KONSULTASI PAJAK

Fasilitas Pajak untuk Perusahaan R&D

Rabu, 11 November 2020 | 15:50 WIB
Fasilitas Pajak untuk Perusahaan R&D

Awwaliatul Mukarromah,
DDTC Fiscal Research

Pertanyaan:
SAYA adalah staf akuntansi pada suatu perusahaan R&D di Jakarta yang mengembangkan teknologi di bidang otomotif. Saya ingin bertanya, apakah fasilitas pengurangan penghasilan bruto untuk kegiatan penelitian dan pengembangan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2019 sudah berlaku efektif? Bagaimana mekanisme dan persyaratan untuk memanfaatkannya?

Reza, Jakarta.

Jawaban:
TERIMA kasih Bapak Reza atas pertanyaannya. Sesuai dengan Pasal 29C ayat (1) Peraturan Pemerintah No.45 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan (PP 45/2019), wajib pajak badan dalam negeri yang melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan tertentu di indonesia, dapat diberikan pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 300% dari jumlah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan penelitian dan pengembangan tertentu di Indonesia yang dibebankan dalam jangka waktu tertentu.

Selanjutnya, Pasal 29 ayat (2) PP 45/2019 mengatur kegiatan penelitian dan pengembangan tertentu adalah kegiatan penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia untuk menghasilkan invensi, inovasi, penguasaan teknologi baru, dan/atau alih teknologi bagi pengembangan industri untuk peningkatan daya saing industri nasional.

Ketentuan lebih lanjut terkait hal tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 153/PMK.010/2020 tentang Pemberian Pengurangan Penghasilan Bruto atas Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Tertentu di Indonesia (PMK 153/2020). Dalam Pasal 2 ayat (2) PMK 153/2020, yang dimaksud dengan pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 300% meliputi:

  1. pengurangan penghasilan bruto sebesar 100% dari jumlah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan penelitian dan pengembangan; dan
  2. tambahan pengurangan penghasilan bruto sebesar paling tinggi 200% dari akumulasi biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan penelitian dan pengembangan dalam jangka waktu tertentu.

Adapun besaran tambahan pengurangan penghasilan bruto sebesar paling tinggi 200% tersebut sesuai Pasal 2 ayat (3) PMK 153/2020 meliputi:

  1. 50% jika penelitian dan pengembangan menghasilkan hak kekayaan intelektual berupa paten atau hak PVT yang didaftarkan di kantor paten atau kantor perlindungan varietas tanaman (PVT) dalam negeri;
  2. 25% jika penelitian dan pengembangan menghasilkan hak kekayaan intelektual berupa paten atau hak PVT yang selain didaftarkan di kantor paten atau kantor PVT dalam negeri, juga didaftarkan di kantor paten atau kantor PVT luar negeri;
  3. 100% jika penelitian dan pengembangan mencapai tahap komersialisasi; dan/atau
  4. 25% jika penelitian dan pengembangan yang menghasilkan hak kekayaan intelektual berupa paten atau hak PVT dan/atau mencapai tahap komersialisasi, dilakukan melalui kerjasama dengan lembaga penelitian dan pengembangan pemerintah dan/atau lembaga pendidikan tinggi, di Indonesia.

Kemudian, Pasal 4 ayat (1) PMK 153/2020 mengatur penelitian dan pengembangan tertentu yang dapat diberikan tambahan pengurangan penghasilan bruto meliputi penelitian dan pengembangan yang:

  1. dilakukan oleh wajib pajak, selain wajib pajak yang menjalankan usaha berdasarkan kontrak bagi hasil, kontrak karya, atau perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan yang penghasilan kena pajaknya dihitung berdasarkan ketentuan tersendiri dalam kontrak yang berbeda dengan ketentuan umum di bidang pajak penghasilan;
  2. mulai dilaksanakan paling lama sejak berlakunya PP 45/2019;
  3. memenuhi kriteria:
  1. bertujuan untuk memperoleh penemuan baru;
  2. berdasarkan konsep atau hipotesa orisinal;
  3. memiliki ketidakpastian atas hasil akhirnya;
  4. terencana dan memiliki anggaran; dan
  5. bertujuan untuk menciptakan sesuatu yang bisa ditransfer secara bebas atau diperdagangkan di pasar; dan
  1. merupakan penelitian dan pengembangan prioritas dengan fokus dan tema sebagaimana tercantum dalam lampiran PMK 153/2020.

Selanjutnya, Pasal 4 ayat (2) PMK 153/2020 mengatur kegiatan yang tidak diberikan tambahan pengurangan penghasilan bruto meliputi kegiatan:

  1. penerapan rekayasa sepenuhnya dalam kegiatan produksi pada tahap awal produksi komersial;
  2. kendali mutu selama produksi komersial, termasuk pengujian rutin terhadap hasil produksi;
  3. perbaikan terhadap kerusakan yang terjadi selama produksi komersial;
  4. perbaikan, penambahan, pengayaan atau peningkatan kualitas lainnya yang bersifat rutin dari produk yang telah ada;
  5. penyesuaian dari kemampuan yang ada terhadap permintaan khusus atau kebutuhan pelanggan sebagai bagian dari kegiatan komersial yang berkesinambungan;
  6. perubahan rancangan secara musiman ataupun periodik dari produk yang telah ada;
  7. rancangan rutin dari peralatan dan cetakan;
  8. rekayasa konstruksi dan rancang bangun sehubungan dengan konstruksi, relokasi, pengaturan kembali, atau fasilitas permulaan yang digunakan (start-up of facilities) dan peralatan; dan/atau
  9. riset pemasaran.

Kemudian, Pasal 4 ayat (3) PMK 153/2020 mengatur biaya penelitian dan pengembangan yang dapat diberikan tambahan pengurangan penghasilan bruto meliputi biaya yang berkaitan dengan:

  1. aktiva selain tanah dan bangunan, berupa:
  1. biaya penyusutan aktiva tetap berwujud dan/atau biaya amortisasi aktiva tidak berwujud; dan
  2. biaya penunjang aktiva tetap berwujud yang meliputi listrik, air, bahan bakar dan biaya pemeliharaan;
  1. barang, dan/atau bahan;
  2. gaji, honor, atau pembayaran sejenis yang dibayarkan kepada pegawai, peneliti, dan/atau perekayasa yang dipekerjakan;
  3. pengurusan untuk mendapatkan hak kekayaan intelektual berupa paten atau hak PVT; dan/atau
  4. imbalan yang dibayarkan kepada lembaga penelitian dan pengembangan dan/atau lembaga pendidikan tinggi, di Indonesia, yang dikontrak oleh wajib pajak untuk melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan tanpa memiliki hak atas hasil dari penelitian dan pengembangan yang dilakukan.

Terakhir, Pasal 5 ayat (1) PMK 153/2020 mengatur besaran tambahan pengurangan penghasilan bruto yang dapat dimanfaatkan sebesar persentase tambahan pengurangan penghasilan bruto dikalikan akumulasi biaya penelitian dan pengembangan terkait untuk 5 tahun pajak terakhir sejak saat yang terjadi terlebih dahulu antara saat:

  1. pendaftaran hak kekayaan intelektual berupa paten atau hak PVT; atau
  2. mencapai tahap komersialisasi.

Sesuai Pasal 7 ayat (1) dan (2) PMK 153/2020, untuk mendapatkan tambahan pengurangan penghasilan bruto, wajib pajak harus mengajukan permohonan melalui OSS dengan melampirkan Surat Keterangan Fiskal dan proposal kegiatan penelitian dan pengembangan, yang paling sedikit memuat:

  1. nomor dan tanggal proposal kegiatan penelitian dan pengembangan;
  2. nama dan NPWP;
  3. fokus, tema, dan topik penelitian dan pengembangan;
  4. target capaian dari kegiatan penelitian dan pengembangan;
  5. nama dan NPWP dari rekanan kerja sama, jika penelitian dan pengembangan dilakukan melalui kerja sama;
  6. perkiraan waktu yang dibutuhkan sampai mencapai hasil akhir yang diharapkan dari kegiatan penelitian dan pengembangan;
  7. perkiraan jumlah pegawai dan/atau pihak lain yang terlibat dalam kegiatan penelitian dan pengembangan; dan
  8. perkiraan biaya dan tahun pengeluaran biaya.

Demikian jawaban kami. Semoga membantu.

(Disclaimer)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Selasa, 24 Desember 2024 | 13:11 WIB KONSULTASI CORETAX

Coretax Berlaku Nanti, Masih Bisa Minta Dokumen Dikirim Secara Fisik?

Senin, 23 Desember 2024 | 17:30 WIB KABUPATEN SIDOARJO

Veteran dan Pensiunan Dapat Insentif, Setoran PBB Tetap Capai Target

BERITA PILIHAN