BERITA PAJAK HARI INI

Digitalisasi Berisiko Tingkatkan Penghindaran Pajak

Redaksi DDTCNews | Senin, 21 Agustus 2023 | 09:33 WIB
Digitalisasi Berisiko Tingkatkan Penghindaran Pajak

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Digitalisasi berpotensi meningkatkan penghindaran pajak karena makin besarnya shadow economy. Salah satu tantangan utama dalam upaya pengamanan target penerimaan perpajakan 2024 itu menjadi bahasan media nasional pada hari ini, Senin (21/8/2023).

Dalam Nota Keuangan dan RAPBN 2024, pemerintah mengatakan peningkatan shadow economy sebagai konsekuensi dari berubahnya struktur ekonomi yang mengarah pada digitalisasi dan tingginya sektor informal. Digitalisasi memang memunculkan kemudahan berusaha dan penyederhanaan proses bisnis.

“Namun, jika peningkatan ini tidak dibarengi dengan kesiapan sistem perpajakan dalam menangkap aktivitas ekonomi digital maka akan berpotensi terjadi peningkatan penghindaran kewajiban perpajakan,” tulis pemerintah.

Baca Juga:
Catat! Pengkreditan Pajak Masukan yang Ditagih dengan SKP Tak Berubah

Kondisi tersebut akan memengaruhi penerimaan perpajakan pada masa mendatang. Pasalnya basis perpajakan menjadi stagnan karena tingginya shadow economy dan rendahnya kepatuhan dalam urusan perpajakan.

Selain mengenai risiko penghindaran pajak sebagai dampak masifnya digitalisasi dalam perekonomian, ada pula ulasan terkait dengan target tax ratio pada 2024. Selain itu, ada pula ulasan terkait dengan pembayaran tambahan PPh bersifat final dari peserta Program Pengungkapan Sukarela.

Berikut ulasan berita perpajakan selengkapnya.

Sektor Informal Belum Sepenuhnya Tertangkap Sistem Perpajakan

Sejalan dengan perkembangan digitalisasi, kontribusi sektor jasa terhadap perekonomian nasional makin meningkat. Situasi ini, menurut pemerintah, bisa memberikan risiko berupa peningkatan sektor informal di Indonesia.

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Pemerintah mengatakan tingginya sektor informal juga terlihat dari jumlah dan distribusi tenaga kerja informal yang mencapai di atas 50% terhadap total tenaga kerja di Indonesia. Hal ini dapat memengaruhi kestabilan penerimaan perpajakan.

“Mengingat sektor informal saat ini belum sepenuhnya tertangkap oleh sistem perpajakan di Indonesia sehingga pelaksanan kewajiban perpajakannya masih rendah,” tulis pemerintah dalam Nota Keuangan dan RAPBN 2024.

Namun, pemerintah telah menerapkan penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) orang pribadi. Kebijakan ini akan mempermudah administrasi wajib pajak serta pemberlakuan pajak digital. Simak ‘NIK dan NPWP Belum Valid Setelah 31 Desember 2023? Ini Risikonya’. (DDTCNews)

Baca Juga:
Apa Itu Barang Tidak Kena PPN serta PPN Tak Dipungut dan Dibebaskan?

Target Tax Ratio dalam RAPBN 2024

Pemerintah menargetkan rasio penerimaan perpajakan terhadap produk domestik bruto (PDB) atau tax ratio pada 2024 sebesar 10,1%. Efektivitas pelaksanaan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) diharapkan mengerek tax ratio.

Adapun target tax ratio 2024 sebesar 10,1% ini sedikit lebih tinggi dari outlook tax ratio 2023 sebesar 10%. Penerimaan perpajakan pada tahun depan ditargetkan mencapai Rp2.307,9 triliun atau tumbuh 8,9% dibandingkan dengan outlook 2023. (DDTCNews)

Penggunaan Bukti Pbk untuk Bayar Tambahan PPh Final Peserta PPS

Wajib pajak dapat menggunakan bukti pemindahbukuan (Pbk) untuk membayar tambahan PPh bersifat final dalam aplikasi penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh final dalam rangka Program Pengungkapan Sukarela (PPS).

Baca Juga:
Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

“Wajib pajak dapat menggunakan bukti pemindahbukuan yang merupakan hasil dari pemindahbukuan pajak yang telah disetorkan yang belum digunakan untuk membayar pajak lainnya,” tulis DJP dalam laman resminya, dikutip pada Jumat (18/8/2023).

Bukti Pbk tersebut dapat digunakan sepanjang nilainya paling sedikit sama dengan nilai tambahan PPh bersifat final yang harus dibayar dan tercantum dalam draf SPT Masa PPh final dalam rangka PPS pada aplikasi. Simak ‘Bayar PPh Tambahan, Wajib Pajak Peserta PPS Bisa Pakai Bukti Pbk’. (DDTCNews)

Pajak Minimum Global

Menurut Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia, pajak minimum global sebagaimana yang termuat dalam Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE) hanya menguntungkan negara maju yang notabene memiliki daya saing investasi lebih kuat.

Baca Juga:
Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

"Dari kesepakatan tadi memutuskan ini butuh kajian ulang. Jangan sampai ini diimplementasikan kemudian menguntungkan satu kelompok negara tertentu, ini kita enggak mau," kata Bahlil dalam Asean Economic Ministers' Meeting.

Menurut Bahlil, saat ini bukan waktunya bagi negara berkembang untuk menerapkan pajak minimum global. Negara maju harus membuka ruang bagi negara berkembang untuk menarik investasi. (DDTCNews) (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra