Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Landasan bagi Ditjen Pajak (DJP) untuk melakukan pemeriksaan telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 17/2013 s.t.d.t.d PMK 18/2021 dan UU KUP s.t.d.t.d UU HPP.
Berdasarkan PMK tersebut, pemeriksaan dilakukan untuk menguji kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Pemeriksaan dapat meliputi satu, beberapa, atau seluruh jenis pajak dan satu atau beberapa masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak.
“Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor,” bunyi Pasal 5 ayat (1) huruf a PMK 17/2013 s.t.d.t.d PMK 18/2021, dikutip pada Rabu (20/9/2023).
Ada beberapa penyebab otoritas pajak dapat melakukan pemeriksaan. Pertama, wajib pajak mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B UU KUP.
Kedua, terdapat data konkret yang menyebabkan adanya pajak yang tidak atau kurang dibayar. Ketiga, wajib pajak menyampaikan SPT yang menyatakan lebih bayar selain yang mengajukan permohonan restitusi Pasal 17B UU KUP.
Keempat, wajib pajak telah diberikan restitusi dipercepat. Kelima, wajib pajak menyampaikan SPT yang menyatakan rugi. Keenam, wajib pajak melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran, atau akan meninggalkan Indonesia untuk selamanya.
Ketujuh, wajib pajak melakukan perubahan tahun buku atau metode pembukuan atau karena dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap.
Kedelapan, wajib pajak tidak menyampaikan atau menyampaikan SPT, tetapi melampaui jangka waktu yang telah ditetapkan dalam surat teguran yang terpilih untuk dilakukan pemeriksaan berdasarkan analisis risiko;
Kesembilan, wajib pajak menyampaikan SPT yang terpilih untuk dilakukan pemeriksaan berdasarkan analisis risiko. Simak DJP Sebut Pemeriksaan Pajak Tidak Didasarkan pada Alasan Subjektif
Kesepuluh, pengusaha kena pajak (PKP) tidak melakukan penyerahan BKP/JKP ataupun ekspor BKP/JKP dan telah diberikan pengembalian pajak masukan atau mengkreditkan pajak masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6e) UU PPN.
DJP juga menekankan pemeriksaan tidak dilakukan berdasarkan alasan subjektif tertentu dan selalu diawali dengan imbauan. Dengan imbauan, wajib pajak diberi kesempatan untuk membetulkan SPT dan menyetorkan kurang bayar ke kas negara. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.