Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Sistem inti administrasi perpajakan (SIAP) atau coretax administration system (CTAS) nantinya akan mampu merekam seluruh data transaksi dan data interaksi wajib pajak. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (16/5/2024).
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak Iwan Djuniardi mengatakan CTAS nantinya bisa mengumpulkan data dari berbagai sumber secara seamless. Data-data tersebut akan digunakan untuk kepentingan pelayanan pajak hingga penegakan hukum.
"Jadi behaviour wajib pajak kita tangkap dalam sistem … untuk meningkatkan services, preventif, ataupun kuratif dalam tindakan law enforcement. Jadi lebih tepat, bisa prediktif," ujar Iwan.
CTAS nantinya bisa berinteraksi secara langsung dengan sistem yang dibangun oleh wajib pajak. Integrasi antara sistem Ditjen Pajak (DJP) dan sistem wajib pajak amat penting untuk mendukung upaya peningkatan kepatuhan kooperatif berlandaskan pada tax control framework (TCF).
Selain mengenai SIAP atau CTAS, ada pula bahasan terkait dengan pembentukan tim transisi peralihan pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan Pengadilan Pajak dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) ke Mahkamah Agung (MA).
Untuk memastikan kualitas data, DJP mengembangkan data quality management sebagai bagian dari SIAP atau CTAS. Secara ketentuan, data pihak ketiga bisa digunakan DJP. Namun, otoritas tidak dapat memaksa suplai data harus valid. Ada kemungkinan data belum diperbarui.
“Data quality management memastikan data pihak ketiga itu secara kualitasnya benar dan kita juga cleansing. Datanya benar atau tidak? Jadi, sebelum data masuk sistem, ada supporting di bawah namanya data quality management,” kata Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak Iwan Djuniardi.
Nantinya, data terkait dengan wajib pajak yang diterima oleh DJP dari pihak ketiga akan muncul dalam taxpayer portal. Dengan demikian, wajib pajak bisa mengetahui sejumlah data dan informasi yang diterima oleh DJP dari pihak ketiga. (DDTCNews)
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak Iwan Djuniardi mengatakan adanya taxpayer portal akan memungkinkan wajib pajak untuk berinteraksi dengan DJP. Wajib pajak juga melihat secara transparan tentang hal-hal yang DJP ketahui tentang wajib pajak.
"Bahkan, DJP bisa tahu berdasarkan data yang ada potential revenue dari wajib pajak-wajib pajak itu, berdasarkan data yang kita kumpulkan. Jadi, secara services untuk wajib pajak itu lebih transparan, untuk DJP bisa memprediksi lebih akurat," kata Iwan. (DDTCNews)
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak Iwan Djuniardi mengatakan jika data dari pihak ketiga – yang akan muncul dalam taxpayer portal –ternyata salah, wajib pajak bisa mengajukan koreksi.
"Silakan koreksi, ngomong sama account representative-nya. Jadi, wajib pajak bisa melihat apa yang DJP tahu tentang dia,” kata Iwan.
Agar coretax administration system (CTAS) bisa menerima dan mengelola data dari pihak ketiga secara maksimal, DJP telah mengembangkan sistem interoperabilitas sejumlah entitas, baik dari internal maupun dari eksternal Kementerian Keuangan. (DDTCNews)
DJP dinilai perlu mengantisipasi risiko-risiko yang berpotensi muncul akibat implementasi pembaruan SIAP atau CTAS. Director of Fiscal Research & Advisory DDTC B. Bawono Kristiaji mengatakan setidaknya terdapat 5 risiko digitalisasi administrasi pajak yang perlu diidentifikasi.
Target utama yang seharusnya dicapai melalui digitalisasi administrasi pajak antara lain peningkatan tax ratio, peningkatan kepatuhan, penurunan compliance cost wajib pajak, penurunan administration cost bagi otoritas pajak sendiri, hingga kepuasan wajib pajak.
"Misal, IMF melakukan kalkulasi dan bilang agenda reformasi administrasi pajak akan meningkatkan tax ratio sebesar 1,5%. Jadi akan sama-sama melihat sejauh mana outcome-nya di kemudian hari," ujar Bawono. Simak ‘Kembangkan Coretax, DJP Perlu Petakan Risiko Digitalisasi Administrasi’. (DDTCNews)
Sekretaris Pengadilan Pajak Budi Setyawan Muhammad Nur Yuniarto mengungkapkan sudah dibentuk tim transisi pada Maret 2024. Pembentukan tim transisi sudah disesuaikan dengan kelompok kerja yang ada di MA.
“Kemudian, di level Kemenkeu, kita akan membentuk squad team atau pokja yang melibatkan eselon 1 lainnya yang terkait dengan proses transisi ini,” ujarnya, dikutip dari TC Media.
Budi mengatakan pada 2024, target yang dibidik adalah identifikasi potensi masalah. Tim juga merumuskan gambaran roadmap atau grand design Pengadilan Pajak. Kemudian, pada 2025, tim akan lebih banyak membahas regulasinya.
“Kemudian, di tahun 2027, kita akan pindah ke Mahkamah Agung,” imbuhnya. (DDTCNews)
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti mengatakan penyampaian SPT Tahunan mengalami pertumbuhan sebesar 7,15% hingga April 2024. Menurutnya, data tersebut menunjukkan kesadaran wajib pajak terus membaik.
"Dengan adanya pemadanan NIK-NPWP ini juga makin mendorong kesadaran wajib pajak untuk memasukkan SPT Tahunan," katanya.
Dwi mengatakan pemadanan NIK sebagai NPWP menjadi upaya pemerintah menuju satu data Indonesia. Nantinya, NIK juga akan digunakan sebagai pintu masuk mengakses berbagai layanan perpajakan oleh wajib pajak orang pribadi. (DDTCNews) (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.