PENERIMAAN PAJAK

DJP Kumpulkan Rp2,27 Triliun Pajak Fintech, termasuk Pinjol

Redaksi DDTCNews | Jumat, 09 Agustus 2024 | 09:42 WIB
DJP Kumpulkan Rp2,27 Triliun Pajak Fintech, termasuk Pinjol

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Hingga Juli 2024, penerimaan pajak dari financial technology (fintech), termasuk peer to peer lending (P2P lending) – atau sering dikenal pinjaman online (pinjol) – mencapai Rp2,27 triliun.

Berdasarkan pada Siaran Pers Ditjen Pajak (DJP) Nomor SP-26/2024, penerimaan pajak fintech itu terdiri atas realisasi pada 2022 senilai Rp446,39 miliar, pada 2023 senilai Rp1,11 triliun, dan pada tahun berjalan (hingga Juli 2024) senilai Rp712,53 miliar.

“Pemerintah akan menggali potensi penerimaan pajak usaha ekonomi digital lainnya seperti … pajak fintech atas bunga pinjaman yang dibayarkan oleh penerima pinjaman,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti, dikutip pada Jumat (9/8/2024).

Baca Juga:
Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Adapun realisasi tersebut terdiri atas:

  • penerimaan PPh Pasal 23 atas bunga pinjaman yang diterima wajib pajak dalam negeri (WPDN) dan bentuk usaha tetap (BUT) senilai Rp747,93 miliar;
  • penerimaan PPh Pasal 26 atas bunga pinjaman yang diterima wajib pajak luar negeri (WPLN) senilai Rp281,28 miliar; serta
  • PPN dalam negeri atas setoran masa senilai Rp1,24 triliun.

Seperti diketahui, sesuai dengan PMK 69/2022, penyelenggaraan fintech adalah kegiatan penggunaan teknologi dalam sistem keuangan yang menghasilkan produk, layanan, teknologi, dan/atau model bisnis baru serta dapat berdampak pada stabilitas moneter, stabilitas sistem keuangan, dan/atau efisiensi, kelancaran, keamanan, serta keandalan sistem pembayaran.

Adapun layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi atau P2P lending adalah penyelenggaraan layanan untuk mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman dalam rangka melakukan perjanjian pinjam-meminjam secara langsung melalui sistem elektronik dengan menggunakan jaringan internet, termasuk yang menerapkan prinsip syariah.

Baca Juga:
Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Sesuai dengan ketentuan PMK 69/2022, tarif PPh Pasal 23 yang dikenakan sebesar 15% dari jumlah bruto atas bunga. Sementara itu, tarif PPh Pasal 26 ditetapkan 20% dari jumlah bruto atas bunga atau sesuai dengan ketentuan dalam persetujuan penghindaran pajak berganda.

Dalam hal ini, penyelenggara layanan fintech wajib menyetorkan PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 yang telah dipotong ke kas negara. Penyelenggara layanan juga wajib melaporkan pemotongan pajak PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 dalam SPT Masa PPh.

Mengenai PPN, PMK 69/2022 memuat ketentuan PPN pada penyelenggaraan fintech yang dikenakan atas jasa penyelenggaraan teknologi finansial oleh pelaku usaha, seperti penyediaan jasa pembayaran dan layanan pinjam-meminjam.

Baca Juga:
Pemeriksa dan Juru Sita Pajak Perlu Punya Keterampilan Sosial, Kenapa?

Kemudian, jasa penyelenggaraan penyelesaian transaksi investasi, penyelenggaraan perhimpunan modal, penyelenggaraan pengelolaan investasi, serta layanan penyediaan produk asuransi daring atau online.

Dalam praktiknya, pengusaha yang melakukan kegiatan penyelenggaraan jasa sistem pembayaran yang telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP) wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN yang terutang atas jasa penyerahan jasa kena pajak.

PPN yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak, yang berupa penggantian, yaitu sebesar fee, komisi, merchant discount rate, atau imbalan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima oleh penyelenggara.

"Termasuk penggantian atas penyerahan layanan uang elektronik...yaitu biaya administrasi yang diminta oleh penerbit uang elektronik, termasuk harga kartu yang diterima oleh penerbit uang elektronik," bunyi Pasal 9 ayat (4) PMK 69/2022. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB LITERATUR PAJAK

Perkaya Pengetahuan Pajak, Baca 11 e-Books Ini di Perpajakan DDTC

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB PERPRES 139/2024

Kemenkeu Era Prabowo Tak Lagi Masuk di Bawah Koordinasi Menko Ekonomi

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:05 WIB KABINET MERAH PUTIH

Prabowo Kembali Lantik Pejabat Negara, Ada Raffi Ahmad dan Gus Miftah