WASHINGTON, DDTCNews – Pemerintah di berbagai negara berhasil merealisasikan pendapatan dari pajak karbon (carbon tax) yang cukup signifikan pada 2017. Bahkan pertumbuhannya pun mencapai 50% dibandingkan dengan realisasi sepanjang 2016.
Dalam laporan tahunan Bank Dunia dan Trends of Carbon Pricing 2018 menunjukkan pelaksanaan kebijakan carbon tax mengalami peningkatan sebanyak 3 kali lipat selama satu dekade belakangan. Saat ini semakin banyak yurisdiksi yang menerapkan kebijakan tersebut.
“Sekarang ada 70 yurisdiksi yang telah menerapkan kebijakan carbon tax, dengan rincian 45 di tingkat nasional dan 25 di tingkat sub-nasional,” demikian dilansir tax-news.com, Senin (28/5).
Skema carbon tax mampu mendorong penerimaan pemerintah hingga mencapai USD33 miliar atau Rp416,43 triliun per 2017 atau meningkat signifikan dibanding dengan realisasi 2016 yang mencapai USD22 miliar atau Rp305,59 triliun.
Ekspansi skema carbon pricing belakangan ini telah didorong oleh inisiatif baru di Amerika, termasuk di Chili dan Kolombia, dan di provinsi Kanada Alberta dan Ontario, serta di negara bagian AS California, Massachusetts, dan Washington.
Pada Desember 2017, berdasarkan informasi dari Bank Dunia, pemerintah Tiongkok berencana untuk menerapkan skema perdagangan emisi yang dimulai dengan sektor tenaga listrik.
Dengan skema penjualan emisi (emissions trading scheme/ETS) Tiongkok yang beroperasi penuh, mekanisme carbon pricing di seluruh negara diprediksi meng-cover 11 gigaton karbondioksida atau 20% emisi gas rumah kaca secara global yang naik dari sebelumnya 15% pada 2016. (Amu)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.