Pertanyaan:
PERKENALKAN, saya Riko. Saya membuka sebuah toko yang menjual air galon dan liquefied petroleum gas (LPG) di Kota Palu, Sulawesi Tengah. Selama hampir 8 tahun saya menjalani usaha, saya tidak pernah memungut pajak pertambahan nilai (PPN) dari pembeli.
Namun, saya mendengar kabar yang beredar bahwa LPG dikenakan PPN. Kabar ini membuat saya bingung. Oleh karena itu, saya ingin bertanya apa yang harus saya lakukan dan bagaimana ketentuan atas PPN ini? Mohon bantuannya dan terima kasih.
Jawaban:
TERIMA kasih Bapak Riko atas pertanyaan yang diajukan. Sebelum menjawab pertanyaan Bapak, perlu dipahami terlebih dahulu bahwa pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan No. 62/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Liquefied Petroleum Gas (PMK 62/2022).
Melalui PMK 62/2022, pemerintah mengatur adanya pengenaan PPN atas LPG tertentu yang diserahkan oleh pengusaha kena pajak (PKP). Dalam konteks ini, Bapak Riko perlu memastikan terlebih dahulu apakah termasuk PKP atau bukan.
Apabila Bapak Riko sebagai pemilik usaha termasuk non-PKP, Bapak Riko tidak memiliki kewajiban untuk memungut PPN. Namun, sebaliknya jika merupakan PKP, Bapak Riko memiliki kewajiban untuk memungut PPN. Adapun pengusaha yang wajib mengukuhkan dirinya sebagai PKP adalah pelaku usaha dengan jumlah peredaran bruto melebihi Rp4,8 miliar per tahun buku. Ketentuan ini diatur dalam PMK 197/2013.
Berikutnya, perlu dipahami, tidak semua LPG dikenakan PPN. Pengenaan PPN hanya terhadap LPG tertentu. Berdasarkan Pasal 1 ayat (6) PMK 62/2022, yang dimaksud dengan LPG tertentu ialah LPG yang merupakan bahan bakar dengan kekhususan karena kondisi tertentu masih diberikan subsidi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang energi dan sumber daya mineral.
Terhadap LPG tertentu tersebut berlaku 2 ketentuan pengenaan PPN. Pertama, bagian harga yang disubsidi, PPN-nya dibayar pemerintah. Kedua, bagian harga yang tidak disubsidi, PPN-nya dibayar pembeli. Sesuai dengan poin kedua, PKP wajib mengenakan PPN terhadap pembeli atas bagian harga yang tidak disubsidi.
Dalam menghitung jumlah PPN yang terutang atas penyerahan LPG tertentu, PKP dapat mengalikan antara tarif PPN dan dasar pengenaan pajak (DPP). Saat ini, tarif PPN yang berlaku ialah sebesar 1,1/101,1. Nantinya, tarif ini dapat berubah menjadi 1,2/101,2 ketika tarif sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b UU PPN berlaku.
Sementara itu, DPP yang berlaku atas PPN LPG tertentu ialah sejumlah selisih lebih antara harga jual pangkalan dan harga jual agen. Setelah menghitung dan memungut PPN dari pembeli, PKP juga wajib membuat faktur pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Perlu dicatat juga, sesuai dengan Pasal 9 ayat (2) PMK 62/2022, pajak masukan atas perolehan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak yang berhubungan dengan penyerahan LPG tertentu tidak dapat dikreditkan.
Sebagai tambahan, dalam memberikan kemudahan untuk memahami penghitungan PPN yang terutang atas penyerahan LPG, berikut ilustrasi penghitungannya:
Bapak Riko merupakan seorang PKP dan menjual LPG ke konsumen akhir seharga Rp60.000 per tabung. LPG tersebut, Bapak Riko ambil dari seorang agen dengan harga Rp55.000. Berapa jumlah PPN yang terutang?
PPN terutang = 1,1/101,1 X (Rp60.000—Rp55.000) = Rp54,40
Berdasarkan pada ilustrasi tersebut, dapat diketahui jumlah PPN yang terutang adalah senilai Rp54,40. Demikian informasi yang dapat kami sampaikan, Bapak Riko. Semoga bermanfaat.
Sebagai informasi, artikel Konsultasi UU HPP akan hadir setiap Selasa guna menjawab pertanyaan terkait UU HPP beserta peraturan turunannya yang diajukan ke email [email protected]. Bagi Anda yang ingin mengajukan pertanyaan, silakan langsung mengirimkannya ke alamat email tersebut.
(Disclaimer)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.