BERITA PAJAK HARI INI

Implementasi Pajak Karbon Ditunda, Sri Mulyani Beri Penjelasan

Redaksi DDTCNews | Selasa, 29 Maret 2022 | 08:28 WIB
Implementasi Pajak Karbon Ditunda, Sri Mulyani Beri Penjelasan

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah menunda pemberlakuan pajak karbon yang semula direncanakan berlaku mulai 1 April 2022. Penundaan tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (29/3/2022).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah masih mematangkan sejumlah peraturan yang berkaitan dengan pajak karbon. Dia pun menegaskan setiap pengaturan akan disusun secara hati-hati.

“Pajak karbon, karena roadmap-nya masih belum selesai 100% dan beberapa peraturannya. Kita masih akan melakukan beberapa persiapan untuk bisa dilaksanakan pada pertengahan tahun,” ujar Sri Mulyani.

Baca Juga:
Pedagang Gunakan QRIS untuk Pembayaran, Konsumen Bayar PPN 12 Persen?

Sri Mulyani menegaskan pemerintah tetap akan menjaga perekonomian tetap bergerak. Pada saat yang bersamaan, berbagai upaya reformasi tetap bisa berjalan bertahap. Dengan demikian, masyarakat bisa tetap dijaga di tengah dinamisnya perkembangan perekonomian.

Sesuai dengan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), ada tahapan pengenaan pajak karbon. Pertama, pada 2021 dilakukan pengembangan mekanisme perdagangan karbon. Kedua, pada 2022—2024 diterapkan mekanisme pajak yang mendasarkan pada batas emisi (cap and tax) untuk sektor pembangkit listrik terbatas pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara.

Ketiga, pada 2025 dan seterusnya dilaksanakan implementasi perdagangan karbon secara penuh dan perluasan sektor pemajakan pajak karbon dengan penahapan sesuai dengan kesiapan sektor terkait. Perluasan sektor tetap memperhatikan kondisi ekonomi, kesiapan pelaku, dampak, dan/atau skala.

Baca Juga:
Sengketa Yuridis Pengenaan PPN atas Jasa Kecantikan

Selain mengenai penundaan implementasi pajak karbon, ada pula bahasan terkait dengan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. Kemudian, ada pula bahasan terkait dengan realisasi kinerja APBN, terutama penerimaan pajak.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Nilai Ekonomi Karbon

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan pada saat ini, pemerintah sedang menyiapkan peraturan perundang-undangan turunan dari UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) serta Perpres 98/2021.

“Kita ingin memastikan konsistensi kebijakan dari pajak karbon ini dalam konteks nilai ekonomi karbon. Dalam perpres nilai ekonomi karbon itu terdapat juga pokok-pokok pengaturan tentang pasar karbon, yang memang dari awal kita ingin connect antara keduanya,” jelasnya.

Baca Juga:
Konsep PPN, Deviasi, dan Isu Kenaikan PPN 12%

Ketentuan pajak karbon semula akan dimulai pada 1 April 2022 dengan pengenaan pertama terhadap badan PLTU batu bara dengan tarif Rp30 per per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara. ‘Simak, Ini Skema Pengenaan Pajak Karbon dalam UU HPP’.

“Nah, di tengah-tengah kita menyiapkan semua peraturan perundang-undangan ini secara konsisten antara satu dengan yang lain, kita melihat ruang untuk menunda penerapan dari pajak karbon ini yang semula 1 April 2022, dapat kita tunda ke sekitar bulan Juli,” imbuh Febrio. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)

Mitigasi Lonjakan Pelaporan SPT Tahunan

Ditjen Pajak (DJP) melakukan sejumlah langkah untuk memitigasi lonjakan pelaporan SPT Tahunan 2021 secara online. Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan salah satu strategi yang dilakukan ialah menambah kapasitas server pada DJP Online.

Baca Juga:
Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak

“Sampai dengan saat ini kami terus berusaha untuk meningkatkan kapasitas. Ada beberapa server yang kita tambahkan,” kata Suryo. (DDTCNews)

Pelaporan SPT Tahunan

DJP mencatat hingga 28 Maret 2022 pukul 16.00 WIB, sebanyak 9,47 juta wajib pajak telah melaporkan SPT Tahunan 2021. Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan data SPT Tahunan yang masuk hingga saat ini masih lebih rendah ketimbang tahun lalu yang sebanyak 9,5 juta.

"Memang sedikit agak lebih rendah dari tahun kemarin,” ujar Suryo. (DDTCNews/Kontan)

Baca Juga:
Masih Ada Fasilitas Kepabeanan Tak Dimanfaatkan, DJBC Beri Penjelasan

Saluran e-SPT Dibuka Kembali

DJP membuka kembali saluran e-SPT yang semula telah ditutup secara bertahap mulai 28 Februari 2022. Saluran pelaporan e-SPT dibuka kembali pada Senin (28/3/2022). Otoritas mengatakan langkah ini ditempuh untuk memberikan kemudahan dan pelayanan yang baik di samping menyediakan e-form.

“Wajib pajak dapat melaporkan SPT 1770 dan SPT 1771 dengan melakukan unggah (upload) e-SPT (csv) SPT melalui login di https://pajak.go.id dengan menggunakan saluran pelaporan e-filing,” tulis DJP dalam laman resminya. Simak ‘Pengumuman dari DJP! e-SPT Dapat Digunakan Kembali oleh Wajib Pajak’. (DDTCNews)

Aturan Turunan UU HPP

Pemerintah sedang menyiapkan 4 peraturan pemerintah (PP) dan sekitar 40 peraturan menteri keuangan (PMK) untuk mendukung pelaksanaan UU HPP. Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan pemerintah sedang melakukan harmonisasi aturan teknis.

Baca Juga:
Catat! Dokumen WP Badan Era Coretax Diteken Pakai Sertel Pengurus

“Kami akan selesaikan secara berurutan nantinya. Jadi, beberapa yang selesai dalam proses harmonisasi kemarin. Kami terus lakukan finalisasi sampai dengan saat ini,” ungkap Suryo. (DDTCNews)

Kinerja Penerimaan Pajak

Pemerintah mencatat realisasi penerimaan pajak hingga Februari 2022 mengalami pertumbuhan sebesar 36,47%. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan penerimaan pajak hingga Februari 2022 senilai Rp199,4 triliun. Angka itu setara 15,8% dari target Rp1.265 triliun.

Sri Mulyani mengatakan data penerimaan pajak menggambarkan cerita positif yang terjadi pada awal 2022. Menurutnya, catatan positif tersebut menunjukkan tren pemulihan ekonomi yang terjadi di tengah pandemi Covid-19. (DDTCNews/Kontan) (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 27 Desember 2024 | 15:15 WIB KONSULTASI PAJAK

Pedagang Gunakan QRIS untuk Pembayaran, Konsumen Bayar PPN 12 Persen?

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Yuridis Pengenaan PPN atas Jasa Kecantikan

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:00 WIB KELAS PPN

Konsep PPN, Deviasi, dan Isu Kenaikan PPN 12%

Jumat, 27 Desember 2024 | 13:30 WIB UU HKPD

Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak

BERITA PILIHAN
Jumat, 27 Desember 2024 | 15:15 WIB KONSULTASI PAJAK

Pedagang Gunakan QRIS untuk Pembayaran, Konsumen Bayar PPN 12 Persen?

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:00 WIB KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu Pembukuan dalam bidang Kepabeanan?

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Yuridis Pengenaan PPN atas Jasa Kecantikan

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:00 WIB KELAS PPN

Konsep PPN, Deviasi, dan Isu Kenaikan PPN 12%

Jumat, 27 Desember 2024 | 13:30 WIB UU HKPD

Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:30 WIB LAPORAN BELANJA PERPAJAKAN

Masih Ada Fasilitas Kepabeanan Tak Dimanfaatkan, DJBC Beri Penjelasan

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:00 WIB PMK 81/2024

Catat! Dokumen WP Badan Era Coretax Diteken Pakai Sertel Pengurus

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 168/2023

Penghitungan PPh 21 Pegawai Tidak Tetap untuk Masa Pajak Desember

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Analisis Kesebandingan dalam Tahapan Penerapan PKKU

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jamin Stimulus Ekonomi Efektif, Birokrasi Penyaluran Perlu Dipermudah