PAJAK KARBON

Batas Emisi Pajak Karbon PLTU Masih Digodok, Ini Kata Kementerian ESDM

Redaksi DDTCNews | Minggu, 05 Desember 2021 | 06:00 WIB
Batas Emisi Pajak Karbon PLTU Masih Digodok, Ini Kata Kementerian ESDM

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyampaikan batas emisi (cap and trade) untuk penerapan perdagangan emisi PLTU batu bara masih dalam tahap penyusunan.

Direktur Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Wanhar mengatakan pembahasan lintas kementerian masih dilakukan untuk menentukan cap and trade perdagangan emisi karbon pada sektor PLTU batu bara.

"Saat ini masih didiskusikan tentang penetapan cap dan pelaksanaan perdagangan emisi. Nanti, nilai tersebut juga akan dipakai untuk cap perpajakan," katanya, dikutip pada Minggu (5/12/2021).

Baca Juga:
Cek Kebenaran Lokasi dan Kegiatan Usaha, Petugas Pajak Gelar Kunjungan

Wanhar menuturkan Kementerian ESDM sudah memiliki basis penerapan cap and trade sektor ketenagalistrikan. Pada Maret-Agustus 2020, lanjutnya, telah dilakukan uji coba secara sukarela penerapan sistem cap and trade karbon di lingkup PLTU.

Pada uji coba tersebut, terdapat tiga kategori nilai cap and trade berdasarkan kapasitas produksi pembangkit listrik. Namun, dalam uji coba tersebut hanya menyasar pembangkit listrik dengan kapasitas lebih dari 100 megawatt.

Dia menyampaikan masih banyak PLTU batu bara di bawah 100 MW milik swasta yang berpotensi ikut serta dalam skema perdagangan emisi dan pajak karbon. Pembangkit listrik tersebut sebagian besar dimiliki oleh industri semen, kertas dan lainnya.

Baca Juga:
Isi Materi Keberatan Sama dengan MAP, Ini yang Bisa Dilakukan WP

"Nanti akan dibicarakan apakah diperlukan membentuk grup ke-4 untuk PLTU di bawah 100 MW. Karena ada juga pembangkit [PLTU batu bara] yang dioperasikan industri seperti semen dan kertas," tuturnya.

Wanhar memastikan semua pihak akan dilibatkan dalam penyusunan ambang batas cap and trade perdagangan emisi sektor PLTU batu bara. Dia berharap penerapan aturan pada April 2022 dapat berjalan mulus dan diterima semua pihak.

"Tentu saja kami harus meminta saran dan pertimbangan dari semua pihak. Sehingga pada waktu penerapan 1 April 2022, cap yang sudah disusun melalui keputusan menteri tidak menjadi masalah," tuturnya. (rig)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 27 Januari 2025 | 16:00 WIB KPP PRATAMA PADANG DUA

Cek Kebenaran Lokasi dan Kegiatan Usaha, Petugas Pajak Gelar Kunjungan

Senin, 27 Januari 2025 | 15:30 WIB PMK 118/2024

Isi Materi Keberatan Sama dengan MAP, Ini yang Bisa Dilakukan WP

Senin, 27 Januari 2025 | 14:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Trump Tarik AS dari Kesepakatan Pajak Global, Ini Kata Sri Mulyani

BERITA PILIHAN
Senin, 27 Januari 2025 | 15:30 WIB PMK 118/2024

Isi Materi Keberatan Sama dengan MAP, Ini yang Bisa Dilakukan WP

Senin, 27 Januari 2025 | 14:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Trump Tarik AS dari Kesepakatan Pajak Global, Ini Kata Sri Mulyani

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00 WIB AMERIKA SERIKAT

Trump Janji Segera Bebaskan Uang Tip dari Pajak Penghasilan

Senin, 27 Januari 2025 | 13:30 WIB PMK 117/2024

Sri Mulyani Atur Ulang Ketentuan Penghapusan Piutang Pajak

Senin, 27 Januari 2025 | 13:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Kategorisasi Kuasa dan Wakil Wajib Pajak di Coretax DJP

Senin, 27 Januari 2025 | 11:30 WIB PERDAGANGAN BERJANGKA

Nilai Transaksi Perdagangan Berjangka Komoditi 2024 Naik 29,3 Persen

Senin, 27 Januari 2025 | 10:00 WIB PMK 119/2024

Pemerintah Perinci Objek Penelitian atas PKP Berisiko Rendah

Senin, 27 Januari 2025 | 09:00 WIB KEBIJAKAN FISKAL

Siap-Siap SBN Ritel Perdana 2025! Besok Dirilis ORI027T3 dan ORI027T6