SEBAGAI salah satu bentuk pengawasan terhadap wajib pajak, kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Ditjen Pajak (DJP) dapat menerbitkan Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK).
Penerbitan SP2DK dilakukan untuk meminta penjelasan atas data dan/atau keterangan kepada wajib pajak terhadap dugaan belum dipenuhinya kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Kendati kewenangannya berada pada kepala KPP, permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan kepada wajib pajak itu dilakukan account representative (AR) dan/atau pelaksana seksi ekstensifikasi dan penyuluhan.
Setelah mengirimkan SP2DK dan/atau mendapat tanggapan dari wajib pajak, AR dan/atau pelaksana seksi ekstensifikasi dan penyuluhan akan menerbitkan Laporan Hasil Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (LHP2DK). Lantas, apa itu LHP2DK?
Definisi
MENGACU pada Surat Edaran Dirjen Pajak No.SE-39/PJ/2015, LHP2DK adalah laporan yang berisi tentang pelaksanaan dan hasil permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan yang memuat simpulan dan usulan/rekomendasi.
Sebelum menuangkan simpulan dan usulan/rekomendasinya dalam LHP2DK, AR/pelaksana seksi ekstensifikasi dan penyuluhan melakukan penelitian dan analisis terhadap data dan/atau keterangan yang dimiliki dan/atau diperoleh.
Penelitian dan analisis tersebut dilakukan berdasarkan pada pengetahuan, keahlian, serta sikap profesional untuk menyimpulkan dan merekomendasikan tindak lanjut. Adapun penelitian dan analisis tersebut dilakukan dengan membandingkan 3 unsur.
Ketiga unsur itu meliputi pertama, data dan/atau keterangan yang dimiliki dan/atau diperoleh DJP. Kedua, data dan/atau keterangan dalam tanggapan yang disampaikan wajib pajak beserta bukti/dokumen pendukungnya. Ketiga, pemenuhan kewajiban perpajakan yang telah dilakukan wajib pajak.
Berdasarkan pada penelitian dan analisis yang telah dilakukan, AR/pelaksana seksi ekstensifikasi dan penyuluhan membuat simpulan. Berdasarkan simpulan yang diperoleh, kepala KPP berwenang menentukan keputusan atau tindakan yang akan dilakukan terhadap wajib pajak.
Namun, apabila berdasarkan pada penelitian dan analisis ternyata KPP belum dapat menyimpulkan serta belum dapat merekomendasikan tindak lanjut yang akan dilakukan, Kepala KPP berwenang meminta kembali penjelasan atas data dan/atau keterangan kepada wajib pajak.
Adapun AR/pelaksana seksi ekstensifikasi dan penyuluhan harus membuat LHP2DK sebagai bagain dari dokumentasi pelaksanaan kegiatan permintaan penjelasan data dan/atau keterangan. LHP2DK itu harus dibuat paling lama 7 hari setelah berakhirnya jangka waktu permintaan penjelasan data dan/atau keterangan kepada wajib pajak.
Contoh format LHP2DK tercantum dalam lampiran II SE-39/PJ/2015. Selain itu, contoh format LHP2DK juga tercantum dalam lampiran huruf D Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-07/PJ/2020. Berdasarkan pada SE-07/PJ/2020 , LHP2DK dibuat dalam aplikasi Approweb.
Approweb adalah aplikasi yang dimiliki DJP dalam rangka penyandingan data internal dan data eksternal yang digunakan sebagai alat untuk melakukan pengawasan terhadap wajib pajak. Ketentuan lebih lanjut mengenai LHP2DK di antaranya dapat disimak dalam SE-39/PJ/2015 dan SE-07/PJ/2020.
Simpulan
INTINYA, LHP2DK adalah laporan yang berisi tentang pelaksanaan dan hasil permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan yang memuat simpulan dan usulan/rekomendasi. LHP2DK tersebut merupakan kelanjutan dari SP2DK yang telah dikirimkan sebelumnya kepada wajib pajak. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.