Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) menyatakan akan konsisten melakukan penegakan hukum pidana pajak
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor mengatakan konsistensi dalam penegakan hukum pidana pajak tersebut pada akhirnya dimaksudkan untuk memulihkan kerugian pada pendapatan negara.
“DJP akan terus konsisten menegakkan hukum pidana pajak demi terciptanya efek jera bagi pelaku dan efek gentar bagi masyarakat serta terpulihkannya kerugian pada pendapatan negara,” ujarnya melalui siaran pers, dikutip pada Kamis (3/11/2022).
Sesuai dengan Pasal 1 angka 5 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 239/2014 s.t.d.d PMK 18/2021, tindak pidana di bidang perpajakan adalah perbuatan yang diancam sanksi pidana oleh undang-undang di bidang perpajakan.
Hal tersebut meliputi Pasal 38, Pasal 39, Pasal 39A, Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 41B, Pasal 41C, dan Pasal 43 UU KUP, Pasal 24 dan Pasal 25 UU PBB, Pasal 13 dan Pasal 14 UU Bea Meterai, dan Pasal 41A UU PPSP.
Terkait dengan pemulihan kerugian pada pendapatan negara, pemerintah juga menerapkan asas ultimum remedium. Dengan asas tersebut, hukum pidana sebagai upaya terakhir dalam penegakan hukum. Penerapannya pada 3 tahapan, yakni pemeriksaan bukti permulaan, penyidikan, dan persidangan.
Neilmaldrin juga menyatakan akan terus mengungkap kasus-kasus tindak pidana pencucian uang. “DJP juga akan terus mengungkap kasus-kasus tindak pidana pencucian uang sebagai wujud komitmen Indonesia menjadi anggota Financial Action Task Force (FATF),” katanya.
Pemerintah berharap Indonesia ditetapkan sebagai anggota penuh FATF pada Februari 2023 setelah pelaksanaan mutual evaluation review (MER) selesai. Simak ‘Sri Mulyani Harap Indonesia Jadi Anggota Penuh FATF pada 2023’. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.