PENDIDIKAN PAJAK

Darussalam: Ekonomi Digital Perlu Masuk Kurikulum

Wahyu Budhi Prabowo | Kamis, 07 Desember 2017 | 13:47 WIB
Darussalam: Ekonomi Digital Perlu Masuk Kurikulum

Managing Partner DDTC Darussalam menyampaikan paparan dalam seminar revitalisasi kurikulum di UNS Solo, Kamis (7/12). (Foto: Hessy Erlisa Frasti/ DDTCNews)

SOLO, DDTCNews—Dunia pendidikan, khususnya ekonomi, akuntansi dan perpajakan, harus segera merespons perkembangan ekonomi digital dengan melakukan revitalisasi kurikulum, mengingat sektor tersebut akan semakin berkembang pesat dan memengaruhi dunia bisnis secara umum.

Managing Partner DDTC Darussalam menegaskan di bidang pajak sendiri, dunia internasional belum memiliki satu formula yang disepakati secara umum untuk mengantisipasi pemajakan ekonomi digital yang perkembangannya semakin deras.

“Seluruh negara di dunia belum memiliki aturan atau konsensus bersama untuk memajaki aktivitas bisnis secara digital. Dunia pendidikan perlu merespons situasi ini dengan cepat dengan memasukkan dinamika tersebut ke dalam kurikulum,” ujarnya dalam satu seminar di Kampus FEB UNS Solo, Kamis (7/12).

Baca Juga:
DJP Tunjuk Amazon Jepang Hingga Huawei Jadi Pemungut PPN PMSE

Darusssalam mengungkapkan hal tersebut dalam seminar bertema Revitalisasi Kurikulum pada Era Digital yang digelar Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UNS. Acara ini dihadiri beberapa pimpinan Prodi di FEB UNS serta perwakilan prodi Akuntansi di Universitas se-Solo Raya dan Yogyakarta.

Selain Darussalam, tampil sebagai narasumber adalah Guru besar Akuntansi UNS Prof. Djoko Suhardjanto, PhD, Dosen Akuntansi UNS dan Ketua Rumpun Governance dan CSR IAI KAPd Hasan Fauzi, PhD, Direktur Utama PT. Konsolindo Informatika Perdana Banu Wimbadi, serta Staf Ahli Rektor UNS Sutanto, PhD.

Dalam kesempatan itu, Darussalam menegaskan isu pajak dalam konteks digital adalah bagaimana memerangi bisnis dengan model tersebut agar patuh membayar pajak. Indonesia sendiri belum memiliki regulasi yang khusus untuk memajaki sektor tersebut, sementara perkembangannya semakin deras.

Baca Juga:
Langganan Platform Streaming Musik, Kena PPN atau Pajak Hiburan?

Karena itu, ia menyarankan agar Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo berinisiatif mengembangkan kurikulumnya dengan memasukkan mata kuliah pajak internasional dan transfer pricing sebagai antisipasi atas perkembangan tersebut.

“Dunia pendidikan harus responsif dengan perkembangan, karena kalau tidak akan semakin ketinggalan. Peran dosen adalah bagaimana membuat kurikulum yang bisa mengantisipasi perkembangan pajak di kemudian hari, karena ini yang akan turut menentukan kualitas SDM yang dihasilkan nanti,” ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Dekan FEB UNS Hunik Sri Runing Sawitri mendukung agar Prodi Akuntansi FEB UNS mengembangkan kurikulumnya sesuai dengan perkembangan zaman. “Untuk itulah seminar ini diadakan, yaitu agar bagaimana kurikulum kita tidak ketinggalan zaman,” katanya.

Baca Juga:
Hingga September, Setoran Pajak Sektor Digital Tembus Rp28,91 Triliun

Djoko Suhardjanto berpendapat fenomena bisnis online saat ini sudah semakin berkembang. “Era ekonomi digital ini akan berdapak dengan akuntansi keuangan, akuntansi biaya, sistem pengendalian manajemen, dan auditing,“ ujarnya.

Menurut Hasan Fauzi, revitalisasi kurikulum perlu karena cara pandang akuntansi kini telah berubah, dari sebelumnya hanya debit-kredit sesuai narasi kapitalisme, menjadi extended information seperti pendapat Robert H. Herz dalam More Accounting Changes dan John Flowe dalam The Social Function of Accounts.

Banu Wimbadi mengatakan dunia bisnis saat ini sudah semakin memanfaatkan teknologi. “Dengan aplikasi berbasis in-memory computing, sudah tidak ada perpindahan fisik laporan. Karena itu perlu penyesuaian materi dan metode pengajaran dengan perkembangan teknologi.” (Gfa/Amu)


Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 12 Desember 2024 | 17:55 WIB KEBIJAKAN PAJAK

DJP Tunjuk Amazon Jepang Hingga Huawei Jadi Pemungut PPN PMSE

Jumat, 18 Oktober 2024 | 15:30 WIB SERBA-SERBI PAJAK

Langganan Platform Streaming Musik, Kena PPN atau Pajak Hiburan?

Senin, 07 Oktober 2024 | 17:00 WIB PENERIMAAN PAJAK

Hingga September, Setoran Pajak Sektor Digital Tembus Rp28,91 Triliun

Selasa, 24 September 2024 | 10:35 WIB INTERNATIONAL TAX FORUM 2024

BKF Minta Masukan Publik Jelang Penerapan Solusi 2 Pilar

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra