BERITA PAJAK HARI INI

DJP Bakal Atur Ulang Ketentuan Sistem Blokir Otomatis

Redaksi DDTCNews | Rabu, 15 Mei 2024 | 07:00 WIB
DJP Bakal Atur Ulang Ketentuan Sistem Blokir Otomatis

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) tengah menyusun peraturan baru yang akan merevisi ketentuan automatic blocking system (ABS) dalam Peraturan Dirjen Pajak PER-24/PJ/2017. Topik ini menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (15/5/2024).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti mengatakan revisi Dirjen Pajak PER-24/PJ/2017 masih dalam proses pembahasan. Revisi ini diperlukan sebagai tindak lanjut penerbitan PMK 61/2023 yang mengatur implementasi ABS berbasis data utang pajak.

"Revisi aturan mengenai automatic blocking system (ABS) sedang dalam tahap pembahasan," katanya.

Baca Juga:
Ada Coretax, Pembayaran dan Pelaporan Pajak Bakal Jadi Satu Rangkaian

PMK 61/2023 diterbitkan untuk menggantikan PMK 24/2008 s.t.d.d PMK 85/2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus.

Selain itu, PMK 61/2023 juga menggantikan KMK 563/2020 tentang Pemblokiran dan Penyitaan Harta Kekayaan Penanggung Pajak yang Tersimpan pada Bank dalam rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

Melalui PMK 61/2023, pemerintah diberikan ruang untuk bisa membatasi atau memblokir pemberian layanan publik terhadap penunggak pajak.

Baca Juga:
9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Pasal 146 ayat (1) huruf a PMK 61/2023 menjelaskan dirjen pajak dapat memberikan rekomendasi atau mengajukan permohonan pembatasan atau pemblokiran layanan publik tertentu terhadap penanggung pajak yang tidak melunasi utang pajak dan biaya penagihannya.

Pemberian rekomendasi atau permohonan pembatasan atau pemblokiran layanan publik dilakukan dengan ketentuan kriteria: layanan publik yang dimaksud diselenggarakan oleh instansi pemerintah; surat paksa telah diberitahukan kepada penanggung pajak; serta dilakukan berdasarkan usulan dari pejabat yang melakukan penagihan.

Dirjen pajak juga bisa merekomendasi pemblokiran walaupun hanya untuk akses kepabeanan kepada dirjen bea dan cukai. Rekomendasi pemblokiran akses kepabeanan disampaikan jika wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakannya.

Baca Juga:
Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Selain mengenai revisi ketentuan ABS, terdapat pula ulasan terkait dengan realisasi pemadanan NIK-NPWP. Ada pula ulasan perihal insentif pajak di sektor minyak dan gas, serta proses aksesi Indonesia menjadi anggota OECD.

Berikut ulasan berita perpajakan selengkapnya.

Kinerja Pelaksanaan ABS 2023

Berdasarkan Laporan Kinerja DJP 2023, pelaksanaan ABS terhadap akses kepabeanan berbasis data pelaporan SPT dan atas importir berisiko tinggi tertentu juga telah berhasil menjaring beberapa wajib pajak.

Pelaksanaan ABS tersebut terdiri atas ABS impor kepada 1.418 wajib pajak dan ABS ekspor kepada 190 wajib pajak.

Baca Juga:
PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Kemudian, terdapat kegiatan joint collection yang pada 2023 telah dilakukan kepada 69 wajib pajak oleh DJP, DJBC, dan DJKN. Melalui kegiatan tersebut, potensi penerimaan yang terealisasi mencapai Rp74,82 miliar.

Pemerintah Promosikan Insentif Pajak di Bidang Migas

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyatakan pemerintah telah menyediakan berbagai insentif pajak untuk investor di sektor minyak dan gas (migas).

Arifin mengatakan potensi migas di Indonesia masih sangat besar. Menurutnya, pemerintah juga mulai menggalakkan penambahan wilayah kerja migas baru setiap tahunnya.

Baca Juga:
Ada Pemutihan, Pemkot Berhasil Cairkan Piutang Pajak Rp30 Miliar

"Untuk menjaga iklim investasi, kami juga memberikan beberapa fasilitas perpajakan dan insentif bagi kegiatan usaha hulu untuk memberikan iklim investasi yang menarik kepada investor terkait aspek keekonomian pengembangan migas," katanya dalam IPA Convex 2024. (DDTCNews)

Jokowi Jelaskan Alasan Indonesia Ingin Jadi Anggota OECD

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menilai proses aksesi menjadi anggota Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) diperlukan agar Indonesia tidak terjebak sebagai negara berpendapatan menengah.

Jokowi mengatakan pemerintah terus berupaya agar Indonesia tidak terjebak dalam middle income trap dan dapat naik kelas menjadi negara maju.

Baca Juga:
Jasa Travel Agent Kena PPN Besaran Tertentu, PM Tak Dapat Dikreditkan

"Memang di situ [OECD] aturan mainnya banyak sekali yang harus diikuti. Namun, ini juga akan mendisiplinkan kita untuk dapat masuk ke tujuan kita untuk menjadi negara maju," katanya. (DDTCNews)

Realisasi Pemadanan NIK-NPWP

DJP mencatat terdapat 67,8 juta nomor induk kependudukan (NIK) yang telah dipadankan sebagai nomor pokok wajib pajak (NPWP) wajib pajak orang pribadi hingga 7 Mei 2024.

Penyuluh Pajak Ahli Pertama DJP Dwi Langgeng Santoso mengatakan data yang telah dipadankan tersebut setara 91,82% dari jumlah wajib pajak orang pribadi dalam negeri. Menurutnya, DJP akan terus mengimbau wajib pajak melakukan pemadanan NIK sebagai NPWP.

Baca Juga:
Catat! Pengkreditan Pajak Masukan yang Ditagih dengan SKP Tak Berubah

"Cukup besar, 91,82% yang sudah padan," katanya dalam talkshow di radio. (DDTCNews)

WP Terkendala saat Padankan NIK-NPWP, DJP Beri Imbauan

Wajib pajak tidak bisa serta merta membuat NPWP baru dalam hal NIK-nya tak kunjung dapat dipadankan dengan NPWP yang dimiliki saat ini.

Penyuluh Pajak Ahli Muda DJP Mohammed Lintang Theodikta mengatakan wajib pajak tidak bisa serta merta membuat NPWP baru guna menggantikan NPWP lama mengingat ada histori perpajakan pada NPWP lama yang harus dipertahankan.

"Bisa jadi di NPWP lama ada histori kewajiban perpajakan yang sebelumnya. Ini perlu dipertahankan. Kalau membuat NPWP baru nanti seakan-akan jadi wajib pajak baru, padahal ini wajib pajak yang sebelumnya sudah ada," katanya. (DDTCNews)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 11:30 WIB KPP MADYA DUA BANDUNG

Ada Coretax, Pembayaran dan Pelaporan Pajak Bakal Jadi Satu Rangkaian

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:30 WIB KOTA BATAM

Ada Pemutihan, Pemkot Berhasil Cairkan Piutang Pajak Rp30 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Bagaimana Cara Peroleh Diskon 50 Persen Listrik Januari-Februari 2025?

Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan