PAKISTAN

Demi Dapatkan Pinjaman dari IMF, Negara Ini Naikkan Tarif Pajak

Vallencia | Minggu, 26 Februari 2023 | 09:30 WIB
Demi Dapatkan Pinjaman dari IMF, Negara Ini Naikkan Tarif Pajak

Ilustrasi.

ISLAMABAD, DDTCNews – Parlemen akhirnya menyetujui usulan Pemerintah Pakistan untuk menaikkan pajak penjualan atas jasa dan barang-barang mewah impor sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan pinjaman dari International Monetary Fund (IMF).

Menteri Keuangan Ishaq Dar mengatakan langkah itu diambil lantaran cadangan devisa pemerintah saat ini sangat rendah. Selain menaikkan pajak penjualan, pemerintah bahkan menghentikan sebagian besar aktivitas impor.

"Perdana Menteri akan mengungkapkan langkah-langkah penghematan [lebih lanjut] dalam beberapa hari ke depan. Namun yang pasti, kami harus mengambil keputusan yang sulit ini,” katanya, dikutip pada Minggu (26/2/2023).

Baca Juga:
Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Seperti dilansir hindustantimes.com, kondisi ekonomi Pakistan saat ini tengah dalam tekanan yang besar. Situasi tersebut bahkan diperburuk dengan adanya krisis energi global dan banjir dahsyat yang merusak sepertiga negara itu pada 2022.

Alhasil, parlemen menyetujui kenaikan tarif pajak penjualan dari 17% menjadi 25% atas barang impor tertentu. Contoh mobil, peralatan rumah tangga, kosmetik, hingga coklat. Sementara itu, PPn untuk barang umum dinaikkan dari 17% menjadi 18%.

Langkah ini juga sebenarnya diambil untuk memenuhi syarat dalam mendapatkan fasilitas pinjaman senilai US$6,5 miliar dari IMF. Terdapat tiga persyaratan yang diberikan IMF kepada Pakistan terkait dengan pemberian fasilitas pinjaman tersebut.

Baca Juga:
Catat! Pengkreditan Pajak Masukan yang Ditagih dengan SKP Tak Berubah

Pertama, meningkatkan basis pajak. Kedua, mengakhiri pengecualian pajak atas kegiatan ekspor. Ketiga, menaikkan harga energi.

Sementara itu, Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva menambahkan orang-orang kaya juga perlu berkontribusi lebih banyak terhadap ekonomi. Untuk itu, kenaikan pajak atas barang mewah diperlukan dan subsidi tidak diberikan terhadap orang kaya.

"Mereka yang menghasilkan banyak uang di sektor publik atau swasta perlu berkontribusi pada ekonomi. Orang kaya seharusnya tidak mendapat manfaat dari subsidi,” ujarnya. (rig)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra