BEBERAPA jenis barang sangat dibutuhkan masyarakat tetapi tidak disediakan atau disediakan secara terbatas oleh pihak swasta. Jenis barang tersebut dinamakan barang publik murni dengan dua karakteristik utama, yaitu nonrivalry dan nonexclusion/nonexcludable (Mangkoesoebroto, 2016).
Nonrivalry berarti konsumsi atas barang tersebut oleh suatu individu tidak akan mengurangi jumlah barang yang tersedia untuk dikonsumsi individu lainnya. Sementara itu, nonexclusion berarti tidak ada yang bisa mencegah/mengecualikan seseorang untuk memanfaatkan barang tersebut (Prawoto, 2015).
Karakteristik itu membuat sektor swasta cenderung tidak bersedia menyediakan barang publik karena sulit mendapatkan pengembalian dari biaya yang telah dikeluarkan (memperoleh keuntungan). Untuk itu, pemerintah perlu menyediakan barang publik tersebut.
Namun, acap kali didapati adanya masalah free rider dalam penyediaan barang publik. Lantas, apa yang dimaksud dengan free rider?
Definisi
MERUJUK pada artikel bertajuk Free Riding yang ditulis Fontaine (2014) sejak tahun 1930-an, free rider didefinisikan sebagai tindakan atau praktik mengambil manfaat atau mencari keuntungan dari upaya, pengorbanan, atau pengeluaran keuangan orang lain, tanpa membuat kontribusi serupa.
Selaras dengan itu, berdasarkan OECD Glossary Tax Statistical Term, free rider merupakan masalah yang muncul ketika suatu perusahaan atau individu mendapat manfaat dari tindakan dan upaya orang lain tanpa membayar atau berbagi biaya (sharing the cost).
Dalam konteks keuangan publik, free rider mengacu pada seseorang atau pihak tertentu yang mendapat manfaat dari barang publik tetapi tidak turut berkonstribusi terhadap biaya penyediaannya (Prawoto, 2015).
Pemerintah mendapatkan sumber pembiayaan untuk pengadaan barang publik melalui beberapa sumber salah satunya pajak. Bahkan, pajak saat ini menjadi tulang punggung keuangan negara karena menyumbang lebih dari 80% dari total pendapatan negara.
Hal ini berarti pajak memiliki peran signifikan dalam membiayai pengadaan barang publik. Untuk itu, dalam beberapa literasi atau sosialisasi, istilah free rider juga kerap disematkan untuk pihak yang turut menikmati manfaat publik, tetapi tidak membayar pajak.
Misal, setiap masyarakat membutuhkan jalan raya dan pertahanan nasional. Kedua barang publik tersebut dibiayai dengan penerimaan negara, termasuk pajak. Dengan demikian, apabila seorang turut memanfaatkannya, tetapi tidak membayar pajak akan memunculkan masalah free rider.
Simpulan
INTINYA dalam konteks keuangan publik free rider adalah seseorang atau pihak tertentu yang turut memanfaatkan barang publik tetapi tidak turut berkontribusi terhadap biaya penyediaannya, dalam hal ini tidak membayar pajak. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.