Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan mengestimasi belanja perpajakan 2021 mencapai Rp299,1 triliun. Angka tersebut setara 1,76% terhadap produk domestik bruto (PDB).
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan nilai tersebut meningkat 23,8% jika dibandingkan dengan belanja perpajakan tahun sebelumnya yang senilai Rp241,6 triliun atau 1,56% PDB. Menurutnya, pemerintah memberikan insentif perpajakan yang lebih besar pada 2021 untuk mendorong pemulihan ekonomi.
"Kebijakan insentif ini dilakukan dengan lebih terarah dan terukur untuk merespons kondisi pandemi yang dinamis serta mendukung upaya akselerasi transformasi ekonomi," katanya, Senin (26/12/2022).
Febrio mengatakan perekonomian Indonesia pada 2021 masih dihadapkan pada tantangan utama pandemi Covid-19. Meskipun terdapat pemulihan seiring dengan pelaksanaan program vaksinasi, pada 2021 juga terjadi 2 puncak gelombang kasus Covid-19 sehingga berdampak signifikan pada kesehatan dan perekonomian.
Menurutnya, kebijakan fiskal pada 2021 masih berada dalam kondisi luar biasa untuk pengendalian pandemi beserta dampaknya. Sejalan dengan kebijakan APBN, insentif perpajakan juga diarahkan untuk memberikan bantalan bagi perekonomian untuk mencegah kontraksi yang lebih dalam sekaligus mendukung percepatan pemulihan.
Sejalan dengan program pemulihan ekonomi nasional (PEN), secara umum insentif pajak 2021 ditujukan untuk percepatan dan penguatan pengadaan kebutuhan medis penanganan pandemi, serta relaksasi cash flow pelaku usaha yang masih terdampak pandemi. Insentif pajak juga dipakai untuk mendorong percepatan pemulihan sektor potensial dan strategis, serta implementasi keberlanjutan reformasi struktural dan percepatan transformasi perekonomian.
Febrio menilai peran insentif perpajakan cukup efektif dalam mendorong percepatan pemulihan ekonomi nasional. Pada 2021, perekonomian Indonesia mampu kembali tumbuh positif dan bahkan sudah mampu berada pada level 1,6% lebih tinggi dibandingkan dengan level prapandemi pada 2019.
"Dukungan insentif fiskal, baik yang berlaku secara umum maupun yang ditawarkan melalui sektor-sektor strategis, mampu berperan sebagai stimulus bagi percepatan pemulihan ekonomi nasional," ujarnya.
Berdasarkan jenis pajaknya, Febrio memaparkan belanja perpajakan terbesar pada 2021 yakni PPN dan PPnBM, mencapai Rp175,0 triliun atau 58,5% dari total estimasi belanja perpajakan. Angka ini meningkat 24,2% dibandingkan dengan belanja perpajakan 2020.
Peningkatan belanja perpajakan PPN dan PPnBM terjadi seiring dengan pemanfaatan insentif dalam rangka penanggulangan dampak pandemi Covid-19 seperti fasilitas PPN dan bea masuk untuk kegiatan penanganan Covid-19 termasuk impor pengadaan vaksin. Selain itu, makin pulihnya perekonomian nasional juga mendorong peningkatan kegiatan produksi dan konsumsi sehingga pemanfaatan insentif perpajakan yang mendukung kegiatan tersebut makin tinggi.
Sementara berdasarkan pemanfaatannya, nilai estimasi belanja perpajakan 2021 yang ditujukan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pengembangan UMKM mencapai Rp229,0 triliun atau sebesar 76,5% terhadap total belanja perpajakan. Belanja perpajakan tersebut sebagian besar berupa pengecualian barang dan jasa kena pajak seperti bahan kebutuhan pokok, jasa angkutan umum, serta jasa pendidikan dan kesehatan, yang ditujukan untuk menjaga daya beli masyarakat.
Selanjutnya, terdapat fasilitas PPN tidak dipungut untuk pengusaha kecil dan fasilitas PPh final untuk UMKM yang mendukung pertumbuhan industri UMKM. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.