KAMUS PAJAK

Apa Itu Pegawai Tetap dan Pegawai Tidak Tetap dalam PPh Pasal 21?

Nora Galuh Candra Asmarani | Senin, 08 Januari 2024 | 18:00 WIB
Apa Itu Pegawai Tetap dan Pegawai Tidak Tetap dalam PPh Pasal 21?

UU Pajak Penghasilan (PPh) telah mengatur pengenaan pajak atas beragam sumber penghasilan. Sumber penghasilan yang menjadi sasaran PPh di antaranya adalah penghasilan orang pribadi dari pekerjaan, jasa, atau kegiatan, sebagaimana diatur dalam Pasal 21 UU PPh (PPh Pasal 21).

PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, uang pensiun, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri.

Dalam perkembangannya, pemerintah memperbarui ketentuan pemotongan PPh Pasal 21. Pembaruan itu dilakukan melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 58/2023 dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 168/2023.

Baca Juga:
Catat! Pengkreditan Pajak Masukan yang Ditagih dengan SKP Tak Berubah

Kedua beleid tersebut berlaku mulai 1 Januari 2024. Adapun salah satu poin yang diatur dalam kedua beleid itu adalah ketentuan pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan dari pegawai. Merujuk Pasal 1 angka 9 PMK 168/2023, pegawai adalah:

“Orang pribadi yang bekerja, baik sebagai pegawai tetap atau pegawai tidak tetap, berdasarkan perjanjian atau kesepakatan kerja, baik secara tertulis maupun tidak tertulis, untuk melaksanakan suatu pekerjaan dalam jabatan atau kegiatan tertentu dengan memperoleh imbalan yang diterima atau diperoleh berdasarkan periode tertentu, penyelesaian pekerjaan, atau ketentuan lain yang ditetapkan pemberi kerja, termasuk orang pribadi yang melakukan pekerjaan di instansi pemerintah.

Merujuk pada definisi tersebut, PMK 168/2023 mensegmentasikan pegawai menjadi dua jenis, yaitu pegawai tetap dan pegawai tidak tetap. Lantas, apa yang dimaksud dengan pegawai tetap dan pegawai tidak tetap dalam PMK 168/2023?

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Pegawai Tetap

Mengacu Pasal 1 angka 10 PMK 168/2023, pegawai tetap adalah pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan secara teratur, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas, serta pegawai yang bekerja berdasarkan kontrak untuk suatu jangka waktu tertentu sepanjang pegawai yang bersangkutan bekerja penuh dalam pekerjaan tersebut.

PPh Pasal 21 dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik yang bersifat teratur maupun tidak teratur. Penghasilan yang dimaksud tersebut di antaranya dapat berupa 6 bentuk.

Pertama, seluruh gaji, segala jenis tunjangan dan penghasilan teratur lainnya, termasuk uang lembur (overtime) dan penghasilan sejenisnya. Kedua, bonus, tunjangan hari raya (THR), jasa produksi, tantiem, gratifikasi, premi, dan penghasilan lain yang sifatnya tidak teratur.

Baca Juga:
Apa Itu Barang Tidak Kena PPN serta PPN Tak Dipungut dan Dibebaskan?

Ketiga, imbalan sehubungan dengan kegiatan yang diselenggarakan oleh pemberi kerja. Keempat, pembayaran iuran jaminan kecelakaan kerja dan iuran jaminan kematian kepada badan penyelenggara jaminan sosial ketenagakerjaan, yang dibayarkan oleh pemberi kerja.

Kelima, pembayaran iuran jaminan pemeliharaan kesehatan kepada badan penyelenggara jaminan sosial kesehatan yang dibayarkan oleh pemberi kerja. Keenam, pembayaran premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan kerja, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa yang dibayarkan oleh pemberi kerja.

Secara ringkas, penghitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap dibedakan menjadi 2 hal. Pertama, penghitungan PPh Pasal 21 terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh setiap masa pajak selain masa pajak terakhir.

Baca Juga:
Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Besaran PPh Pasal 21 terutang pada setiap masa pajak selain masa pajak terakhir dihitung dengan menggunakan tarif efektif bulanan dikalikan dengan jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh pegawai tetap dalam 1 masa pajak.

Kedua, penghitungan kembali PPh Pasal 21 terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam 1 tahun pajak atau bagian tahun pajak yang digunakan sebagai dasar pengisian bukti pemotongan PPh Pasal 21 pada masa pajak terakhir. Penghitungan kembali ini dilakukan pada masa pajak terakhir, yaitu pada:

  1. bulan di mana pegawai tetap berhenti bekerja atau pensiun;
  2. bulan di mana pensiunan berhenti menerima atau memperoleh uang terkait pensiun;
  3. bulan Desember untuk pegawai tetap yang bekerja sampai dengan akhir tahun pajak dan untuk pensiunan yang menerima atau memperoleh uang terkait pensiun sampai dengan akhir tahun pajak.

Besaran PPh Pasal 21 terutang pada masa pajak terakhir dihitung berdasarkan jumlah PPh Pasal 21 terutang dalam 1 tahun pajak atau bagian tahun pajak dikurangi dengan jumlah PPh Pasal 21 yang telah dipotong pada setiap masa pajak selain masa pajak terakhir.

Baca Juga:
Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Adapun jumlah PPh Pasal 21 terutang dalam 1 tahun pajak atau bagian tahun pajak dihitung dengan menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh dikalikan dengan jumlah penghasilan kena pajak (PKP). Simak Tarif Efektif PPh 21 Berlaku Tahun Depan, Begini Contoh Pemotongannya.

Pegawai Tidak Tetap

Pegawai tidak tetap adalah pegawai, termasuk tenaga kerja lepas, yang hanya menerima penghasilan apabila pegawai yang bersangkutan bekerja, berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan, atau penyelesaian suatu jenis pekerjaan yang diminta oleh pemberi kerja.

PPh Pasal 21 dikenakan atas penghasilan bagi pegawai tidak tetap yang dapat berupa: upah harian; upah mingguan; upah satuan; upah borongan; dan upah yang diterima atau diperoleh secara bulanan. Secara ringkas, penghitungan PPh Pasal 21 yang terutang untuk pegawai tidak tetap dibedakan sebagai berikut:

  1. Penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh tidak secara bulanan dengan jumlah penghasilan bruto sehari atau rata-rata jumlah penghasilan bruto sehari: hingga Rp2,5 juta di mana PPh Pasal 21 dihitung dengan mengalikan penghasilan bruto sehari dengan tarif efektif harian; atau lebih dari Rp2,5 juta di mana PPh Pasal 21 dihitung dengan mengalikan 50% dari penghasilan bruto dengan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh.
  2. Penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh secara bulanan. PPh Pasal 21 dihitung dengan mengalikan penghasilan bruto bulanan dengan tarif efektif bulanan. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra