Dirjen Pajak Suryo Utomo saat menyampaikan keynote remark dalam webinar internasional bertajuk “Indonesia Tax Administration Reform: Lessons Learnt and Future Direction” Rabu (26/8/2020).
JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) berkomitmen untuk terus melakukan reformasi sebagai salah satu upaya untuk mampu mengikuti perkembangan zaman. Otoritas memandang reformasi pajak sebagai suatu keniscayaan.
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan reformasi sebagai bentuk transformasi DJP yang sudah dilakukan sejak 1983, saat rezim pajak beralih menjadi self assessment. Hal ini ditandai dengan berlakunya regulasi perpajakan yang baru, mulai dari UU KUP, UU PPh, UU PPN dan UU Bea Meterai.
"Reformasi harus dilakukan karena [DJP] tidak bisa menghindari perubahan dan proses transformasi terus dilakukan sejak 1983," katanya dalam webinar internasional bertajuk “Indonesia Tax Administration Reform: Lessons Learnt and Future Direction” Rabu (26/8/2020).
Suryo menjelaskan reformasi pajak merupakan kegiatan berkelanjutan yang mengikuti dinamika kegiatan ekonomi. Dia menyebut proses reformasi pasca-1983 dilakukan dengan fokus pembaruan yang berbeda-beda.
Misalnya, pada periode 1991—2000 otoritas fokus pada reformasi kebijakan pajak. Selanjutnya, pada 2002—2008 dilakukan modernisasi administrasi pajak yang salah satunya dilakukan dengan membentuk kantor pelayanan untuk wajib pajak besar. Pada periode ini juga dilakukan amandemen beberapa UU di bidang perpajakan.
Kemudian, proses reformasi berjalan pada 2009—2014 dengan fokus untuk meningkatkan kontrol internal petugas pajak dan masuk pada periode pengampunan pajak pada 2016. Kini, otoritas masuk kepada reformasi pajak jilid III dengan fokus kepada lima pilar, yakni organisasi, SDM, bisnis proses, regulasi, serta teknologi informasi dan database.
"Dengan dinamika eksternal yang bergerak dinamis maka reformasi dibutuhkan agar mampu mengikuti perubahan dan juga untuk meningkatkan penerimaan. Ini karena tax ratio kita cenderung stagnan dan target pajak yang tidak pernah tercapai 100% dalam satu dekade terakhir," paparnya.
Untuk reformasi pajak jilid III, diproyeksikan rampung pada 2024, akan banyak bertumpu pada keandalan sistem teknologi informasi. Suryo mengatakan pilar teknologi menjadi bagian yang tidak terpisahkan untuk agenda reformasi pajak, terutama pada ranah administrasi.
Dia menerangkan pilar teknologi menjadi tulang punggung pelayanan DJP kepada wajib pajak. Hal ini ditandai dengan berbagai pelayan DJP berbasis elektronik seperti e-Filing atau e-Faktur. Selain itu, otoritas juga terus mengembangkan skema 3C (Click, Call, Counter) dalam menjalankan proses bisnis terkait pelayanan kepada wajib pajak.
“Jadi, kita perlu mempertahankan proses reformasi. Ini bukan program satu waktu tapi kegiatan yang berkelanjutan," imbuh Suryo.
Sebagai informasi, webinar internasional ini diselenggarakan oleh TERC LPEM FEB UI yang berkolaborasi dengan DDTC Fiscal Research. Simak pula artikel 'Soal Reformasi Administrasi Pajak, Ini Pesan Akademisi dan Praktisi'. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.