Ilustrasi. Foto: Britannica
WASHINGTON DC, DDTCNews - Pelaku usaha Amerika Serikat (AS) yang tergabung dalam US Chamber of Commerce meminta para capres AS untuk mempertahankan tarif pajak korporasi yang saat ini sebesar 21%.
Menurut asosiasi tersebut, kebijakan pajak yang pro-pertumbuhan ekonomi diperlukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan para pekerja dan mempertahankan daya saing ekonomi AS.
"Kebijakan yang pro-pertumbuhan tidak hanya menumbuhkan ekonomi saja, melainkan juga upah pekerja dan standar hidup. Kebijakan pajak yang pro-pertumbuhan juga memastikan bahwa AS memiliki daya saing untuk menarik investasi, pekerjaan, dan inovasi ke dalam negeri," ungkap US Chamber of Commerce dalam keterangan resminya, dikutip Senin (26/8/2024).
US Chamber of Commerce berpandangan setidaknya terdapat 3 dampak negatif dari kenaikan tarif pajak korporasi terhadap perekonomian. Pertama, kenaikan pajak korporasi bakal menurunkan return of investment para pemegang saham.
Laba perusahaan tidak hanya dikenai pajak korporasi. Penghasilan kembali dipajaki ketika perusahaan mendistribusikan labanya ke para pemegang saham dalam bentuk dividen. Kombinasi ini meningkatkan tarif efektif yang dikenakan atas laba.
"Makin tinggi tarif pajak efektif gabungan, makin besar pula disinsentif bagi investor untuk menanamkan modalnya pada perusahaan-perusahaan," tulis US Chamber of Commerce.
Kedua, kenaikan tarif pajak korporasi tak hanya berdampak pada pemegang saham, melainkan juga pada pekerja dan konsumen. Pasalnya, kenaikan tarif pajak korporasi bakal menekan upah pekerja dan meningkatkan harga yang ditanggung oleh konsumen.
Ketika tarif pajak naik, kebijakan tersebut menekan sumber daya milik perusahaan yang seharusnya bisa didistribusikan kepada pekerja lewat kenaikan upah. Kenaikan tarif pajak juga diikuti dengan kenaikan harga mengingat perusahaan memiliki tanggung jawab untuk memberikan keuntungan yang wajar kepada investor.
Ketiga, perusahaan AS beroperasi secara global dan bersaing dengan perusahaan-perusahan dari negara lain. Ketika AS mengenakan pajak yang tinggi atas perusahaan yang berkantor pusat di dalam negeri, perusahaan tersebut berada pada posisi yang kurang menguntungkan bila dibandingkan dengan perusahaan yang berkantor pusat di luar negeri.
Bila dibiarkan, perusahaan AS akan terdorong untuk memindahkan kantor pusat dan operasinya ke yurisdiksi dengan tarif pajak yang lebih rendah.
Seperti diketahui, capres AS dari Partai Demokrat Kamala Harris berencana untuk meningkatkan tarif pajak korporasi dari 21% menjadi 28%. Tambahan penerimaan dari kenaikan pajak korporasi akan digunakan untuk mendanai insentif-insentif pajak bagi kelas menengah dan pekerja.
Berbanding terbalik, capres dari Partai Republik Donald Trump berencana untuk menurunkan tarif pajak korporasi menjadi 20%. Dalam kesempatan lain, Trump mengungkapkan keinginannya untuk menurunkan tarif pajak korporasi menjadi tinggal 15%. Meski demikian, Trump berpandangan pajak korporasi sebesar 15% masih sulit untuk diterapkan.
Untuk menambal kekurangan penerimaan, Trump berencana untuk mengenakan bea masuk 10% hingga 20% atas seluruh impor dan bea masuk khusus sebesar 60% atas impor dari China. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.