BERITA PAJAK HARI INI

Bea Cukai Jerat Penyelundup Barang Impor dengan UU TPPU, Kok Bisa?

Redaksi DDTCNews | Rabu, 08 Mei 2019 | 08:25 WIB
Bea Cukai Jerat Penyelundup Barang Impor dengan UU TPPU, Kok Bisa?

Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi. (foto: DJBC)

JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) akan menggunakan Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) untuk menjerat penyelundup barang dari luar negeri. Hal tersebut menjadi bahasan beberapa media nasional pada hari ini, Rabu (8/5/2019).

Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi mengatakan dengan konsep follow the money, otoritas bisa melacak pihak-pihak yang terlibat dalam praktik gelap di sektor perdagangan. Dia pun mengaku memiliki beberapa catatan dan modus yang dilakukan para pelaku kriminalitas.

Pasalnya, indikasi adanya pencucian uang ini menguat ketika dalam beberapa kasus, ada korelasi kejadian baru dengan pemain lama terkait penyelundupan. Oleh karena itulah, institusinya bekerja sama dengan instansi lain untuk memperkuat pengawasan.

Baca Juga:
Masih Ada Fasilitas Kepabeanan Tak Dimanfaatkan, DJBC Beri Penjelasan

“Ya satu kelompok, makanya kami lakukan sinergi dengan Ditjen Pajak. Jadi sekarang ada tiga, yakni DJBC, Ditjen Pajak, dan PPATK,” katanya.

Berdasarkan data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), ada 32 laporan keuangan mencurigakan yang diidentifikasi berkaitan dengan praktik penyelundupan barang selama tahun lalu.

Selain itu, beberapa media nasional juga masih menyoroti implementasi kewajiban penggunaan aplikasi bukti potong elektronik (e-Bupot). Hingga saat ini, Ditjen Pajak sudah mewajibkan sekitar 1.913 wajib pajak (WP) pemotong pajak penghasilan (PPh) pasal 23 dan pasal 26.

Baca Juga:
Reformasi Berkelanjutan DJBC, Kolaborasi Lintas Sektor Jadi Kunci

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • Kenaikan Dua Kali Lipat

Berdasarkan data PPATK, jumlah transaksi keuangan mencurigakan yang terkait dengan praktik penyelundupan barang selalu meningkat tiap tahunnya. Pada tahun lalu, 32 transaksi keuangan mencurigakan itu naik lebih dari dua kali lipat dari posisi 2017 sebanyak 12 transaksi.

Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin mengatakan instansinya siap membantu otoritas kepabeanan dalam melacak para penyelundup barang. Proses identifikasi dilakukan dengan mencocokkan data ekspor—impor khususnya untuk barang-barang elektronik.

Baca Juga:
Coretax Diterapkan 1 Januari 2025, PKP Perlu Ajukan Sertel Baru
  • Penerapan Bakal Diperluas

Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengungkapkan implementasi e-Bupot bulan ini merupakan uji coba lanjutan dalam pelaksanaan e-Bupot yang sudah diterapkan sejak tahun lalu.

"Total sudah sebanyak 1.913 WP. Kami lakukan testing untuk sistem dan aplikasinya, kalau ini lancar maka penerapannya segera diperluas ke wilayah lain,” katanya.

  • Keuntungan Penggunaan E-Bupot

Hestu mengatakan penerapan e-Bupot memberi keuntungan bagi WP, WP pemotong, dan otoritas. Bagi WP, bukti potong akan masuk dalam prepopulated SPT Tahunan. Dengan demikian, proses pelaporan menjadi lebih mudah.

Baca Juga:
Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Bagi WP pemotong, ada efisiensi karena bukti potong dan SPT Masa diterbitkan secara elektronik. Sementara, bagi DJP, ada jaminan penghasilan yang dipotong melalui sistem ini akan dilaporkan dengan benar dalam SPT Tahunan WP penerima penghasilan yang dikenai potongan PPh.

  • Kepatuhan WP Badan Turun

Hingga batas akhir musim pelaporan SPT WP badan, hanya 768.000 WP yang telah melaporkan SPT. Jumlah tersebut hanya mencapai 52,24%. Meskipun masih ada waktu hingga akhir tahun, kepatuhan formal WP badan tersebut tercatat turun dibandingkan tahun lalu 58,8%.

  • Berharap Momentum Ramadan

Momentum Ramadan dan Lebaran diharapkan mampu mengerek pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang pada tiga bulan pertama hanya bertengger di level 5,01%. Apalagi, pada kuartal I/2019, pemerintah sudah mencairkan anggaran Program Keluarga Harapan sekitar Rp22,8 triliun atau 60% dari total pagu belanja bantuan sosial senilai Rp38 triliun. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 27 Desember 2024 | 12:30 WIB LAPORAN BELANJA PERPAJAKAN

Masih Ada Fasilitas Kepabeanan Tak Dimanfaatkan, DJBC Beri Penjelasan

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN DAN CUKAI

Reformasi Berkelanjutan DJBC, Kolaborasi Lintas Sektor Jadi Kunci

Jumat, 27 Desember 2024 | 09:07 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Coretax Diterapkan 1 Januari 2025, PKP Perlu Ajukan Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

BERITA PILIHAN
Jumat, 27 Desember 2024 | 15:00 WIB KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu Pembukuan dalam bidang Kepabeanan?

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Yuridis Pengenaan PPN atas Jasa Kecantikan

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:00 WIB KELAS PPN

Konsep PPN, Deviasi, dan Isu Kenaikan PPN 12%

Jumat, 27 Desember 2024 | 13:30 WIB UU HKPD

Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:30 WIB LAPORAN BELANJA PERPAJAKAN

Masih Ada Fasilitas Kepabeanan Tak Dimanfaatkan, DJBC Beri Penjelasan

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:00 WIB PMK 81/2024

Catat! Dokumen WP Badan Era Coretax Diteken Pakai Sertel Pengurus

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 168/2023

Penghitungan PPh 21 Pegawai Tidak Tetap untuk Masa Pajak Desember

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Analisis Kesebandingan dalam Tahapan Penerapan PKKU

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jamin Stimulus Ekonomi Efektif, Birokrasi Penyaluran Perlu Dipermudah

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Maret 2024: Pemerintah Rilis Ketentuan Baru terkait Akuntansi Koperasi