Manajer of Tax Compliance & Litigation Services DDTC Anggi P.I. Tambunan dalam joint webinar yang digelar DDTC Academy dan FE UNP, Kamis (23/12/2021). (tangkapan layar)
JAKARTA, DDTCNews – Ketentuan baru terkait pemanfaatan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) tidak lantas menjadikan semua pemilik KTP wajib membayar pajak.
Masyarakat perlu memahami bahwa ada threshold atau batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) yang perlu dilewati untuk ditetapkan sebagai wajib pajak.
Manajer of Tax Compliance & Litigation Services DDTC Anggi P.I. Tambunan mengingatkan kembali bahwa NIK berfungsi sebagai penanda identitas bagi wajib pajak orang pribadi yang belum mempunyai NPWP.
"Penggunaan NIK ini sebagai penanda kita sebagai subjek pajak, tapi tidak serta merta kita menjadi wajib pajak," ujarnya, Kamis (23/12/2021).
Anggi menambahkan bahwa mengacu pada aturan dan perundang-undangan, semua orang merupakan subjek pajak. Namun, untuk dapat ditetapkan sebagai wajib pajak orang pribadi, subjek pajak harus memiliki penghasilan yang melampaui threshold. Saat ini threshold PTKP yang dianut di Indonesia sejumlah Rp54 juta per tahun.
Sebagai catatan, apabila wajib pajak orang pribadi sudah memiliki NPWP, maka penanda identitas baginya adalah NIK dan NPWP. Selain itu, untuk wajib pajak badan dan orang asing yang tidak memiliki NIK, NPWP juga berfungsi sebagai penanda identitas mereka.
Dalam webinar yang bertajuk 'Implikasi UU HPP: Persiapan Pemenuhan Kewajiban Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2022 dan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) Wajib Pajak' hari ini, Anggi membagikan tujuan di balik penetapan NIK sebagai NPWP.
Integrasi NIK dan NPWP ini kental kaitannya dengan upaya pencegahan tindak pidana korupsi, pencegahan tindak pidana pencucian uang, serta pemutakhiran data identitas dalam data kependudukan. Tak hanya itu, terdapat juga tujuan untuk kepentingan pajak serta tujuan lain.
"Untuk tujuan kepentingan pajak berkaitan dengan PER-23/2020. Sekarang apabila kita membuat bukti potong atau bukti pemungutan unifikasi, diharuskan mencantumkan NIK. Hal tersebut juga dilakukan dalam pembuatan faktur pajak," tambahnya.
Anggi menambahkan, ditetapkannya NIK sebagai NPWP membuat identitas bersifat tunggal dan berlaku untuk seluruh kepentingan administrasi publik. Untuk menyegarkan pemahaman terkait hal ini, simak ulasan 'Ketika NIK Dipakai Sebagai NPWP'.
"Kita lihat kedepannya, NIK akan menggantikan NPWP," tegasnya dalam webinar yang dimoderatori oleh Dosen Perpajakan Universitas Negeri Padang (UNP) Charoline Chelsvlyanny.
Dalam acara yang diselenggarakan DDTC Academy berkolaborasi dengan Pusat Studi Akuntansi dan Perpajakan (PSAP) Fakultas Ekonomi UNP tersebut, Anggi juga menyampaikan implikasi lain dari diundangankannya UU HPP.
UU HPP mengubah serta menambahkan sejumlah ketentuan dalam UU PPh seperti penetapan natura sebagai objek pajak, penetapan batas peredaran bruto bagi wajib pajak orang pribadi UMKM, adanya lapisan penghasilan kena pajak baru, dan ketetapan mengenai tarif PPh badan.
Tak hanya itu, Anggi juga membagikan kewajiban pelaporan omzet bagi wajib pajak UMKM, batasan omzet UMKM yang dikenakan pajak, hingga pemahaman dan pemanfaatan program pengungkapan sukarela (PPS) yang sebentar lagi berlaku. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.