Perkembangan produksi industri manufaktur besar dan sedang. (foto: BPS)
JAKARTA, DDTCNews – Ekspansi industri manufaktur besar dan sedang (IBS) pada 2018 tersendat. Hal ini terlihat dari realisasi pertumbuhan produksi IBS tahun lalu yang tercatat melambat.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan perlambatan pertumbuhan produksi IBS pada kuartal IV/2018 yang tercatat sebesar 3,90% pada gilirannya membuat produksi total sepanjang 2018 hanya tumbuh 4,07%. Angka ini lebih rendah dari pertumbuhan pada 2017 sebesar 4,74%.
“Kalau dibandingkan 2017 memang [produksi IBS] tumbuh agak melambat. Pada 2018 itu manufaktur manghadapi tantangan berat,” katanya dalam konferensi pers, Jumat (1/2/2019).
Tantangan tersebut, menurut Suhariyanto, berasal dari beberapa faktor. Pertama, perlambatan ekonomi di negara tujuan ekspor. Hal ini pada gilirannya menekan kapasitas produksi. Kedua, fluktuasi harga komoditas sepanjang 2018.
Ketiga, eskalasi perang dagang antara negara ekonomi kuat seperti Amerika Serikat, China, dan negara-negara Uni Eropa. Kondisi ini secara langsung ataupun tidak memberikan dampak negatif bagi upaya akselerasi manufaktur nasional.
Dia menyarankan pemerintah untuk fokus pada industri makanan untuk menggenjot industri pengolahan, terutama IBS, di masa mendatang. Segmen usaha ini hanya tumbuh 7,4% pada 2018 dan masih di bawah target pertumbuhan sebesar 8%–9%.
Fokus pada industri ini menjadi krusial karena penyumbang terbesar IBS dengan berkontribusi sebesar 25,4%. Pada tahun lalu, pertumbuhan produksi terbesar ada pada industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki. Namun, kendati mencatatkan pertumbuhan 18,78%, kontribusinya hanya 1,59%.
“Perhatian khusus perlu diberikan kepada industri makanan yang tumbuh di bawah target padahal share-nya paling besar ke manufaktur,” tegas Suhariyanto. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.