Pertanyaan:
PERUSAHAAN kami bergerak di industri pemotongan baja. Pada tahun 2011, kami melakukan pinjaman dari pemegang saham kami, yaitu PT XXX, sebesar Rp40 miliar. Sebagai catatan, kami ingin mengkonfirmasi bahwa atas modal yang seharusnya disetor oleh pemegang saham, sudah seluruhnya dipenuhi.
Terkait pinjaman tersebut, sampai dengan akhir tahun 2017, kami masih memiliki sisa buku utang sebesar Rp20 miliar. Oleh sebab itu, kami ingin berencana untuk melakukan restrukturisasi utang, di mana dari sisa utang tersebut akan akan dikonversi menjadi modal saham sebesar Rp15 miliar.
Pertanyaannya, mengingat nilai yang dikonversi menjadi modal saham adalah lebih rendah dari jumlah nilai sisa buku utang kami, apakah terdapat implikasi perpajakan yang timbul dari transaksi ini, baik bagi kami maupun PT XXX? Terima kasih
Gusti, Cikarang.
Jawaban :
TERIMA kasih atas pertanyaan yang Bapak sampaikan kepada kami. Restrukturisasi utang dapat dilakukan dengan beberapa cara. Salah satunya yaitu melalui konversi utang menjadi modal atau dikenal dengan sebutan Debt to Equity Swap.
Lebih lanjut, transaksi Debt to Equity Swap, pada dasarnya merupakan transaksi pengeluaran saham di mana pembayaran atas saham tersebut dilakukan dengan dikonversikannya piutang kreditur menjadi penyertaan saham. Dengan kata lain, transaksi Debt to Equity Swap ini merupakan salah satu alternatif penghapusan piutang.
Adapun penghapusan piutang ini diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf ‘k’ Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (selanjutnya disebut dengan UU PPh). Pasal tersebut mengatur bahwa salah satu objek pajak penghasilan adalah keuntungan karena pembebasan utang. Pembebasan utang oleh pihak yang berpiutang dianggap sebagai penghasilan bagi pihak yang semula berutang, sedangkan bagi pihak yang berpiutang dapat dibebankan sebagai biaya.
Namun demikian, terdapat keuntungan pembebasan utang yang dikecualikan sebagai objek pajak penghasilan. Pengecualian ini khusus bagi debitur kecil yang jumlah pinjamannya tidak melebihi Rp350 juta. Misalnya, Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera (Kukesra), Kredit Usaha Tani (KUT), Kredit Usaha Rakyat (KUR), kredit untuk perumahan sangat sederhana, serta kredit kecil lainnya. Hal ini diatur dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 130 Tahun 2000 tentang Pengecualian sebagai Objek Pajak atas Keuntungan Karena Pembebasan Utang Debitur Kecil.
Lebih lanjut, Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak telah menerbitkan beberapa peraturan penegasan yang mengatur tentang perlakukan pajak penghasilan atas Debt to Equity Swap, yaitu:
Adapun ringkasan dari peraturan penegasan tersebut secara garis besar adalah sebagai berikut:
No | Kondisi | Implikasi Pajak bagi | ||
|
Kreditur | Debitur | ||
1 |
Pelunasan Utang = Penyertaan Modal |
Tidak memiliki konsekuensi perpajakan | ||
2 |
Pelunasan Hutang sebesar nilai buku terakhir > Penyertaan Modal |
Selisihnya merupakan penghapusan piutang oleh kreditur | Selisihnya merupakan keuntungan karena pembebasan hutang bagi debitur | |
3 | Pelunasan Hutang sebesar nilai buku terakhir < Penyertaan Modal | Selisihnya merupakan penghasilan bunga oleh kreditur | Selisihnya merupakan biaya bunga bagi debitur |
Mengacu pada tabel di atas, perlakuan perpajakan atas transaksi Debt to Equity Swap perusahaan Bapak sesuai dengan kondisi kedua. Hal ini disebabkan oleh jumlah utang yang dikonversikan lebih kecil dibandingkan dengan total utang yaitu Rp15 miliar dari total utang yaitu Rp20 miliar.
Terdapat selisih sebesar Rp5 miliar atas transaksi tersebut. Pertanyaannya, apakah atas selisih tersebut masuk dalam kategori penghapusan piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih bagi PT XXX sehingga dapat dibebankan sebagai biaya bagi PT XXX.
Untuk dapat dikategorikan sebagai piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih harus memenuhi persyaratan kumulatif yang diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf ‘h’ UU PPh. Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut:
Apabila diasumsikan bahwa PT XXX telah memenuhi persyaratan kumulatif di atas, maka piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dapat dibebankan sebagai biaya.
Lebih lanjut, di lain pihak, bagi perusahaan Bapak, atas selisih tersebut merupakan keuntungan karena pembebasan utang. Dengan demikian, perusahaan Bapak wajib menghitung, menyetor, dan melaporkan penghasilan tersebut di SPT PPh Badan sesuai dengan tarif Pasal 17 UU PPh.
Demikian jawaban yang dapat kami berikan. Semoga membantu.)
(Disclaimer)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Jika, 5M tsb. kan tdk dikonversi, artinya masih mengakui hutang /piutang 5M, brrti gg perlu dibebankan piutang tertagih , dong??? trimss
Debitur kecil, apakah ukurannya