasal 23 sebesar 2% dari penghasilan bruto.
Selain itu karena jenis aktivitas tersebut tidak termasuk dalam negative list (jasa yang tidak dikenai pajak pertambahan nilai/PPN dalam Undang-Undang PPN), periklanan ini dapat pula dikategorikan sebagai jasa kena pajak yang dapat dikenakan PPN sebesar 10%.
Dengan pengenaan pajak-pajak tersebut ditambah potensi penghasilan yang kian meningkat, maka penerimaan pajak dari aktivitas paid promote dan endorsement masih dapat dioptimalkan oleh pemerintah.
Solusi untuk Memajaki Aktivitas Paid Promote dan Endorsement
Untuk memajaki aktivitas ini secara optimal, setidaknya ada beberapa hal yang dapat diupayakan. Pertama, pemerintah perlu bekerja sama dengan pegelola unit perusahaan akun sosial media Indonesia untuk mendukung segala regulasi pajak yang akan ditetapkan.
Atas hal ini, pemerintah pun dapat mengambil tindakan tegas apabila unit perusahaan menolak untuk bekerja sama. Ini menjadi pondasi utama kekuatan pemerintah untuk dapat menetapkan kebijakan pada step berikutnya.
Kedua, pemerintah perlu membatasi kepemilikan dan penguasaan serta penggunaan akun media sosial milik masyarakat seperti halnya yang telah dilakukan pada pembatasan kepemilikan kartu SIM pada telepon genggam dan aturan satu NIK.
Dalam hal ini, NPWP bisa jadi hanya dapat digunakan untuk dua akun sosial media dengan ragam yang sama. Dengan aturan ini pemerintah tidak dapat dibohongi dengan akun-akun anonim yang berpotensi merugikan pendapatan negara.
Selain itu, dalam konteks lain dapat pula mengurangi penyebaran isu hoax yang marak terjadi di masyarakat, sehingga segala penyebaran berita melalui akun media sosial dapat dipertanggungjawabkan.
Ketiga, Ditjen Pajak melalui Kementerian Keuangan selaku otoritas pelaksana perlu menetapkan range nilai pasar atas iklan yang diposting dengan indikator jumlah followers atau viewers yang dimiliki untuk dapat menentukan dasar pengenaan pajak, sehingga dapat mengkalkulasi penghasilan kena pajak yang sebenarnya.
Hal ini berguna untuk menciptakan rasa keadilan dan kejelasan dalam pemungutan pajaknya, sesuai dengan asas equality dan certainty dari “The Four Maxims” oleh Adam Smith dalam bukunya Wealth of Nations.
Keempat, Ditjen Pajak perlu bekerja sama dengan seluruh masyarakat untuk turut serta mengawasi dan melaporkan adanya aktivitas paid promote dan endorsement yang dilakukan dan memberikan reward tertentu sebagai apresiasi kepada si pelapor.
Strategi ini sangat diperlukan karena yang menjadi masalah utama dalam aktivitas paid promote dan endorsement ini justru pengawasan atas kepatuhan pembayaran pajak (tax compliance), mengingat bahwa sifat transaksinya yang untraceable.
Kelima, Ditjen Pajak perlu membentuk unit sekaligus tim khusus untuk menyasar para pelaku aktivitas paid promote dan endorsement yang masuk ke dalam kategori e-commerce classified ads menurut SE-62/2013.Tugas unit ini adalah melakukan penyelidikan dan investigasi serta melakukan perekaman data baik yang bersumber dari laporan masyarakat atau hasil investigasi unit atau tim sendiri untuk kepentingan verifikasi atas akun pengguna aktivitas ini.
Terakhir, dengan menerapkan berbagai strategi tersebut secara optimal, potensi pajak atas transaksi aktivitas paid promote dan endorsement di era ekonomi digital ini dapat tergali secara maksimal. Harapannya, lagi-lagi, target penerimaan pajak tercapai dan bisa dimanfaatkan untuk memakmurkan rakyat.*
*Artikel esai ini merupakan salah satu dari 15 esai terpilih yang lolos seleksi awal DDTCNews Tax Competition 2018.
(Disclaimer)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.