INDONESIA sudah semakin dekat dengan era keterbukaan informasi pajak. Era ini diyakini menjadi kabar gembira bagi penerimaan pajak. Kelak setiap aset dan informasi keuangan wajib pajak di sektor keuangan secara otomatis akan direkam untuk kepentingan perpajakan.
Dipastikan pula bahwa sistem ini mampu mengatasi masalah yang sering terjadi yaitu penghindaran pajak oleh para pengemplang pajak. Selanjutnya, ini akan secara bebas di akses oleh otoritas perpajakan yaitu Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Dengan era keterbukaan pajak itu, yang ditandai penerapan Automatic Exchange of Information (AEoI) yang terkait dengan Base Erosion Profit Shifting (BEPS), pemerintah yakin target penerimaan pajak yang dipatok sebesar Rp1.618,09 triliun dalam APBN 2018 bukan hal yang sulit untuk dicapai.
Sebelum ini, pemerintah telah berhasil sedikit menggertak masyarakat untuk membayar pajak melalui tax amnesty. Dari kebijakan ini, sudah diperoleh informasi penting, yaitu terdapatnya harta di dalam negeri sebanyak Rp3.676 triliun, dan di harta luar negeri Rp1.031 triliun.
Isu pemberlakuan AEoI ditengah gencar-gencarnya program tax amnesty telah memberikan kontribusi besar dalam peningkatan keputusan wajib pajak untuk membayar pajak. Meski belum mencapai target penerimaan yang diharapkan, namun dapat dikatakan tax amnesty sangat sukses.
Tidak dapat dimungkiri bahwa sebelum diberlakukan sistem AEoI saja sudah memberi dampak besar, apalagi ketika program tersebut mulai dan sudah dijalankan. Hal ini akan terus menjadi pekerjaan rumah bagi otoritas terkait untuk menyukseskan pemberlakuan AEoI.
Kesiapan Indonesia
TEPAT pada 8 Mei 2017 lalu, pemerintah telah menunjukkan komitmen yang tegas atas keikutsertaan Indonesia dalam AEoI, ditandari dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi untuk Kepentingan Perpajakan.
Bahkan sebelum disahkan Perppu tersebut, pemerintah sudah menyiapkan langkah jitu untuk skema yang akan digunakan pada AEoI, yang secara khusus tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 39/PMK.03/2017 Tentang Tata Cara Pertukaran Informasi Berdasarkan Perjanjian Internasional.
Peraturan lainnya seperti PMK No. 213/PMK.03/2016 tentang Jenis Dokumen dan/atau Informasi Tambahan yang Wajib Disimpan oleh Wajib Pajak yang Melakukan Transaksi dengan Para Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa dan Tata Cara Pengelolaannya juga dibentuk untuk mendukung efektivitas sistem AEoI.
Sistem AEoI melibatkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang secara resmi memegang peran penting dalam pengelolaan lembaga keuangan di Indonesia, sementara DJP sebagai otoritas pajak. Saat ini kedua lembaga tersebut sudah memegang aplikasi resmi yang diluncurkan sebagai pendukung AEoI sejak 1 Maret 2017.
Apabila internal OJK memegang aplikasi Akrab (Aplikasi Buka Rahasia Bank), sementara internal Kemenkeu memegang Akasia (Aplikasi Usulan Buka Rahasia Bank). Baik Akasia dan Akbar, keduanya digunakan untuk mempercepat proses pengajuan pembukaan data perbankan, sehingga yang semula proses penyelesaian membutuhkan waktu hingga 239 hari saat ini menjadi maksimal 30 hari.
Dampak Keterbukaan
JIKA belum benar-benar diberlakukan saja AEoI sudah memberikan dampak luar biasa terhadap kesuksesan tax amnesty, bagaimana jika sudah diberlakukan? Banyak masyarakat optimistis dengan hal ini.
Fakta menunjukkan bahwa tax ratio Indonesia masih sangat rendah bahkan terendah dibanding negara ASEAN lain yang 11%. AEoI diyakini akan meningkatkan penerimaan pajak diikuti dengan peningkatan tax ratio, hingga berdampak positif terhadap pembangunan nasional.
Aset wajib paak yang disembunyikan di luar negeri dan tidak terawasi juga akan kembali ke Indonesia. Akhirnya, pengemplang pajak tidak bisa lagi menyembunyikan harta mereka. Maka bukan tanpa alasan jika kelak AEoI akan sangat sukses untuk kemajuan perpajakan Indonesia.
Kini, yang menjadi pekerjaan rumah pemerintah ialah bagaimana menyukseskan AEoI. Salah satunya adalah dengan menggunakan sistem informasi yang terintegrasi secara menyeluruh sehingga tidak akan ada lagi penghindaran pajak oleh wajib pajak.
Selain itu, dibutuhkan pula sistem yang mampu menampung data dalam jumlah besar atau yang disebut dengan big data dengan dilengkapi sistem informasi terintegrasi. Yang menggembirakan ialah kedua konsep ini juga telah diwacanakan untuk mendukung penerimaan pajak Indonesia.
Total sebesar 10,5 miliar data sudah dipegang pemerintah serta penerapan sistem core tax baru-baru ini, yang selanjutnya keduanya akan saling terintegrasi dan digunakan untuk mendukung efektivitas penerapan AEoI di Indonesia.*
(Disclaimer)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.