PERUSAHAAN multinasional merupakan kumpulan entitas yang memiliki afiliasi dan anak perusahaan di lebih dari satu negara di bawah pengendalian suatu pihak tertentu (E. Caves, 2018).
Apabila terjadi transaksi di antara mereka, transaksi tersebut dapat dinyatakan sebagai transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa atau transaksi afiliasi.
Penentuan harga transfer atas transaksi afiliasi yang dilakukan perusahaan multinasional inilah yang dinamakan transfer pricing. Pada dasarnya transfer pricing merupakan sesuatu yang normal, rasional, serta merupakan implikasi dari transaksi internal perusahaan multinasional.
Kendati demikian, ada kalanya perusahaan multinasional juga menggunakan transfer pricing sebagai media untuk melakukan penghindaran pajak. Konotasi negatif atas praktik transfer pricing itu biasa disebut sebagai manipulasi transfer pricing.
Guna mencegah penghindaran pajak melalui transfer pricing, terdapat aturan main yang harus dipenuhi sehingga suatu harga transfer dianggap wajar. Aturan main tersebut di antaranya adalah penerapan prinsip arm’s length principle (ALP).
Berdasarkan prinsip tersebut, suatu transaksi antara pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa dianggap wajar apabila masing-masing pihak yang bertransaksi berperilaku selayaknya pihak-pihak yang independen.
Apabila otoritas pajak pada suatu negara mendapati adanya transaksi afiliasi yang tidak sesuai dengan ALP maka diperbolehkan melakukan koreksi terhadap laba perusahaan. Koreksi tersebut dikenal dengan istilah primary adjustment.
Namun, koreksi tersebut belum tentu diikuti dengan koreksi oleh otoritas pajak negara lawan transaksi. Pada akhirnya, perbedaan pendapat ini dapat menimbulkan situasi pajak berganda.
Guna menghindari hal itu maka negara lawan transaksi perlu melakukan corresponding adjusment. Lantas, apa itu corresponding adjusment?
Ketentuan mengenai corresponding adjustment di antaranya tercantum dalam Pasal 9 (2) OECD Tax Convention on Income and on Capital (OECD Model).
Merujuk pasal tersebut, negara lawan transaksi harus melakukan koreksi yang sesuai sehubungan dengan adanya primary adjustment yang dilakukan negara lainnya.
Koreksi yang dilakukan setelah terjadinya primary adjustment inilah yang dikenal sebagai corresponding adjustment (correlative adjustment /matching adjustment).
Corresponding adjustment ini di antaranya diperlukan untuk menghilangkan dampak pajak berganda akibat primary adjustment.
Negara lawan transaksi wajib melakukan corresponding adjustment apabila menganggap primary adjustment yang telah dilakukan sebelumnya oleh negara lainnya itu telah sesuai dengan ALP (Paragraf 6 dari Commentary atas Pasal 9 OECD Model)
Untuk melakukan corresponding adjustment dibutuhkan suatu kesepakatan di antara negara-negara yang mengadakan P3B. Adapun Pasal 9 ayat (2) OECD Model telah menyediakan sarana mutual agreement procedure (MAP) sebagaimana diatur dalam Pasal 25 OECD Model untuk menyelesaikan sengketa transfer pricing.
Namun demikian, metode serta periode waktu mengenai corresponding adjustment tidak diatur dalam P3B ataupun OECD Commentary, tetapi diserahkan kepada ketentuan domestik negara-negara yang mengadakan P3B.
Pembahasan mengenai corresponding adjustment beserta dengan contohnya telah diulas dalam Buku terbitan DDTC bertajuk Transfer Pricing: Ide, Strategi, dan Panduan Praktis dalam Perspektif Pajak Internasional. Anda dapat membaca buku tersebut melalui Perpajakan DDTC.
Pada ketentuan domestik, pengertian corresponding adjustment sempat tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 240/2014 yang mengatur tentang tata cara MAP. Merujuk Pasal 1 angka 10 beleid tersebut, corresponding adjustment adalah
“Penyesuaian penghasilan kena pajak (PKP) wajib pajak suatu negara atau yurisdiksi oleh otoritas pajak negara atau yurisdiksi tersebut sebagai akibat koreksi transfer pricing yang dilakukan oleh otoritas pajak negara atau yurisdiksi lainnya (primary adjustment) sehingga alokasi penghasilan pada kedua negara atau yurisdiksi tersebut konsisten, dengan tujuan untuk menghilangkan pengenaan pajak berganda.”
Namun, PMK 240/2014 sudah tidak berlaku dan digantikan dengan PMK 49/2019. Dalam perkembangannya, pemerintah mencabut PMK 49/2019 dan menggantikannya dengan PMK 172/2023.
PMK 172/2023 menerjemahkan corresponding adjustment sebagai penyesuaian keterkaitan. Perincian ketentuan mengenai penyesuaian keterkaitan itu diatur dalam pasal 40 PMK 172/2023. Merujuk pasal tersebut, penyesuaian keterkaitan adalah:
“…penyesuaian materi penentuan harga transfer dalam penghitungan penghasilan kena pajak wajib pajak dalam negeri yang merupakan lawan transaksi:
Penyesuaian keterkaitan dilakukan dalam hal terdapat penentuan harga transfer oleh dirjen pajak melalui pemeriksaan yang menyebabkan terjadinya pengenaan pajak berganda.
Selain itu, penyesuaian keterkaitan juga bisa dilakukan jika terdapat koreksi penentuan harga transfer oleh otoritas pajak mitra persetujuan penghindaran pajak berganda atas subjek pajak luar negeri yang menyebabkan terjadinya pengenaan pajak berganda.
Penyesuaian keterkaitan tersebut dilakukan melalui beberapa cara tergantung pada kasusnya. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara corresponding adjustment dapat disimak dalam PMK 172/2023. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.