PMK 81/2024

Jelang Coretax Diterapkan, Regulasi Pemindahbukuan Pajak Ditata Ulang

Muhamad Wildan | Selasa, 05 November 2024 | 16:30 WIB
Jelang Coretax Diterapkan, Regulasi Pemindahbukuan Pajak Ditata Ulang

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 81/2024 merombak ketentuan pemindahbukuan yang selama ini diatur berdasarkan PMK 242/2014 s.t.d.d PMK 18/2021.

PMK 81/2024 membagi pemindahbukuan ke dalam 2 kategori, yaitu pemindahbukuan berdasarkan permohonan wajib pajak dan pemindahbukuan secara jabatan.

"Pemindahbukuan adalah suatu proses memindahbukukan penerimaan pajak untuk dibukukan pada penerimaan pajak yang sesuai," bunyi Pasal 1 angka 108 PMK 81/2024, dikutip pada Selasa (5/11/2024).

Baca Juga:
Catat! Pengkreditan Pajak Masukan yang Ditagih dengan SKP Tak Berubah

Secara umum, pemindahbukuan dapat dilakukan untuk pembayaran PPh, PPN, PPnBM, bea meterai, PBB, pajak penjualan, dan pajak karbon.

Merujuk pada Pasal 109 ayat (1) PMK 81/2024, pemindahbukuan diajukan oleh wajib pajak kepada dirjen pajak atas: penggunaan deposit pajak, atas pembayaran PPh PHTB yang belum dilakukan penelitian untuk penerbitan surat keterangan penelitian formal bukti penyetoran PPh.

Kemudian, atas penyetoran di muka bea meterai yang belum digunakan untuk menambah saldo deposit pada mesin teraan meterai digital, dan atas jumlah pembayaran yang lebih besar dari pajak terutang.

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Namun, perlu dicatat, pemindahbukuan atas jumlah pembayaran yang lebih besar dari pajak terutang tidak dapat diajukan atas:

  1. pembayaran melalui SSP yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak yang tidak dapat dikreditkan berdasarkan Pasal 9 ayat (8) UU PPN;
  2. pembayaran atas penyetoran bea meterai dalam rangka distribusi meterai elektronik kepada badan usaha yang bekerja sama dengan Perum Peruri dan dalam rangka penjualan meterai tempel oleh PT Pos Indonesia;
  3. pembayaran pajak yang kode billing-nya diterbitkan oleh sistem billing yang tidak diadministrasikan DJP;
  4. pembayaran pajak yang dianggap sebagai penyampaian SPT Masa;
  5. pembayaran pajak sebagai satu kesatuan dengan penyampaian SPT; atau
  6. pembayaran pajak yang sudah diperhitungkan dengan pajak terutang dalam STP, SKPKB, SKPKBT, SKP PBB, STP PBB, SPPT, surat keputusan pembetulan, surat keputusan keberatan, surat keputusan persetujuan bersama, putusan banding, serta putusan PK yang menambah jumlah pajak yang masih harus dibayar.

Untuk melakukan pemindahbukuan, permohonan harus diajukan oleh wajib pajak yang identitasnya tertera dalam bukti pembayaran. Perlu dicatat, pemindahbukuan tersebut hanya dapat dilakukan antarpembayaran pajak dalam mata uang yang sama.

Lebih lanjut, terdapat 6 jenis pemindahbukuan yang dapat dilakukan secara jabatan. Pertama, pemindahbukuan atas bukti pemindahbukuan yang terdapat kesalahan dalam penerbitan.

Baca Juga:
Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Kedua, pemindahbukuan atas pembayaran/penyetoran pajak yang berdasarkan data dan informasi perlu dilakukan pemindahbukuan.

Ketiga, pemindahbukuan atas deposit pajak untuk melunasi utang pajak yang masih tersisa saat penghapusan NPWP. Keempat, pemindahbukuan atas deposit pajak wajib pajak yang dihapus NPWP-nya karena penggabungan usaha ke wajib pajak hasil penggabungan usaha.

Kelima, pemindahbukuan atas pembayaran/penyetoran pajak yang terdapat perbaikan data penerimaan dari DJPb. Keenam, pemindahbukuan atas pembayaran/penyetoran pajak sebagai tindak lanjut penyitaan oleh juru sita.

Baca Juga:
Apa Itu Barang Tidak Kena PPN serta PPN Tak Dipungut dan Dibebaskan?

"Dirjen pajak menerbitkan bukti pemindahbukuan dalam hal permohonan pemindahbukuan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 109 atau pemindahbukuan secara jabatan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 110," bunyi Pasal 111 ayat (1) huruf a PMK 81/2024.

Bukti pemindahbukuan akan menjadi dasar penyesuaian atas pembayaran dan penyetoran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak.

PMK 81/2024 bakal mulai berlaku pada 1 Januari 2025. Sejak tanggal tersebut, PMK 242/2014 s.t.d.d PMK 18/2021 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. (rig)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra