PP 22/2024

DHE SDA Dikonversi ke Rupiah, Insentif Pajak yang Didapat Lebih Besar

Dian Kurniati | Selasa, 28 Mei 2024 | 11:30 WIB
DHE SDA Dikonversi ke Rupiah, Insentif Pajak yang Didapat Lebih Besar

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 22/2024, pemerintah mengatur pemberian insentif pajak yang lebih besar jika devisa hasil ekspor (DHE) SDA yang ditempatkan di dalam negeri dikonversi ke mata uang rupiah.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu mengatakan kebijakan tersebut bertujuan mendorong eksportir melakukan konversi DHE SDA yang ditempatkan di dalam negeri. Menurutnya, kebijakan ini juga sejalan dengan upaya stabilisasi nilai tukar rupiah.

"Tentunya sesuai dengan kebutuhan kita juga bahwa kalau valasnya dikonversi ke rupiah memang itu mendorong lebih banyak aspek stabilitas makronya, terutama ke mendorong untuk stabilitas kursnya," katanya, dikutip pada Selasa (28/5/2024).

Baca Juga:
WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Febrio menuturkan pemberian insentif pajak yang lebih besar apabila DHE SDA yang ditempatkan di dalam negeri dikonversi ke mata uang rupiah akan memengaruhi perilaku para eksportir.

Melalui insentif tersebut, eksportir diharapkan menjadi lebih tertarik untuk mengonversi DHE SDA yang ditempatkan di dalam negeri dari valas menjadi rupiah.

Sebagai informasi, pemerintah mewajibkan eksportir untuk menempatkan DHE SDA dalam rekening khusus paling sedikit 30% dan selama 3 bulan sejak penempatan di rekening khusus, mulai 1 Agustus 2023 sebagaimana diatur dalam PP 36/2023.

Baca Juga:
DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Kewajiban tersebut berlaku terhadap eksportir yang memiliki DHE SDA dengan nilai ekspor pada pemberitahuan pabean ekspor (PPE) minimal US$250.000 atau nilai yang setara.

Lebih lanjut, PP 22/2024 juga mengatur pemberian insentif pajak apabila DHE SDA ditempatkan pada instrumen moneter/keuangan tertentu. Terdapat 4 instrumen moneter dan/atau keuangan tertentu yang diatur dalam PP ini.

Pertama, deposito yang diterbitkan oleh bank yang sumber dananya berasal dari rekening khusus DHE SDA pada bank yang sama.

Baca Juga:
Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Kedua, term deposit operasi pasar terbuka konvensional dalam valuta asing di BI yang penempatannya melalui peserta operasi pasar terbuka dan sumber dananya berasal dari rekening khusus DHE SDA pada peserta operasi pasar terbuka yang sama.

Ketiga, promissory notes yang diterbitkan oleh LPEI yang sumber dananya berasal dari rekening khusus DHE SDA pada LPEI. Keempat, instrumen moneter lain atau instrumen keuangan lain yang ditetapkan oleh menteri keuangan, setelah berkoordinasi dengan gubernur BI.

Atas penghasilan dari instrumen moneter dan/atau keuangan tertentu yang dananya dalam valuta asing, dikenai PPh final dengan tarif 0% untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan lebih dari 6 bulan.

Baca Juga:
Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Setelahnya, tarif PPh final sebesar 2,5% dikenakan untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 6 bulan; tarif PPh final 7,5% untuk 3 bulan sampai dengan kurang dari 6 bulan; serta tarif PPh final 10% untuk 1 bulan sampai dengan kurang dari 3 bulan.

Sementara itu, penghasilan dari instrumen moneter dan/atau keuangan tertentu yang dananya dikonversi dari valuta asing ke mata uang rupiah, dikenai PPh final yang lebih rendah. Tarif PPh final 0% berlaku untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 6 bulan atau lebih dari 6 bulan.

Kemudian, tarif PPh final sebesar 2,5% berlaku untuk 3 bulan sampai dengan kurang dari 6 bulan. Untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 1 bulan sampai dengan kurang dari 3 bulan dikenakan tarif PPh final sebesar 5%. (rig)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja