TANDA tangan menjadi salah satu prasyarat pada sejumlah dokumen yang digunakan dalam melaksanakan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan. Dokumen yang mewajibkan adanya tanda tangan wajib pajak di antaranya adalah surat pemberitahuan (SPT).
Berdasarkan Pasal 3 ayat (7) huruf a UU KUP, SPT bahkan dianggap tidak disampaikan apabila tidak ditandatangani. Selain SPT, faktur pajak juga harus mencantumkan tanda tangan pihak yang berhak menandatangani faktur pajak (kecuali faktur pajak untuk pedagang eceran).
Seiring dengan perkembangan teknologi, otoritas pun mentransformasikan layanannya menjadi serba digital. Transformasi ini membuat wajib pajak dapat melaksanakan kewajiban perpajakannya secara elektronik menggunakan dokumen elektronik.
Adanya penggunaan dokumen elektronik membuat DJP pun mengatur penggunaan tanda tangan digital. Aturan mengenai tanda tangan digital tersebut patut lebih diperhatikan pasca-berlakunya coretax administration system.
Terlebih, coretax akan mewajibkan wajib pajak menggunakan tanda tangan elektronik dalam setiap pemenuhan hak dan kewajiban pajak secara elektronik. Lantas, apa itu tanda tangan elektronik dalam implementasi coretax?
Ketentuan tanda tangan elektronik di antaranya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 81 Tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan Dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PMK 81/2024).
Merujuk Pasal 1 angka 30 PMK 81/2024, tanda tangan elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas informasi elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan informasi elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.
Tanda tangan elektronik tersebut digunakan untuk menandatangani dokumen elektronik yang harus ditandatangani oleh wajib pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Tanda tangan elektronik yang bisa digunakan wajib pajak terbagi menjadi 2 jenis. Kedua jenis tanda tangan elektronik tersebut ialah tanda tangan elektronik tersertifikasi dan tanda tangan elektronik tidak tersertifikasi.
Mengacu Pasal 8 ayat (3) PMK 81/2024, tanda tangan elektronik tersertifikasi adalah tanda tangan elektronik yang dibuat dengan menggunakan sertifikat elektronik.
Sertifikat elektronik berarti sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat tanda tangan elektronik dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum para pihak dalam transaksi elektronik yang dikeluarkan oleh penyelenggara sertifikasi elektronik (Pasal 1 angka 31 PMK 8/2024).
Untuk memperoleh sertifikat elektronik, wajib pajak harus mengajukan permohonan penerbitan sertifikat elektronik kepada penyelenggara sertifikat elektronik.
Penyelenggara sertifikasi elektronik berarti badan hukum yang berfungsi sebagai pihak yang layak dipercaya, yang memberikan dan mengaudit sertifikat elektronik.
Wajib pajak bisa mengajukan permohonan sertifikat elektronik ke penyelenggara sertifikasi yang sudah diakui oleh kementerian di bidang komunikasi dan informatika serta telah ditunjuk oleh menteri keuangan.
Permohonan sertifikat elektronik tersebut diajukan melalui laman DJP yang terintegrasi dengan laman penyelenggara sertifikasi elektronik yang ditunjuk. Berdasarkan permohonan tersebut, penyelenggara sertifikasi elektronik menerbitkan sertifikat elektronik.
Otoritas membagi penyelenggara sertifikasi elektronik menjadi 2 jenis, yaitu penyelenggara sertifikat elektronik instansi dan non-instansi. Penyelenggara sertifikasi elektronik non-instansi menerbitkan sertifikat elektronik untuk wajib pajak selain instansi pemerintah.
Sementara itu, penyelenggara sertifikasi elektronik instansi menerbitkan sertifikat elektronik untuk wajib pajak instansi pemerintah yang diwakili oleh ASN, TNI, dan Polri dalam melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan secara elektronik.
Merujuk buku berjudul Pedoman Coretax - Modul Permohonan Kode Otorisasi DJP/Sertifikat Elektronik, penyelenggara sertifikat elektronik tersertifikasi di antaranya adalah BRIN, BSSN, Privy ID, Peruri, TekenAja, dan Vida.
Tanda tangan elektronik tidak tersertifikasi merupakan tanda tangan elektronik yang dibuat dengan menggunakan kode otorisasi atau alat verifikasi dan autentikasi yang digunakan oleh wajib pajak yang diterbitkan oleh DJP.
Kode otorisasi bisa menjadi alternatif tanda tangan digital bagi wajib pajak yang tidak memiliki sertifikat elektronik. Berdasarkan Pasal 8 ayat (6) PMK 81/2024, dirjen pajak menerbitkan kode otorisasi bersamaan dengan persetujuan dan aktivasi akun wajib pajak.
Sebagai informasi, akun wajib pajak merupakan akun yang disediakan oleh DJP untuk setiap wajib pajak guna pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan secara elektronik melalui portal wajib pajak.
Akun tersebut menjadi tempat pencatatan, penyimpanan, dan penyampaian dokumen, data, dan/atau informasi perihal pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak maupun dari pelaksanaan tugas dan fungsi DJP, yang diidentifikasi menggunakan NPWP. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.