Suherman Saleh
,Pertanyaan:
SAYA Abdus Salam Juji. Perusahaan tempat saya bekerja bergerak di bidang jasa dan selama ini dikenakan tarif 0,5% dari peredaran bruto berdasarkan PP 23/2018.
Saya ingin menginformasikan contoh perlakuan pajak saya selama ini. Jika pada April, perusahaan mendapatkan pendapatan atau omzet senilai Rp50.000.000 dari satu perusahaan saja, perlakuan perpajakan yang dilakukan selama ini adalah:
Dengan adanya insentif pajak yang diberikan pemerintah, bagaimanakah perlakukan pajak dari kedua poin di atas. Mohon bantuan penjelasannya. Terima kasih atas perhatiannya.
Jawaban:
TERIMA kasih Bapak Abdus Salam Juji atas pertanyaan yang diberikan.
Perlu dipahami terlebih dahulu bahwa atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu dikenai PPh final sebesar 0,5%, sebagaimana diatur dalam PP 23/2018.
Saat ini, pemerintah tengah memberikan berbagai insentif pajak, salah satunya berupa insentif PPh final DTP. Pemberian insentif tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 44/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 (PMK 44/2020). PPh final DTP yang diterima oleh wajib pajak tidak diperhitungkan sebagai penghasilan yang dikenakan pajak.
Jika Bapak sudah memiliki Surat Keterangan pemanfaatan PPh final DTP, Bapak perlu menyerahkan fotokopi Surat Keterangan tersebut kepada pemberi kerja. Dengan begitu, mereka dapat melakukan konfirmasi kebenaran Surat Keterangan tersebut dengan melakukan scan barcode, mengakses laman www.pajak.go.id, atau menghubungi Kring Pajak sebagaimana diatur pada Bagian E Nomor 3 huruf g angka (3) aturan tersebut. Jika sudah terkonfirmasi, mereka tidak perlu melakukan pemotongan atau pemungutan pajak dari tagihan Bapak.
Selanjutnya, Bapak perlu memastikan terpenuhinya tiga kriteria yang ditetapkan berdasarkan huruf E angka 3a dan 3b SE-29/2020. Pertama, menyampaikan laporan realisasi pemanfaatan insentif PPh final DTP. Kedua, wajib pajak mengajukan surat keterangan memperoleh insentif. Ketiga, surat keterangan tersebut sudah dimiliki paling lambat sebelum penyampaian laporan realisai.
Merujuk pada Pasal 7 ayat (1) sampai dengan ayat (5) PMK 44/2020, pemanfaatan insentif tersebut harus diikuti dengan penyampaian laporan realisasi PPh final DTP.
Insentif PPh final DTP diberikan berdasarkan laporan yang disampaikan wajib pajak sepanjang telah menerima surat keterangan untuk dapat memanfaatkan insentif. Wajib pajak yang melunasi PPh final DTP harus membuat Surat Setoran Pajak (SSP) atau cetakan kode billing yang dibubuhi cap atau tulisan "PPh FINAL DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK NOMOR .../PMK.03/2020" atas transaksi yang merupakan objek pemotongan atau pemungutan PPh.
Selanjutnya, laporan realisasi juga harus dilampiri dengan SSP atau cetakan kode billing. Penyampaian laporan realisasi paling lambat dilakukan tanggal 20 pada bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
Terkait e-billing yang disikan dengan nilai Rp250.000 tidak perlu turut disetorkan, namun cukup dilaporkan dengan NTPN 999999999.
Demikian jawaban yang dapat kami berikan. Semoga dapat membantu.
Sebagai informasi, Kanal Kolaborasi antara Kadin Indonesia dan DDTC Fiscal Research menayangkan artikel konsultasi setiap Selasa dan Kamis guna menjawab pertanyaan terkait Covid-19 yang diajukan ke email [email protected]. Bagi Anda yang ingin mengajukan pertanyaan, silakan langsung mengirimkannya ke alamat email tersebut.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.