KEBIJAKAN PAJAK

Apa Itu Exit Tax?

Redaksi DDTCNews | Selasa, 07 April 2020 | 15:20 WIB
Apa Itu Exit Tax?

GLOBALISASI telah mendorong mobilitas manusia dan modal antarnegara. Saat ini, upaya menghindari beban pajak di suatu negara bisa mendorong perpindahan status resident, dari sebelumnya berstatus Subjek Pajak Dalam Negeri (SPDN) menjadi Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN).

Dari sisi individu, perubahan status subjek pajak yang didorong motif pajak kerap dikaitkan dengan isu kepatuhan high net worth individual ataupun fenomena tax exile. Sementara itu, dari sisi entitas usaha kerap dikaitkan dengan skema corporate inversion.

Salah satu instrumen dalam rangka mencegah adanya perpindahan status SPDN yang didorong oleh motif pajak ialah exit tax. Berdasarkan IBFD International Tax Glossary (2015), exit tax umumnya dikenakan sesaat sebelum perpindahan status menjadi SPLN, atas aset wajib pajak yang dianggap (deemed) dialihkan dan memberikan suatu tambahan kemampuan ekonomis.

Baca Juga:
Apa Itu Dokumen CK-1C?

Exit tax kerap dipersamakan dengan skema departure tax yang merupakan suatu pengenaan pajak penghasilan yang dibayarkan di muka bagi residen yang meninggalkan suatu negara. Walau demikian, exit tax pada dasarnya lebih luas daripada sekedar skema departure tax tersebut.

Menurut de Broe (2002), exit tax juga mencakup suatu perpanjangan kewajiban pajak (extended tax liabilities), semisal kewajiban pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) dalam jangka waktu tertentu setelah menjadi SPLN.

Walau demikian, extended tax liability sejatinya lebih condong kepada penerapan citizenship-based taxation yang berkaitan dengan Bhagwati tax maupun praktik pemajakan di AS.

Baca Juga:
Apa Itu CEISA yang Dikembangkan Ditjen Bea Cukai?

Penerapan
SAAT ini, beberapa negara telah menerapkan exit tax dalam ketentuan domestik mereka. Ditinjau dari desainnya, exit tax dibedakan menjadi dua kategori, baik yang bersifat umum di mana seluruh aset wajib pajak diperhitungkan, maupun yang bersifat terbatas di mana hanya sebagian aset yang diperhitungkan.

Sebagai contoh, Kanada memberlakukan general immediate exit tax yang ditujukan bagi perubahan status subjek pajak secara jangka panjang (permanen). Dasar pengenaan pajak dihitung atas seluruh aset yang selanjutnya tidak menjadi basis pajak Kanada untuk dianggap dialihkan sebelum perpindahan tersebut.

Sementara itu, Belanda hanya menerapkan limited exit tax hanya bagi orang pribadi yang menjadi SPLN, namun memiliki kepemilikan mayoritas di perusahaan yang berlokasi di Belanda (Chand, 2013).

Baca Juga:
Apa Beda NIK sebagai NPWP, NPWP 16 Digit, dan NITKU?

Walau dianggap sebagai salah satu instrumen untuk melindungi basis pajak suatu negara, exit tax tidak luput dari kritik. Kritik terhadap exit tax utamanya terletak pada pengenaannya yang bersifat ex-ante dan tidak merefleksikan prinsip ability to pay.

Karena itu, exit tax dianggap sebagai pajak yang tidak efisien dan tidak adil. Untuk mengatasi hal tersebut, beberapa negara kemudian memberikan opsi penangguhan pembayaran dari aset yang dianggap dialihkan (deemed disposal assets) dalam berbagai skema, semisal cicilan atau pembayaran dalam jangka waktu tertentu.

Tantangan juga muncul dari aspek nonekonomi. Exit tax dianggap melanggar hak asasi manusia karena mencegah mobilitas seseorang untuk mendapatkan penghidupan yang layak. Isu mengenai hal ini terutama muncul pada konteks Uni Eropa, karena exit tax dianggap menodai semangat Treaty on the Functioning of the European Union (TFEU) yang sejatinya menjamin mobilitas manusia secara bebas.

Lebih lanjut lagi, administrasi pemungutan exit tax juga cukup menantang dari sisi pengawasan, koordinasi antara otoritas pajak dan imigrasi, serta valuasi aset. Agaknya ini menjelaskan mengapa exit tax jarang dipergunakan di negara berkembang. (Bsi)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 21 Oktober 2024 | 17:30 WIB KAMUS PENERIMAAN NEGARA

Apa Itu Simbara?

Rabu, 16 Oktober 2024 | 18:30 WIB KAMUS PAJAK

Apa Itu e-PHTB Notaris/PPAT?

Jumat, 11 Oktober 2024 | 17:30 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Update 2024: Apa Itu Kapasitas Fiskal Daerah?

Selasa, 08 Oktober 2024 | 11:30 WIB KAMUS PAJAK

Apa Itu Program Business Development Services (BDS) dari DJP?

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN