Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak (DJP) Neilmaldrin Noor.
JAKARTA, DDTCNews – Penyedia jasa penyelenggara teknologi finansial wajib memungut PPN sebesar 11% atas layanan yang diberikannya mulai 1 Mei 2022 sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 69/2022.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak (DJP) Neilmaldrin Noor mengatakan PPN yang dikenakan tersebut hanya atas biaya jasa dari pihak yang memfasilitasi transaksi.
"Artinya, pengenaan pajak bukan secara langsung terhadap nominal transaksi di layanan teknologi finansial (financial technology/fintech) tersebut," katanya dalam keterangan resmi, Rabu (13/4/2022).
Neilmaldrin tidak semua jasa yang disediakan penyelenggara teknologi finansial harus dipungut PPN. Sebab, jasa penempatan dana/pemberian dana, jasa pembiayaan, dan asuransi online dibebaskan dari pengenaan PPN.
PPN dikenakan atas jasa penyediaan jasa pembayaran, penyelenggaraan penyelesaian transaksi investasi, penyelenggaraan penghimpunan modal, layanan pinjam meminjam, pengelolaan investasi, penyediaan produk asuransi online, pendukung pasar, pendukung keuangan digital dan aktivitas jasa keuangan lainnya.
"Misal, top-up e-money Rp10 juta, umumnya terdapat biaya jasa atau kita kenal sebagai fee sekitar Rp500 atau Rp1.500 tergantung dari pemberi jasa. Nah, atas fee Rp500 inilah dikenai PPN 11%. Jadi, PPN yang dipungut hanya Rp55," ujar Neilmaldrin.
Selain itu, lanjut Neilmaldrin, PMK 69/2022 juga mengatur pemotongan PPh Pasal 23/26 oleh penyelenggara layanan teknologi finansial yang memberi layanan pinjam meminjam atau P2P lending atas penghasilan bunga yang diterima kreditur melalui platform P2P Lending.
Penghasilan bunga yang diterima pemberi pinjaman dikenai pemotongan PPh Pasal 23 jika pemberi pinjaman merupakan wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap. Tarif PPh Pasal 23 tersebut ditetapkan sebesar 15% dari jumlah bruto atas bunga.
Kemudian, penghasilan bunga yang diterima pemberi pinjaman dikenakan pemotongan PPh Pasal 26 apabila pemberi pinjaman merupakan wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap. Tarif PPh Pasal 26 tersebut ditetapkan sebesar 20% dari jumlah bruto atas bunga atau sesuai dengan persetujuan penghindaran pajak berganda (P3B).
Neilmaldrin juga menegaskan pengenaan pajak terhadap penyelenggaraan bisnis teknologi finansial merupakan langkah serius pemerintah dalam menjaga kesetaraan dalam berusaha bagi industri jasa keuangan, baik yang dilakukan secara digital maupun konvensional.
“Perlu dipahami penerapan pajak pada digital economy sebelumnya sudah diterapkan lebih dulu pada kegiatan ekonomi konvensional sehingga tidak terdapat objek pajak baru dan hanya ada perbedaan cara bertransaksi,” tuturnya. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.