Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi. (foto: DJBC)
JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) akan menggunakan Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) untuk menjerat penyelundup barang dari luar negeri. Hal tersebut menjadi bahasan beberapa media nasional pada hari ini, Rabu (8/5/2019).
Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi mengatakan dengan konsep follow the money, otoritas bisa melacak pihak-pihak yang terlibat dalam praktik gelap di sektor perdagangan. Dia pun mengaku memiliki beberapa catatan dan modus yang dilakukan para pelaku kriminalitas.
Pasalnya, indikasi adanya pencucian uang ini menguat ketika dalam beberapa kasus, ada korelasi kejadian baru dengan pemain lama terkait penyelundupan. Oleh karena itulah, institusinya bekerja sama dengan instansi lain untuk memperkuat pengawasan.
“Ya satu kelompok, makanya kami lakukan sinergi dengan Ditjen Pajak. Jadi sekarang ada tiga, yakni DJBC, Ditjen Pajak, dan PPATK,” katanya.
Berdasarkan data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), ada 32 laporan keuangan mencurigakan yang diidentifikasi berkaitan dengan praktik penyelundupan barang selama tahun lalu.
Selain itu, beberapa media nasional juga masih menyoroti implementasi kewajiban penggunaan aplikasi bukti potong elektronik (e-Bupot). Hingga saat ini, Ditjen Pajak sudah mewajibkan sekitar 1.913 wajib pajak (WP) pemotong pajak penghasilan (PPh) pasal 23 dan pasal 26.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Berdasarkan data PPATK, jumlah transaksi keuangan mencurigakan yang terkait dengan praktik penyelundupan barang selalu meningkat tiap tahunnya. Pada tahun lalu, 32 transaksi keuangan mencurigakan itu naik lebih dari dua kali lipat dari posisi 2017 sebanyak 12 transaksi.
Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin mengatakan instansinya siap membantu otoritas kepabeanan dalam melacak para penyelundup barang. Proses identifikasi dilakukan dengan mencocokkan data ekspor—impor khususnya untuk barang-barang elektronik.
Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengungkapkan implementasi e-Bupot bulan ini merupakan uji coba lanjutan dalam pelaksanaan e-Bupot yang sudah diterapkan sejak tahun lalu.
"Total sudah sebanyak 1.913 WP. Kami lakukan testing untuk sistem dan aplikasinya, kalau ini lancar maka penerapannya segera diperluas ke wilayah lain,” katanya.
Hestu mengatakan penerapan e-Bupot memberi keuntungan bagi WP, WP pemotong, dan otoritas. Bagi WP, bukti potong akan masuk dalam prepopulated SPT Tahunan. Dengan demikian, proses pelaporan menjadi lebih mudah.
Bagi WP pemotong, ada efisiensi karena bukti potong dan SPT Masa diterbitkan secara elektronik. Sementara, bagi DJP, ada jaminan penghasilan yang dipotong melalui sistem ini akan dilaporkan dengan benar dalam SPT Tahunan WP penerima penghasilan yang dikenai potongan PPh.
Hingga batas akhir musim pelaporan SPT WP badan, hanya 768.000 WP yang telah melaporkan SPT. Jumlah tersebut hanya mencapai 52,24%. Meskipun masih ada waktu hingga akhir tahun, kepatuhan formal WP badan tersebut tercatat turun dibandingkan tahun lalu 58,8%.
Momentum Ramadan dan Lebaran diharapkan mampu mengerek pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang pada tiga bulan pertama hanya bertengger di level 5,01%. Apalagi, pada kuartal I/2019, pemerintah sudah mencairkan anggaran Program Keluarga Harapan sekitar Rp22,8 triliun atau 60% dari total pagu belanja bantuan sosial senilai Rp38 triliun. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.