Ilustrasi. Pemandangan gedung-gedung bertingkat tampak dari Petamburan, Jakarta, Selasa (28/7/2020). Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat menjadi dua daerah pertama penerima dana program Pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Daerah karena terdampak sangat besar oleh pandemi Covid-19 pada kesejahteraan dan ekonomi masyarakatnya. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/foc.
JAKARTA, DDTCNews – Pembagian beban penanganan pandemi Covid-19 antara pemerintah dengan pembayar pajak harus dilakukan secara adil.
Ketua Umum Gerakan Pakai Masker yang dahulu pernah menjabat sebagai Direktur Utama BNI Sigit Pramono mengatakan sektoir usaha yang mendapatkan bantuan di tengah krisis harus patuh membayar pajak ketika pandemi Covid-19 sudah selesai.
“Berdasarkan pengalaman saya puluhan tahun menjadi bankir, banyak pengusaha yang mendapatkan bantuan restrukturisasi kredit hingga dana murah di tengah krisis ini lupa akan kewajiban pajaknya setelah krisis,” ujar Sigit dalam sebuah webinar, Senin (3/8/2020).
Ditjen Pajak (DJP) perlu melakukan pendataan setiap usaha, baik kecil maupun besar, yang mendapatkan fasilitas restrukturisasi kredit. Permohonan fasilitas harus dilengkapi dengan data nomor pokok wajib pajak (NPWP) yang jelas agar ke depan pemanfaat fasilitas ini bisa ditagih kewajiban pajaknya.
"Pada waktu normal nanti mereka harus membayar pajak. Dengan ini beban antara pembayar pajak dengan pemerintah untuk penanganan krisis bisa terbagi secara adil," ujar Sigit.
Selain beban antara pemerintah dengan pembayar pajak, juga perlu ada pembagian beban secara adil antara pelaku usaha dengan konsumen. Menurut Sigit, pertumbuhan ekonomi pascapandemi harus bertumpu pada konsumsi domestik, bukan ekspor dan pariwisata yang selama ini digaungkan oleh pemerintah.
"Sektor yang berorientasi ekspor dan pariwisata dapat dipastikan akan anjlok. Apalagi, seluruh dunia sedang resesi," ujar Sigit.
Dari sisi pariwisata, Kementerian Pariwisata perlu menggencarkan kampanye yang mendorong masyarakat untuk berpariwisata di negeri sendiri. Pasalnya, kunjungan wisatawan asing cenderung tidak bisa diandalkan di tengah situasi pasca krisis.
"Pengalaman 1997-1998 dan pasca bom Bali, perlu waktu 2 tahun untuk mengembalikan turis asing masuk ke Indonesia," imbuhnya. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.