SEJAK adanya pandemi Covid-19, keringanan pajak atau tax relief menjadi sering diperbincangkan. Tax relief dianggap menjadi salah satu instrumen pajak yang dibutuhkan masyarakat untuk mengurangi beban pajaknya.
Di berbagai negara, tax relief hadir dalam beberapa bentuk dan diberikan kepada beragam wajib pajak. Meskipun demikian, tujuannya sama yaitu untuk meringankan beban pajak dari wajib pajak. Lantas, apa itu tax relief?
Tax relief adalah sebuah istilah umum yang mencakup semua hal yang berkaitan dengan perlakuan pajak penghasilan untuk memberikan keuntungan bagi wajib pajak (OECD, 2007).
Menurut Bikas dan Jurevičiūtė (2016), tax relief biasanya didefinisikan dalam 2 pandangan. Pertama, sebagai risiko pemerintah atas hilangnya potensi penerimaan pajak. Kedua, sebagai pengurang beban pajak yang harus dibayar wajib pajak.
Selain itu, Swift Z.L. (2006) juga menyatakan tax relief adalah belanja perpajakan atau tax expenditure yang dibuat dan diterapkan untuk tujuan membentuk perilaku menuju suatu tujuan ekonomi atau sosial tertentu. Dalam beberapa literatur tax relief kerap dipersamakan dengan tax expenditures.
Dalam publikasi OECD (2010), terdapat 4 alasan diimplementasikannya tax expenditure. Pertama, untuk tujuan administratif yang ekonomis. Dalam hal ini, peran tax expenditure sebagai pengurang pajak yang dibayar wajib pajak membuat biaya administrasi dari sisi pemerintah berkurang.
Kedua, berkurangnya kemungkinan adanya penyelewangan pajak. Pemanfaatan tax relief membutuhkan proses verifikasi otoritas pajak. Adapun selama proses verifikasi tersebut, wajib pajak memberikan bukti pendukung agar lolos dari proses verifikasi. Dalam pemberian data inilah otoritas pajak dapat melakukan pengawasan ada atau tidaknya penyelewangan pajak yang dilakukan wajib pajak.
Ketiga, untuk memberikan pilihan yang lebih luas bagi wajib pajak. Contohnya, wajib pajak dapat menentukan pilihannya dalam menggunakan iuran dana pensiun atau asuransi kesehatan. Pilihan tersebut dapat menjadi pertimbangan dalam tax expenditure yang diterimanya.
Keempat, sebagai tolak ukur dari kapasitas kemampuan membayar pajak. Pengurangan ataupun pengecualian dari penghasilan dapat menjadi justifikasi tolak ukur ability to pay atau pengukuran penghasilan lainnya.
OECD (2010) menjelaskan terdapat beberapa komponen dalam tax relief. Komponen tersebut merupakan bentuk-bentuk tax relief yang dapat diberikan kepada wajib pajak sesuai dengan tujuan. Adapun komponen tax relief menurut OECD adalah sebagai berikut:
Namun, apapun bentuk komponen yang diberikan, tax relief diharapkan dapat menjadi alat untuk memperkuat sistem pajak dan dapat memancing wajib pajak untuk lebih patuh dalam melaporkan penghasilannya. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.