Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah berwenang untuk menunjuk exchanger yang berada di luar Indonesia sebagai pemungut pajak atas aset kripto, baik itu PPN maupun PPh, sebagimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 68/2022.
Kasubdit PPN Perdagangan, Jasa, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya Ditjen Pajak (DJP) Bonarsius Sipayung mengatakan apabila exchanger luar negeri ditunjuk sebagai pemungut pajak maka transaksi oleh orang Indonesia harus dipungut oleh exchanger dan disetor ke Indonesia.
Kemudian, apabila exchanger luar negeri tak mau mengemban tanggung jawab tersebut, pemerintah memiliki kewenangan untuk melakukan pemutusan akses.
"Pemerintah bisa memutus akses atas pemungut PPN PMSE yang tak melaksanakan kewajibannya dengan baik dan benar," ujar Bonarsius dalam webinar yang diselenggarakan oleh Intact UK, dikutip pada Minggu (17/4/2022).
Sebagaimana diatur pada Pasal 32A UU KUP s.t.d.t.d UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), subjek pajak dalam negeri atau luar negeri yang terlibat langsung atau hanya memfasilitasi transaksi dapat ditunjuk sebagai pemotong atau pemungut pajak.
Bila pihak yang ditunjuk tak melaksanakan kewajiban pemungutan pajak tersebut, pemerintah dapat memberikan sanksi teguran dan dilanjutkan dengan pemutusan akses.
Saat ini, lanjut Bonarsius, otoritas pajak sedang merancang aturan khusus yang memerinci tentang pemutusan akses atas pemungut pajak yang tidak melaksanakan kewajibannya sesuai dengan ketentuan.
"Dengan ancaman pemutusan akses saja itu mereka khawatir, dan rasa-rasanya mereka tidak mau bermain-main hanya gara-gara 0,1%. Dia nanti tidak bisa melakukan kegiatan usaha lagi di sini," ujar Bonarsius.
Untuk diketahui, exchanger bakal diwajibkan memungut PPN final dan PPh Pasal 22 yang bersifat final atas transaksi jual beli aset kripto. Pengenaan pajak mulai dilakukan pada 1 Mei 2022.
Tarif PPN sebesar 0,11% dikenakan bila penyerahan aset kripto dilakukan lewat exchanger terdaftar Bappebti. Bila exchanger tak terdaftar di Bappebti, tarifnya naik menjadi 0,22%.
Selain itu, pemerintah juga mengenakan PPh Pasal 22 final dengan tarif 0,1% atas penghasilan yang diperoleh dari penjualan aset kripto lewat exchanger terdaftar Bappebti. Jika tidak terdaftar, tarifnya naik menjadi 0,2%. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.