BERITA PAJAK HARI INI

E-Faktur Belum Pakai NPWP 16 Digit, Ini Penjelasan DJP

Redaksi DDTCNews | Kamis, 04 Juli 2024 | 08:35 WIB
E-Faktur Belum Pakai NPWP 16 Digit, Ini Penjelasan DJP

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) menegaskan layanan terkait dengan e-faktur masih menggunakan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) 15 digit. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (4/7/2024).

Penyuluh Pajak Ahli Muda DJP Rian Ramdani mengatakan e-faktur tidak termasuk dalam 7 jenis layanan administrasi pajak yang sudah dapat dimanfaatkan dengan NPWP 16 digit sebagaimana diatur PER-6/PJ/2024. DJP pun belum melakukan pembaruan aplikasi e-faktur.

“Karena e-faktur tidak masuk list, berarti masih digunakan dengan parameter NPWP 15 digit sampai dengan pengumuman resmi dari DJP selanjutnya," katanya.

Baca Juga:
Catat! Pengkreditan Pajak Masukan yang Ditagih dengan SKP Tak Berubah

Rian menuturkan implementasi penuh NPWP 16 digit dalam layanan administrasi pajak dilaksanakan bertahap. Nantinya, DJP akan menyampaikan pemberitahuan apabila terdapat pembaruan e-faktur.

Berdasarkan pada PER-6/PJ/2024, apabila terdapat layanan tertentu selain 7 layanan maupun layanan yang tidak masuk dalam daftar pengumuman yang akan dikeluarkan DJP, wajib pajak tetap dapat mengaksesnya dengan menggunakan NPWP 15 digit.

Selain mengenai e-faktur dan NPWP 16 digit, ada pula ulasan terkait dengan coretax administration system. Kemudian, ada bahasan tentang survei e-bupot 21/26 yang tengah digelar DJP. Lalu, ada juga ulasan menyangkut insentif perpajakan.

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Berikut berita perpajakan selengkapnya.

Kesiapan Pihak yang Bertransaksi

Penyuluh Pajak Ahli Pratama DJP Imaduddin Zauki menjelaskan e-faktur belum memakai NPWP 16 digit karena mempertimbangkan kesiapan semua pihak yang melakukan transaksi. Terlebih, hingga saat ini masih ada pula Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang belum dipadankan dengan NPWP.

“Apabila identitas pembelinya ternyata masih [NPWP] 15 digit atau belum pemadanan, nanti akan terkendala," ujarnya.

Dia menuturkan DJP masih menunggu beberapa persiapan sebelum menerapkan NPWP 16 digit pada e-faktur secara penuh. Namun, dia menegaskan nantinya, e-faktur juga akan menggunakan NPWP 16 digit sebagaimana 7 layanan administrasi pajak dalam PER-6/PJ/2024. (DDTCNews)

Baca Juga:
Apa Itu Barang Tidak Kena PPN serta PPN Tak Dipungut dan Dibebaskan?

NPWP Lama dan NPWP 16 Digit Sampai Akhir Tahun

Penyuluh Pajak Ahli Pratama DJP Imaduddin Zauki mengatakan dengan terbitnya PER-6/PJ/2024, NIK dan NPWP 16 digit sama-sama bisa digunakan bersamaan dengan NPWP 15 digit yang sudah dimiliki oleh para wajib pajak.

"Dua-duanya tetap jalan. 16 digit bisa dilaksanakan, 15 digitnya pun masih digunakan NPWP-nya. Sampai akhir tahun saja di sini," kata Imaduddin Zauki.

Implementasi NIK sebagai NPWP dan NPWP 16 digit secara gradual ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada para pihak lain untuk melakukan penyesuaian atas sistem administrasinya. (DDTCNews)

Baca Juga:
Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Pengguna Sistem Coretax DJP

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan berbagai pengujian dilakukan sebelum coretax administration system (CTAS) diluncurkan. Pengujian tidak hanya dilakukan pada tataran internal otoritas pajak.

“Yang akan menggunakan coretax bukan hanya kami yang ada di Direktorat Jenderal Pajak sendiri. Yang akan menggunakan coretax ke depan adalah kami, wajib pajak, dan juga pihak-pihak di sekeliling yang membantu atau menjadi intermediasi,” ujar Suryo. (DDTCNews/Kontan)

Survei terkait dengan E-Bupot 21/26

DJP melakukan survei terkait dengan e-bupot 21/26. DJP mengatakan survei dibagikan melalui email berdomain @pajak.go.id. Tidak semua wajib pajak akan menerima email ini. Pasalnya, survei dikirimkan kepada beberapa wajib pajak terpilih.

Baca Juga:
Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

“DJP mengirimkan email blast dengan pengirim [email protected]. [Adapun] xxxx merupakan kode pembeda batch email blast untuk menghindari email terblokir oleh email provider, tulis DJP dalam sebuah pemberitahuan di Instagram.

Menurut otoritas pajak, masing-masing responden alam survei ini akan memiliki kode unik. Adapun kode unik tersebut digunakan oleh masing-masing responden untuk mengisi survei melalui tautan forms.office.com. (DDTCNews)

Pemberian PMN kepada Beberapa BUMN

Komisi XI DPR menyetujui pemberian penyertaan modal negara (PMN) senilai Rp28,28 triliun kepada sejumlah BUMN. Wakil Ketua Komisi XI Dolfie OFP mengatakan persetujuan diberikan setelah DPR mendalami usulan PMN 2024. Namun, Komisi XI menolak usulan PMN kepada Badan Bank Tanah (bank tanah).

Baca Juga:
Pemda Adakan Pengadaan Lahan, Fiskus Beberkan Aspek Perpajakannya

Dolfie menuturkan pemberian PMN kepada BUMN dilakukan melalui skema tunai dan nontunai. PMN nontunai dilaksanakan melalui konversi piutang dan inbreng aset atau barang milik negara (BMN). Simak ‘DPR Setujui Pemberian PMN kepada BUMN senilai Rp28,28 Triliun’. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)

Usulan Insentif Pajak Industri Farmasi

Kemenperin mengusulkan beragam relaksasi dan insentif khusus untuk mendukung pengembangan industri farmasi di Indonesia. Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif mengatakan dengan adanya insentif, masyarakat dapat mengakses fasilitas kesehatan secara memadai dan terjangkau.

Terdapat 3 kebijakan yang diusulkan Kemenperin. Pertama, penghapusan aturan persetujuan teknis (pertek) atas importasi bahan baku obat. Hal ini diperlukan untuk memudahkan impor bahan baku oleh industri farmasi. Aturan pertek seyogianya hanya diberlakukan atas impor obat-obatan jadi.

Baca Juga:
Bingkisan Natal Tidak Kena Pajak Natura Asalkan Penuhi Ketentuan Ini

Kedua, pengenaan bea masuk ditanggung pemerintah atas bahan baku obat yang belum diproduksi di Indonesia. Tak hanya itu, PPN atas bahan baku obat lokal juga harus dihapuskan. Ketiga, pemberian fasilitas tax allowance bagi industri farmasi dan industri alat kesehatan (alkes). (DDTCNews)

Insentif Kepabeanan

Kementerian Keuangan mencatat realisasi insentif kepabeanan hingga Mei 2024 senilai Rp13,8 triliun. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan realisasi insentif kepabeanan tersebut mengalami pertumbuhan sebesar 9,8% dibandingkan dengan periode yang sama 2023.

"Untuk Bea Cukai juga dalam mendorong kegiatan ekonomi mengelola kawasan berfasilitas kepabeanan," katanya.

Sri Mulyani dalam paparannya menyatakan insentif kepabeanan yang diberikan utamanya dalam bentuk penangguhan bea masuk kawasan berikat, pembebasan bea masuk Pasal 25 dan Pasal 26, serta pembebasan-penangguhan bea masuk di kawasan ekonomi khusus. (DDTCNews) (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra