SALAH satu biaya yang diperkenankan sebagai pengurang penghasilan bruto adalah biaya amortisasi. Sederhananya, amortisasi berarti alokasi perolehan harta tak berwujud selama masa manfaat tertentu. Ketentuan amortisasi turut diatur dalam Pasal 11A UU Pajak Penghasilan.
Pasal tersebut mengatur amortisasi dilakukan atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya, termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, muhibah (goodwill), dan hak pakai, yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun.
Mengacu pada ketentuan tersebut, amortisasi lekat kaitannya dengan harta atau aset tidak berwujud. Lantas, apa itu aset tidak berwujud?
Merujuk IBFD Glossary Tax Term, tidak terdapat definisi universal mengenai aset tidak berwujud. Dalam banyak kasus, konsep aset tidak berwujud diilustrasikan melalui contoh. Akan tetapi, secara ringkas, aset tidak berwujud dapat diartikan sebagai aset non-fisik yang mempunyai nilai ekonomis (Rogers-Glabush, 2015).
Selaras dengan itu, James (2012) mengartikan aset tidak berwujud sebagai aset non-moneter yang tidak mempunyai keberadaan fisik tetapi dapat diakui memiliki nilai. Menurutnya, salah satu contoh asset tidak berwujud adalah goodwill.
Pengertian aset tidak berwujud lain diungkapkan oleh Kieso et al (2018). Menurutnya, aset tidak berwujud adalah hak istimewa, keunggulan, dan keuntungan kompetitif yang dihasilkan dari kepemilikan atas aset jangka panjang yang tidak memiliki bentuk fisik.
Sementara itu, OECD (2011) mengartikan aset tidak berwujud sebagai aset yang tidak memiliki perwujudan fisik atau finansial. Biasanya, aset tidak berwujud disebut juga sebagai aset pengetahuan (knowledge asset) atau modal intelektual (intellectual capital).
Aset tidak berwujud memiliki cakupan yang luas. Menurut OECD (2011) klasifikasi jenis aset tidak berwujud pun beragam. Berdasarkan salah satu klasifikasi, aset tidak berwujud dikelompokkan menjadi tiga jenis.
Pertama, informasi terkomputerisasi (seperti perangkat lunak dan basis data). Kedua, properti inovatif (seperti penelitian dan pengembangan ilmiah serta non-ilmiah, hak cipta, dan merek dagang). Ketiga, kompetensi ekonomi (seperti pengetahuan organisasi yang dapat meningkatkan efisiensi perusahaan).
Secara lebih terperinci, Standar Akuntansi Keuangan-Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK-ETAP) mendefinisikan aset tak berwujud sebagai aset nonmoneter yang dapat diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik. (Ikatan Akuntan Indonesia/IAI, 2017). Suatu aset dapat diidentifikasikan jika:
Menurut Agoes dan Trisnawati (2018), entitas dapat mengakui aset tak berwujud apabila (i) kemungkinan entitas akan memperoleh manfaat ekonomis masa depan dari aset tersebut; dan (ii) biaya perolehan aset atau nilai aset tersebut dapat diukur dengan andal.
Manfaat ekonomi masa depan yang timbul dari aset tak berwujud dapat mencakup pendapatan dari penjualan barang atau jasa, penghematan biaya, atau manfaat lain yang berasal dari penggunaan aset oleh entitas (IAI, 2017).
Contoh aset tidak berwujud meliputi hak paten, hak cipta, merek (trade mark), goodwill, dan waralaba (franchise). Adapun efek/surat berharga serta hak atas mineral dan cadangan mineral, tidak termasuk sebagai aset tidak berwujud (Agoes dan Trisnawati, 2018). (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.