Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) masih melakukan pengujian sistem inti administrasi perpajakan (coretax administration system). Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (17/5/2024).
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti mengatakan pengujian coretax system dari berbagai aspek, seperti fungsi, performa, keamanan, serta interkoneksi, masih terus dilakukan. Namun, dia berharap waktu implementasi coretax system bisa sesuai dengan target.
“Targetnya sebenarnya pertengahan tahun ini kita akan implementasikan,” katanya.
Dalam pengembangan coretax system, lanjut Dwi, DJP telah melakukan benchmarking terkait dengan pembaruan sistem pajak. Menurutnya, negara-negara maju banyak menggunakan sistem yang juga akan dipakai pada pembaruan SIAP atau CTAS.
“Sehingga diharapkan dengan dibangunnya coretax system ini, DJP memiliki sistem yang setara dengan negara-negara maju. Kita enggak mau dong ketinggalan dalam hal ini,” tuturnya.
Tak hanya itu, pengembangan coretax system juga diharapkan dapat meningkatkan kualitas layanan yang disediakan DJP kepada wajib pajak. Peningkatan kualitas layanan tersebut juga menjadi latar belakang pembaruan coretax system.
Selain mengenai coretax system, terdapat pula ulasan mengenai peraturan dirjen pajak terbaru terkait dengan pemungutan dan pelaporan PPN hasil tembakau. Ada pula ulasan terkait dengan permintaan bantuan penagihan pajak ke negara mitra dan proses transisi Pengadilan Pajak di bawah MA.
Seiring dengan pengembangan coretax system oleh DJP, wajib pajak juga diimbau untuk mengikuti dan mempelajari pembaruan sistem pajak tersebut. Alhasil, wajib pajak dapat langsung memanfaatkan kemudahan-kemudahan yang akan diberikan.
Seperti diketahui, terdapat 21 proses bisnis layanan DJP yang tengah dikembangkan dalam coretax system antara lain proses bisnis registrasi, pengelolaan SPT, pembayaran, layanan wajib pajak, third party data processing, taxpayer account management, exchange of information (EoI), serta data quality management.
Lalu, ada juga proses bisnis document management system, compliance risk management, business intelligence, penilaian, pengawasan, ekstensifikasi, pemeriksaan, penagihan, intelijen, penyidikan, keberatan dan banding, nonkeberatan, serta knowledge management system. (DDTCNews)
DJP menerbitkan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-4/PJ/2024 mengenai pelaksanaan administrasi pemungutan dan pelaporan PPN atas penyerahan hasil tembakau.
PER-4/PJ/2024 terbit sebagai peraturan pelaksana PMK 63/2022. Penerbitan PER-4/PJ/2024 ini juga untuk mencabut PER-49/PJ/2015 sebagai peraturan pelaksana PMK 174/2015 tentang Tata Cara Penghitungan dan Pemungutan PPN atas Penyerahan Hasil Tembakau.
"PER-49/PJ/2015 tentang Pelaksanaan PMK 174/PMK.03/2015 tentang Tata Cara Penghitungan dan Pemungutan PPN atas Penyerahan Hasil Tembakau belum menampung penyesuaian ... sehingga perlu diganti," bunyi salah satu pertimbangan PER-4/PJ/2024. (DDTCNews)
Jumlah negara yang dapat memberikan bantuan penagihan kepada Indonesia bertambah signifikan seiring dengan direvisinya Perpres 159/2014 tentang Convention on Mutual Administrative Assistance in Tax Matters (MAAC) melalui Perpres 56/2024.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti mengatakan dengan terbitnya Perpres 56/2024, Indonesia dapat meminta bantuan penagihan pajak berdasarkan MAAC kepada 72 negara.
"Sampai dengan tanggal 15 Mei 2024, jumlah negara/yurisdiksi yang dapat meminta dan memberikan bantuan penagihan pajak berdasarkan MAAC adalah 72 negara atau yurisdiksi," ujarnya. (DDTCNews)
Sekretariat Pengadilan Pajak melalui tim transisi sedang menyiapkan grand design dari peralihan pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan Pengadilan Pajak dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) ke Mahkamah Agung (MA).
Sekretaris Pengganti Pengadilan Pajak yang juga menjabat sebagai Koordinator Tim Persiapan Transisi Pengadilan Pajak Aditya Agung mengatakan grand design disiapkan agar ekosistem penyelesaian sengketa di Pengadilan Pajak tetap efisien.
"Kami persiapkan transisi ini dari 5 bidang, organisasi dan tata kelola, SDM, sarana prasarana dan keuangan, IT, serta regulasi," tuturnya. (DDTCNews)
Pemerintah menargetkan Indonesia mampu menyelesaikan proses aksesi dan diterima menjadi anggota Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dalam waktu 3 tahun.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan proses aksesi selama 3 tahun merupakan target yang realistis mengingat ada negara lain yang diterima menjadi anggota OECD dalam jangka waktu tersebut.
"Kosta Rika butuh waktu 6 tahun, Kolombia 7 tahun, Chile 3 tahun. Jadi, kita harus belajar dari Chile bagaimana mereka bisa menjadi anggota dalam waktu lebih cepat," katanya. (DDTCNews) (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.