Pedagang berada diantara kardus berisi obat-obatan di Pasar Pramuka, Jakarta, Selasa (7/5/2024). Pemerintah mendorong subtitusi impor produk farmasi dengan cara memproduksi obat berbahan baku alami hingga produksi alat kesehatan dan obat-obatan dalam negeri. ANTARA FOTO/Erlangga Bregas Prakoso/wpa.
JAKARTA, DDTCNews - Masifnya impor barang kiriman oleh masyarakat memberikan tantangan tersendiri bagi Ditjen Bea dan Cukai (DJBC).
Menurut Dirjen Bea dan Cukai Askolani, dahulu importasi hanya dilakukan oleh para importir besar yang mengetahui proses importasi sesuai dengan ketentuan kepabeanan. Dalam 5 tahun terakhir, DJBC juga harus melayani impor barang kiriman oleh orang pribadi yang jumlahnya sangat besar tanpa adanya pengetahuan tentang aturan kepabeanan.
"Konsumen domestik itu tahun 2019 jumlah barang kirimannya bisa mencapai 60 juta setahun, dibandingkan dengan 2017 hanya di bawah 10 juta dan itu dipesan oleh personal yang mereka tidak mengerti mengenai proses kepabeanan," ujar Askolani, dikutip Kamis (13/6/2024).
Ketidaktahuan orang pribadi yang melakukan impor barang kiriman terhadap ketentuan kepabeanan serta penetapan harga telah menimbulkan tantangan di lapangan. Akibat perubahan pola impor ini, DJBC harus lebih mengedepankan edukasi.
Askolani mengatakan pihaknya tetap akan memberikan edukasi kepada masyarakat lewat Bravo Bea Cukai yang bisa diakses lewat telepon 1500225, email, webchat, ataupun media sosial.
"Bagaimana kemudian mengedukasi konsumen yang tidak tahu? Ini terjadi sampai 2023, jumlahnya per bulan barang kiriman itu bisa mencapai 5 juta. Contoh, kasus yang sepatu, yang robotik, itu konsumennya tidak tahu mengenai pengisian harga barang, jadi harga barang yang diisi tidak sesuai," ujar Askolani.
Pada saat yang sama, Askolani juga meminta kepada perusahaan jasa titipan (PJT) untuk aktif berkomunikasi dengan masyarakat yang melakukan impor barang kiriman. Menurutnya, PJT perlu aktif menginformasikan ketentuan kepabeanan yang berlaku.
"Kita mengedukasi PJT untuk tahu tugas dan tanggung jawab mereka, sebab PJT ini ada di tengah-tengah antara DJBC dan konsumen. Komunikasi barang ini adalah dengan PJT, bukan dengan DJBC. Jadi kami tidak pernah komunikasi dengan konsumen. PJT-lah yang melaporkan ke kita berapa harga barang dan tarifnya kita tetapkan sesuai dengan info dari PJT," ujar Askolani.
Untuk diketahui, saat ini impor barang kiriman telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 96/2023 s.t.d.d PMK 111/2023. PMK ini merevisi ketentuan impor barang kiriman yang sebelumnya termuat dalam PMK 199/2019.
Secara umum, terbitnya PMK 96/2023 s.t.d.d PMK 111/2023 bertujuan untuk mengendalikan lonjakan impor barang konsumsi lewat skema impor barang kiriman dengan nominal kecil. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.